Hadits: Tidak Boleh Dengki (Hasad) Kecuali Pada Dua Orang
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى
رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ
Hadirin sekalian, kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan yang penuh keberkahan ini, mari kita awali majelis kita dengan memanjatkan syukur kepada Allah ﷻ yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, serta kesempatan untuk menuntut ilmu di majelis yang mulia ini. Semoga pertemuan kita hari ini menjadi wasilah bertambahnya ilmu, keimanan, dan amal saleh kita.
📌 Latar Belakang Permasalahan di Masyarakat
Saudara-saudaraku, di tengah kehidupan bermasyarakat, kita sering melihat fenomena yang tidak bisa dipungkiri, yaitu perasaan iri terhadap nikmat yang dimiliki orang lain. Betapa banyak orang yang hatinya dipenuhi rasa dengki ketika melihat saudaranya lebih sukses, lebih kaya, lebih berilmu, atau lebih dihormati. Bahkan, tidak jarang hal ini berujung pada permusuhan, fitnah, bahkan tindakan zalim demi menjatuhkan orang lain.
Di era media sosial seperti sekarang, hasad semakin mudah muncul. Kita melihat orang lain memamerkan keberhasilannya, hartanya, kebahagiaannya, dan tanpa disadari hati kita mulai merasa tidak tenang. Inilah penyakit hati yang harus kita waspadai, karena hasad adalah salah satu sifat tercela yang dapat merusak amal kebaikan kita, sebagaimana api yang melahap kayu bakar.
Namun, apakah setiap keinginan terhadap nikmat yang dimiliki orang lain itu selalu buruk? Apakah ada bentuk ‘iri’ yang diperbolehkan dalam Islam? Bagaimana seharusnya sikap seorang muslim dalam menyikapi nikmat yang diberikan Allah kepada orang lain?
📌 Urgensi Tema Kajian Ini
Kajian kita hari ini sangat penting karena kita akan membahas perbedaan antara hasad yang haram dan ghibtah yang diperbolehkan. Sebab, tidak semua rasa ingin memiliki seperti orang lain itu tercela. Ada bentuk keinginan yang justru dianjurkan dalam Islam, yaitu ketika kita berharap bisa seperti orang lain dalam kebaikan tanpa menginginkan nikmatnya hilang.
Kita juga akan melihat dua golongan manusia yang patut kita ‘iri’ kepadanya, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ dalam hadis ini. Dua golongan ini adalah:
- Orang kaya yang menggunakan hartanya untuk kebaikan.
- Orang berilmu yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya.
Mengapa hanya dua golongan ini yang disebutkan? Apakah ada keutamaan khusus yang menjadikan mereka lebih utama untuk kita teladani?
📌 Apa yang Akan Kita Bahas dalam Kajian Ini
Dalam kajian ini, kita akan membahas:
✅ Makna hasad yang haram dan bahayanya dalam kehidupan seorang muslim.
✅ Makna ghibtah yang diperbolehkan dan bagaimana menjadikannya sebagai motivasi dalam kebaikan.
✅ Dua golongan manusia yang patut kita ‘iri’ kepadanya, dan bagaimana kita bisa meneladani mereka dalam kehidupan sehari-hari.
✅ Bagaimana Islam mengajarkan kita untuk menyikapi nikmat yang dimiliki orang lain dengan hati yang bersih.
Semoga Allah ﷻ membukakan hati kita untuk menerima ilmu yang bermanfaat, menjauhkan kita dari penyakit hati yang berbahaya, dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan.
Dari Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda:
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي
اثْنَتَيْنِ: رَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي
الْحَقِّ، وَرَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا.
"Tidak ada hasad (yang diperbolehkan) kecuali dalam
dua hal: (pertama) seseorang yang Allah berikan harta, lalu ia menggunakannya
untuk kebinasaan (menghabiskannya) di jalan kebenaran; dan (kedua) seseorang
yang Allah berikan hikmah (ilmu), lalu ia memutuskan perkara dengannya dan
mengajarkannya."
HR Al-Bukhari (73)
dan Muslim (816).
Arti Per
Kalimat
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ
"Tidak ada hasad (yang diperbolehkan) kecuali dalam dua hal."
Kata حَسَد (hasad) berarti iri atau dengki, yaitu
perasaan tidak suka terhadap nikmat yang dimiliki orang lain dan berharap
nikmat tersebut hilang dari mereka. Namun, dalam hadis ini, maksudnya
adalah ghibṭah, yaitu iri dalam makna positif—mengharapkan nikmat serupa tanpa
menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain.
اثْنَتَيْنِ (itsnatayn)
berarti "dua hal," menunjukkan bahwa ada dua kenikmatan yang boleh ditiru tanpa dengki.
رَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا
"Seorang laki-laki yang Allah berikan harta."
رَجُلٍ ) berarti "seorang
laki-laki," tetapi dapat mencakup siapa saja yang memiliki sifat tersebut,
termasuk perempuan.
آتَاهُ اللَّهُ berarti "Allah
memberinya," menegaskan bahwa semua rezeki berasal dari Allah.
مَالًا berarti
"harta," mencakup segala bentuk kekayaan, baik berupa uang, tanah,
emas, atau aset lainnya.
فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ
"Lalu ia menggunakannya untuk kebinasaan (menghabiskannya) di jalan
kebenaran."
فَسَلَّطَهُ (fasallaṭahu)
berarti "lalu ia menguasakan/menggunakan dengan penuh kendali."
عَلَى هَلَكَتِهِ (ʿalā halākatihi) berarti
"untuk kebinasaan (menghabiskan/membelanjakan)."
فِي الْحَقِّ (fī
al-ḥaqq) berarti "di jalan kebenaran," maksudnya adalah membelanjakan
harta untuk hal-hal yang diperintahkan Allah, seperti sedekah, infak, wakaf,
dan jihad fi sabilillah.
Ini
menunjukkan bahwa seseorang yang menghabiskan hartanya di jalan Allah tanpa
perhitungan duniawi adalah orang yang pantas ditiru.
وَرَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً
"Dan seorang laki-laki yang Allah berikan hikmah."
وَرَجُلٍ (wa
rajul) berarti "dan seorang laki-laki," sama seperti pada frasa
pertama.
آتَاهُ اللَّهُ (ātāhu Allāh) berarti "Allah
memberinya."
حِكْمَةً (ḥikmah)
mencakup ilmu yang bermanfaat, pemahaman agama yang mendalam, dan kemampuan
menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dalam tafsir lain, hikmah bisa merujuk pada
pemahaman Al-Qur’an dan Sunnah.
فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
"Lalu ia memutuskan perkara dengannya dan mengajarkannya."
يَقْضِي بِهَا (yaqḍī bihā) berarti
"memutuskan perkara dengannya," maksudnya adalah menggunakan hikmah
tersebut dalam menyelesaikan masalah dan memberikan keputusan yang adil.
وَيُعَلِّمُهَا (wa yuʿallimuhā) berarti "dan
mengajarkannya," yakni menyebarkan ilmu kepada orang lain agar bermanfaat
bagi umat.
Ini
menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki ilmu dan menggunakannya untuk
kemaslahatan umat adalah orang yang patut ditiru dan dicontoh.
Syarah Hadits
الحَسَدُ نَوْعَانِ
Hasad itu ada dua jenis.
الأوَّلُ: حَسَدٌ مَذْمُومٌ مُحَرَّمٌ شَرْعًا
Yang pertama: hasad yang tercela dan diharamkan secara syar'i.
وَهُوَ أَنْ يَتَمَنَّى المَرْءُ زَوَالَ
النِّعْمَةِ عَنْ أَخِيهِ سَوَاءٌ حَصَلَتْ لِلْحَاسِدِ أَوْ لَا
Yaitu seseorang menginginkan hilangnya nikmat dari saudaranya, baik nikmat itu
berpindah kepadanya atau tidak.
وَالثَّانِي: حَسَدٌ مُبَاحٌ، وَهُوَ
الغِبْطَةُ
Dan yang kedua: hasad yang diperbolehkan, yaitu ghibṭah.
وَمَعْنَاهَا: أَنْ يَرَى المَرْءُ نِعْمَةً
عِنْدَ غَيْرِهِ، فَيَتَمَنَّى مِثْلَهَا لِنَفْسِهِ دُونَ زَوَالِهَا عَنْ
أَخِيهِ
Dan maknanya adalah seseorang melihat nikmat pada orang lain, lalu ia berharap
memiliki nikmat serupa tanpa menginginkan hilangnya nikmat tersebut dari
saudaranya.
فَإِنْ كَانَتِ الغِبْطَةُ فِي أَمْرٍ
دُنْيَوِيٍّ مِنْ صِحَّةٍ، أَوْ قُوَّةٍ، أَوْ مَرْكَزٍ، أَوْ وَلَدٍ، فَهِيَ
مُبَاحَةٌ
Jika ghibṭah itu dalam perkara duniawi seperti kesehatan, kekuatan, kedudukan,
atau anak, maka hal itu diperbolehkan.
وَإِنْ كَانَتْ فِي أَمْرٍ دِينِيٍّ -
كَالْعِلْمِ النَّافِعِ، أَوِ المَالِ الصَّالِحِ - فَهِيَ مُسْتَحَبَّةٌ شَرْعًا
Dan jika dalam perkara agama—seperti ilmu yang bermanfaat atau harta yang
baik—maka ghibṭah itu disunnahkan secara syar’i.
وَهُنَا يُخْبِرُنَا النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ الحَسَدَ لَا يَكُونُ مَحْمُودًا مُسْتَحَبًّا
شَرْعِيًّا إِلَّا فِي أَمْرَيْنِ
Di sini, Nabi ﷺ memberi tahu kita bahwa hasad tidaklah terpuji dan dianjurkan
secara syar’i kecuali dalam dua hal.
الأوَّلُ: أَنْ يَكُونَ هُنَاكَ رَجُلٌ
غَنِيٌّ تَقِيٌّ، أَعْطَاهُ اللَّهُ مَالًا حَلَالًا، فَأَنْفَقَهُ فِيمَا
يَنْفَعُهُ وَيَنْفَعُ غَيْرَهُ، وَيُرْضِي رَبَّهُ، مِنْ وُجُوهِ الخَيْرِ
Yang pertama: seseorang yang kaya dan bertakwa, yang Allah berikan harta halal,
lalu ia membelanjakannya untuk manfaat dirinya, orang lain, dan untuk meraih
ridha Tuhannya dalam berbagai kebaikan.
فَيَتَمَنَّى الإِنْسَانُ أَنْ يَكُونَ
مِثْلَهُ، وَيَغْبِطُهُ عَلَى هَذِهِ النِّعْمَةِ
Maka seseorang berharap bisa menjadi seperti dia dan merasa ghibṭah atas nikmat
tersebut.
وَالأمْرُ الثَّانِي: أَنْ يَكُونَ هُنَاكَ
رَجُلٌ عَالِمٌ حَكِيمٌ، أَعْطَاهُ اللَّهُ عِلْمًا نَافِعًا يَعْمَلُ بِهِ،
وَيُعَلِّمُهُ لِغَيْرِهِ، وَحِكْمَةً يَحْكُمُ بِعِلْمِهِ وَحِكْمَتِهِ بَيْنَ
النَّاسِ، فَيَتَمَنَّى الإِنْسَانُ أَنْ يَكُونَ مِثْلَهُ
Dan yang kedua: seseorang yang berilmu dan bijaksana, yang Allah berikan ilmu
yang bermanfaat, lalu ia mengamalkannya, mengajarkannya kepada orang lain,
serta memiliki hikmah untuk memutuskan perkara dengan ilmu dan kebijaksanaannya
di antara manusia. Maka seseorang berharap bisa menjadi seperti dia.
وَفِي الحَدِيثِ: أَنَّ الغَنِيَّ إِذَا قَامَ
بِشَرْطِ المَالِ، وَفَعَلَ فِيهِ مَا يُرْضِي اللَّهَ؛ كَانَ أَفْضَلَ مِنَ
الفَقِيرِ
Dalam hadis ini disebutkan bahwa orang kaya yang memenuhi syarat dalam
mengelola hartanya dan menggunakannya untuk ridha Allah lebih utama daripada
orang miskin.
وَفِيهِ: فَضْلُ العِلْمِ وَفَضْلُ
تَعَلُّمِهِ، وَفِيهِ: المُنَافَسَةُ فِي الخَيْرِ، وَالحَضُّ عَلَيْهِ
Hadis ini juga menunjukkan keutamaan ilmu dan belajar, serta pentingnya
berlomba dalam kebaikan dan mendorongnya.
Maraji:
https://dorar.net/hadith/sharh/142171
Pelajaran dari Hadits ini
Hadis ini mengajarkan kepada kita bahwa kekayaan dan ilmu bukanlah tujuan akhir, tetapi sarana untuk mencapai ridha Allah dan memberikan manfaat bagi sesama. Berikut adalah beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dari hadis di atas:
1. Jenis-jenis Hasad
- Hasad yang haram dan tercela: Seseorang menginginkan hilangnya nikmat dari saudaranya, baik nikmat itu berpindah kepadanya atau tidak. Ini dilarang dalam Islam karena mencerminkan iri hati dan kebencian.
- Hasad yang diperbolehkan (Ghibtah): Seseorang melihat nikmat yang dimiliki orang lain dan berharap memiliki nikmat yang serupa tanpa menginginkan hilangnya nikmat dari orang tersebut. Ini tidak hanya diperbolehkan tetapi juga bisa menjadi dorongan untuk berbuat baik.
2. Ghibtah dalam Dua Hal yang Dianjurkan
- Kekayaan yang dimanfaatkan dengan baik: Orang yang diberi rezeki halal dan menggunakannya untuk kebaikan, membantu orang lain, serta mencari ridha Allah.
- Ilmu yang diamalkan dan diajarkan: Orang yang diberikan ilmu yang bermanfaat, mengamalkannya dalam kehidupannya, serta mengajarkannya kepada orang lain.
3. Keutamaan Harta Jika Digunakan dengan Benar
- Islam tidak menentang kekayaan, tetapi menekankan penggunaannya untuk kepentingan yang baik.
- Orang kaya yang menggunakan hartanya di jalan kebaikan lebih utama daripada orang miskin yang tidak bisa memberi manfaat sebanyak itu.
- Kekayaan yang digunakan untuk kepentingan agama dan kemaslahatan umat dapat menjadi jalan menuju kebaikan yang lebih besar.
4. Keutamaan Ilmu dan Mengajarkannya
- Ilmu memiliki posisi yang sangat tinggi dalam Islam, terutama jika ilmu tersebut diamalkan dan diajarkan kepada orang lain.
- Orang yang berilmu dan mengajarkannya memiliki peran penting dalam membimbing umat.
- Ilmu yang benar dapat menjadi sarana menegakkan keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat.
5. Persaingan dalam Kebaikan
- Islam menganjurkan persaingan dalam hal-hal yang baik, seperti ibadah, sedekah, dan menuntut ilmu.
- Persaingan ini tidak boleh didasari oleh iri hati, melainkan oleh semangat untuk meningkatkan kualitas diri.
6. Dorongan untuk Menggunakan Nikmat dengan Benar
- Setiap nikmat yang diberikan Allah harus digunakan sesuai dengan kehendak-Nya.
- Harta harus digunakan untuk kebaikan, dan ilmu harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.
- Keberkahan hidup terletak pada bagaimana seseorang menggunakan nikmat yang diberikan Allah.
Penutup
Kajian
Hadirin sekalian, kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Alhamdulillah, kita telah menyelesaikan kajian yang penuh manfaat ini. Semoga Allah ﷻ menjadikan majelis ilmu kita sebagai sumber keberkahan, menambah pemahaman kita dalam agama, dan menguatkan tekad kita untuk mengamalkan ilmu yang telah kita pelajari.
📌 Kesimpulan Pokok Kajian
Dari pembahasan hadis tadi, ada beberapa poin penting yang harus kita ingat dan amalkan:
✅ 1. Hasad adalah penyakit hati yang berbahaya
- Hasad yang haram adalah menginginkan hilangnya nikmat orang lain, baik nikmat itu berpindah kepada kita atau tidak. Ini termasuk dosa besar yang harus kita jauhi karena bisa menghapus amal kebaikan.
✅ 2. Ghibtah adalah bentuk iri yang diperbolehkan
- Ghibtah bukan sekadar iri, tetapi motivasi untuk mendapatkan kebaikan yang sama dengan orang lain tanpa menginginkan nikmatnya hilang.
✅ 3. Ada dua golongan yang patut kita ‘iri’ kepadanya
- Orang kaya yang dermawan, yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.
- Orang berilmu yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya.
- Dua golongan ini adalah contoh terbaik bagaimana kita menggunakan nikmat Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat.
✅ 4. Harta dan ilmu harus digunakan dengan benar
- Harta yang halal dan dimanfaatkan untuk kebaikan lebih utama daripada kemiskinan yang tidak bermanfaat.
- Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan dan diajarkan kepada orang lain.
✅ 5. Pentingnya berlomba-lomba dalam kebaikan
- Kita dianjurkan untuk saling memotivasi dalam ibadah, sedekah, menuntut ilmu, dan amal saleh lainnya.
- Jangan sibuk membandingkan diri dengan orang lain dalam hal duniawi semata, tetapi bandingkan diri kita dengan mereka yang lebih baik dalam kebaikan.
📌 Saran, Nasihat, dan Harapan
Saudara-saudaraku, setelah mengikuti kajian ini, mari kita renungkan dan amalkan ilmu yang telah kita pelajari:
📌 Bersihkan hati kita dari sifat hasad dan selalu berdoa agar Allah memberi kita hati yang lapang, penuh syukur, dan ridha dengan ketentuan-Nya.
📌 Jadikan ghibtah sebagai motivasi untuk terus berbuat baik. Jika kita melihat orang yang dermawan atau berilmu, jangan sekadar kagum, tetapi niatkan dalam hati untuk meneladani mereka.
📌 Manfaatkan nikmat yang Allah berikan dengan sebaik-baiknya. Jika Allah memberi kita rezeki, gunakan untuk berbagi. Jika Allah memberi kita ilmu, jangan hanya disimpan sendiri, tetapi ajarkan kepada orang lain.
📌 Luruskan niat dalam mencari dunia. Kekayaan dan ilmu bukanlah tujuan utama, tetapi sarana untuk mencari ridha Allah dan memberikan manfaat bagi sesama.
Semoga setelah kajian ini, kita semua lebih bersemangat dalam memperbaiki diri, memperbanyak amal, dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Semoga Allah ﷻ menjadikan kita bagian dari orang-orang yang mendapatkan nikmat dunia yang bermanfaat dan kebaikan di akhirat.
Kita tutup kajian ini dengan doa kafaratul majelis:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ
وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ
إِلَيْكَ
وَصَلَّى اللَّهُ
عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ