Kajian: Adab Niat (Dari Kitab Minhajul Muslim)

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita hidayah dan petunjuk dalam menjalani kehidupan ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, suri teladan terbaik dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam menjaga niat yang lurus dalam setiap amal perbuatan.

Jamaah yang dirahmati Allah, hari ini kita akan membahas sebuah tema yang sangat mendasar dalam agama kita, yaitu adab niat. Niat bukan sekadar ucapan di lisan, tetapi merupakan ruh dari setiap amal. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

"Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari & Muslim).

Betapa banyak amal yang tampak besar di mata manusia, tetapi tidak bernilai di sisi Allah karena niatnya keliru. Sebaliknya, ada amal yang tampak kecil namun menjadi besar pahalanya karena niat yang benar. Bahkan, dalam hadis yang lain, Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa niat yang baik saja, meskipun belum dilakukan, sudah dicatat sebagai pahala.

Oleh karena itu, marilah kita sama-sama belajar tentang bagaimana memperbaiki niat dalam setiap aspek kehidupan kita—baik dalam ibadah, muamalah, maupun dalam aktivitas duniawi lainnya. Karena dengan niat yang lurus dan ikhlas, sekecil apa pun amal yang kita lakukan, insya Allah akan bernilai di sisi-Nya.

Semoga Allah membuka hati kita untuk memahami ilmu ini dan memberikan kita taufik untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.

----

Adab Niat (dari Kitab Minhajul Muslim)


يُؤْمِنُ الْمُسْلِمُ بِخَطَرِ شَأْنِ النِّيَّةِ، وَأَهَمِّيَّتِهَا لِسَائِرِ أَعْمَالِهِ الدِّينِيَّةِ وَالدُّنْيَوِيَّةِ، إِذْ جَمِيعُ الْأَعْمَالِ تَتَكَيَّفُ بِهَا، وَتَكُونُ بِحَسَبِهَا فَتَقْوَى وَتَضْعُفُ، وَتَصِحُّ وَتَفْسُدُ تَبَعًا لَهَا، وَإِيمَانُ الْمُسْلِمِ هَذَا بِضَرُورَةِ النِّيَّةِ لِكُلِّ الْأَعْمَالِ وَوُجُوبِ إِصْلَاحِهَا، مُسْتَمَدٌّ

Seorang Muslim meyakini pentingnya niat dan peranannya dalam seluruh amal, baik yang bersifat agama maupun duniawi. Sebab, semua amal bergantung pada niatnya—bisa menjadi kuat atau lemah, sah atau batal tergantung pada niatnya. Keyakinan seorang Muslim akan keharusan niat dalam setiap amal serta kewajiban memperbaikinya bersumber,

أَوَّلًا مِنْ قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى

Pertama, dari firman Allah Ta’ala:

﴿ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ ﴾

"Dan mereka tidak diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan ikhlas dalam (menjalankan) agama." (QS. Al-Bayyinah: 5)

Dan firman-Nya:

﴿ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ ﴾

"Katakanlah (Muhammad), 'Sesungguhnya aku diperintahkan untuk menyembah Allah dengan ikhlas dalam (menjalankan) agama'." (QS. Az-Zumar: 11)

وَثَانِيًا مِنْ قَوْلِ الْمُصْطَفَى - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Kedua, dari sabda Nabi :

«إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى»
"Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan (pahala) sesuai dengan apa yang ia niatkan." (HR Al-Bukhari (54) dan Muslim (1907))

Dan sabda beliau :

إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

"Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian." (HR. Muslim)

فَالنَّظَرُ إِلَى الْقُلُوبِ نَظَرٌ إِلَى النِّيَّاتِ، إِذِ النِّيَّةُ هِيَ الْبَاعِثُ عَلَى الْعَمَلِ وَالدَّافِعُ إِلَيْهِ، وَمِنْ قَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -:

Memandang hati berarti memandang niat, sebab niat adalah pendorong amal dan penggeraknya. Nabi juga bersabda:

مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةٌ

"Barang siapa berniat melakukan kebaikan tetapi belum sempat melakukannya, maka dicatat baginya satu kebaikan." (HR. Muslim)

Demikian pula dalam hadits (hadits tentang pembagian manusia ke dalam 4 golongan):

النَّاسُ أَرْبَعَةٌ:

"Manusia terbagi menjadi empat golongan:

رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ عِلْمًا وَمَالًا، فَهُوَ يَعْمَلُ بِعِلْمِهِ فِي مَالِهِ

(1) Orang yang diberi Allah ilmu dan harta, lalu ia mengamalkan ilmunya dalam hartanya;

وَرَجُلٌ يَقُولُ: لَوْ آتَانِي اللَّهُ مَا آتَاهُ، لَعَمِلْتُ كَمَا يَعْمَلُ، فَهُمَا فِي الْأَجْرِ سَوَاءٌ،

(2) Orang yang berkata, 'Seandainya aku memiliki harta seperti dia, niscaya aku akan berbuat seperti yang dia lakukan.' Maka keduanya mendapatkan pahala yang sama;

وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْمًا، فَيُخْبِطُ فِي مَالِهِ،

(3) Orang yang diberi Allah harta, tetapi tidak diberi ilmu, lalu ia menyia-nyiakan hartanya;

وَرَجُلٌ يَقُولُ: لَوْ آتَانِي اللَّهُ مِثْلَ مَا آتَاهُ، لَعَمِلْتُ كَمَا يَعْمَلُ، فَهُمَا فِي الْوِزْرِ سَوَاءٌ

(4) Orang yang berkata, 'Seandainya aku memiliki harta seperti dia, niscaya aku akan berbuat seperti yang dia lakukan.' Maka keduanya mendapatkan dosa yang sama." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

فَأُثِيبَ ذُو النِّيَّةِ الصَّالِحَةِ بِثَوَابِ الْعَمَلِ الصَّالِحِ، وَوُزِرَ صَاحِبُ النِّيَّةِ الْفَاسِدَةِ بِوِزْرِ صَاحِبِ الْعَمَلِ الْفَاسِدِ، وَكَانَ مَرَدُّ هَذَا إِلَى النِّيَّةِ وَحْدَهَا.

Maka orang yang memiliki niat yang baik diberi pahala seperti pahala amal saleh, sedangkan orang yang memiliki niat yang buruk menanggung dosa seperti dosa orang yang melakukan perbuatan buruk. Dan semua ini kembali kepada niat semata.

وَمِنْ قَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَهُوَ بِتَبُوكَ -:

Di antara sabda Rasulullah ketika beliau berada di Tabuk::

إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا قَطَعْنَا وَادِيًا، وَلَا وَطِئْنَا مَوْطِئًا يُغِيظُ الْكُفَّارَ، وَلَا أَنْفَقْنَا نَفَقَةً، وَلَا أَصَابَتْنَا مَخْمَصَةٌ، إِلَّا شَرَكُونَا فِي ذَلِكَ وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ» فقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ ذَلِكَ؟ قَالَ: «حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ، فَشَرِكُوا بِنِيَّاتِهِمُ الْحَسَنَةِ

"Di Madinah ada kaum yang tidak menempuh satu lembah, tidak melangkahkan kaki ke medan jihad, tidak menafkahkan harta, dan tidak merasakan kelaparan, kecuali mereka turut mendapatkan pahala bersama kita." Sahabat bertanya, 'Bagaimana bisa, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Karena mereka terhalang oleh uzur, tetapi mereka tetap mendapat bagian pahala karena niat baik mereka'." (HR. Bukhari)

Begitu juga dalam hadits:

إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا، فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ» فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ؟ قَالَ: «إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ

"Jika dua Muslim bertemu dengan pedang mereka (untuk saling membunuh), maka pembunuh dan yang terbunuh sama-sama di neraka." Para sahabat bertanya, 'Wahai Rasulullah, yang membunuh memang pantas masuk neraka, tapi bagaimana dengan yang terbunuh?' Beliau menjawab, 'Karena ia juga bertekad untuk membunuh saudaranya'." (HR. Bukhari & Muslim)

فَسَوَّتِ النِّيَّةُ الْفَاسِدَةُ وَالْإِرَادَةُ السَّيِّئَةُ بَيْنَ قَاتِلٍ مُسْتَوْجِبٍ لِلنَّارِ وَبَيْنَ مَقْتُولٍ لَوْلَا نِيَّتُهُ الْفَاسِدَةُ لَكَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Maka niat yang buruk dan kehendak yang jahat menjadikan kedudukan yang sama antara seorang pembunuh yang berhak masuk neraka dengan orang yang terbunuh, yang seandainya bukan karena niatnya yang buruk, ia termasuk ahli surga.

وَمِنْ قَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ:

Dan dari sabda Rasulullah :

"أَيُّمَا رَجُلٍ أَصْدَقَ امْرَأَةً صَدَاقًا وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلَيْهَا، فَغَرَّهَا بِاللَّهِ وَاسْتَحَلَّ فَرْجَهَا بِالْبَاطِلِ؛ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ يَلْقَاهُ وَهُوَ زَانٍ،

"Siapa saja seorang laki-laki yang menikahi seorang perempuan dengan mahar (maskawin), sementara Allah mengetahui bahwa ia tidak berniat untuk membayarnya, lalu ia menipunya dengan nama Allah dan menghalalkan kehormatannya secara batil, maka ia akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat dalam keadaan sebagai pezina.

 وَأَيُّمَا رَجُلٍ ادَّانَ مِنْ رَجُلٍ دَيْنًا وَاللَّهُ يَعْلَمُ مِنْهُ أَنَّهُ لَا يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلَيْهِ، فَغَرَّهُ بِاللَّهِ وَاسْتَحَلَّ مَالَهُ بِالْبَاطِلِ؛ لَقِيَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ يَلْقَاهُ وَهُوَ سَارِقٌ".

Dan siapa saja seorang laki-laki yang berhutang kepada orang lain, sementara Allah mengetahui bahwa ia tidak berniat untuk membayarnya, lalu ia menipunya dengan nama Allah dan mengambil hartanya secara batil, maka ia akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat dalam keadaan sebagai pencuri."

فَبِالنِّيَّةِ السَّيِّئَةِ انْقَلَبَ الْمُبَاحُ حَرَامًا، وَالْجَائِزُ مَمْنُوعًا، وَمَا كَانَ خَالِيًا مِنَ الْحَرَجِ أَصْبَحَ ذَا حَرَجٍ.

Maka dengan niat yang buruk, sesuatu yang semula mubah berubah menjadi haram, dan sesuatu yang semula diperbolehkan menjadi terlarang. Apa yang sebelumnya bebas dari kesulitan menjadi sesuatu yang penuh dengan kesulitan.

كُلُّ هَذَا يُؤَكِّدُ مَا يَعْتَقِدُهُ الْمُسْلِمُ فِي خَطَرِ النِّيَّةِ وَعِظَمِ شَأْنِهَا وَكَبِيرِ أَهَمِّيَّتِهَا،

Semua ini menegaskan keyakinan seorang Muslim akan bahaya niat, betapa agung kedudukannya, dan betapa besar pengaruhnya.

فَلِذَا هُوَ يَبْنِي سَائِرَ أَعْمَالِهِ عَلَى صَالِحِ النِّيَّاتِ، كَمَا يُبْذِلُ جُهْدَهُ فِي أَنْ لَا يَعْمَلَ عَمَلًا بِدُونِ نِيَّةٍ، أَوْ نِيَّةٍ غَيْرِ صَالِحَةٍ،

Oleh karena itu, ia mendasarkan seluruh amal perbuatannya pada niat yang baik, serta berusaha untuk tidak melakukan suatu amalan tanpa niat, atau dengan niat yang tidak baik.

إِذِ النِّيَّةُ رُوحُ الْعَمَلِ وَقِوَامُهُ، صِحَّتُهُ مِنْ صِحَّتِهَا وَفَسَادُهُ مِنْ فَسَادِهَا، وَالْعَمَلُ بِدُونِ نِيَّةٍ صَاحِبُهُ مُرَاءٍ مُتَكَلِّفٌ مَمْقُوتٌ.

Sebab, niat adalah ruh dari suatu amal dan penopangnya. Keabsahan amal bergantung pada keabsahan niatnya, dan kebatilannya bergantung pada kebatilan niatnya. Amal tanpa niat menjadikan pelakunya sebagai orang yang riya, dibuat-buat, dan tercela.

وَكَمَا يَعْتَقِدُ الْمُسْلِمُ أَنَّ النِّيَّةَ رُكْنُ الْأَعْمَالِ وَشَرْطُهَا، فَإِنَّهُ يَرَى أَنَّ النِّيَّةَ لَيْسَتْ مُجَرَّدَ لَفْظٍ بِاللِّسَانِ (اللَّهُمَّ نَوَيْتُ كَذَا) وَلَا هِيَ حَدِيثُ نَفْسٍ فَحَسْبُ،

Sebagaimana seorang Muslim meyakini bahwa niat adalah rukun dan syarat sahnya amal, ia juga memahami bahwa niat bukan sekadar ucapan lisan seperti, "Ya Allah, aku berniat melakukan ini," dan bukan pula sekadar lintasan hati,

 بَلْ هِيَ انْبِعَاثُ الْقَلْبِ نَحْوَ الْعَمَلِ الْمُوَافِقِ لِغَرَضٍ صَحِيحٍ مِنْ جَلْبِ نَفْعٍ، أَوْ دَفْعِ ضَرٍّ حَالًا، أَوْ مَآلًا،

tetapi niat adalah dorongan hati yang mengarah pada suatu amal yang sesuai dengan tujuan yang benar, baik untuk mendatangkan manfaat atau menolak bahaya, baik secara langsung maupun di masa depan.

 كَمَا هِيَ الْإِرَادَةُ الْمُتَوَجِّهَةُ تِجَاهَ الْفِعْلِ لِابْتِغَاءِ رِضَا اللَّهِ، أَوِ امْتِثَالِ أَمْرِهِ.

Niat juga merupakan tekad yang mengarahkan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan demi mengharap ridha Allah atau dalam rangka menjalankan perintah-Nya. 

وَالْمُسْلِمُ إِذْ يَعْتَقِدُ أَنَّ الْعَمَلَ الْمُبَاحَ يَنْقَلِبُ بِحُسْنِ النِّيَّةِ طَاعَةً ذَاتَ أَجْرٍ وَمَثُوبَةٍ، وَأَنَّ الطَّاعَةَ إِذَا خَلَتْ مِنْ نِيَّةٍ صَالِحَةٍ تَنْقَلِبُ مَعْصِيَةً ذَاتَ وِزْرٍ وَعُقُوبَةٍ؛ لَا يَرَى أَنَّ الْمَعَاصِي تُؤَثِّرُ فِيهَا النِّيَّةُ الْحَسَنَةُ فَتَنْقَلِبُ طَاعَةً،

Seorang Muslim, ketika meyakini bahwa amal yang mubah bisa berubah menjadi ibadah yang berpahala dengan niat yang baik, dan bahwa ibadah yang tidak disertai niat yang benar bisa berubah menjadi maksiat yang mendatangkan dosa dan hukuman, ia juga memahami bahwa maksiat tidak bisa berubah menjadi ketaatan hanya karena niat yang baik.

فَالَّذِي يَغْتَابُ شَخْصًا لِتَطْيِيبِ خَاطِرِ شَخْصٍ آخَرَ هُوَ عَاصٍ لِلَّهِ تَعَالَى آثِمٌ لَا تَنْفَعُهُ نِيَّتُهُ الْحَسَنَةُ فِي نَظَرِهِ،

Maka seseorang yang menggunjing orang lain demi menyenangkan hati orang lain tetaplah seorang pendosa di hadapan Allah, dan niat baiknya tidak akan menyelamatkannya dari dosa.

وَالَّذِي يَبْنِي مَسْجِدًا بِمَالٍ حَرَامٍ لَا يُثَابُ عَلَيْهِ،

Begitu pula seseorang yang membangun masjid dengan harta haram, ia tidak akan mendapatkan pahala atas perbuatannya.

وَالَّذِي يَحْضُرُ حَفَلَاتِ الرَّقْصِ وَالْمُجُونِ، أَوْ يَشْتَرِي أَوْرَاقَ (الْيَانَصِيبِ) بِنِيَّةِ تَشْجِيعِ الْمَشَارِيعِ الْخَيْرِيَّةِ، أَوْ لِفَائِدَةِ جِهَادٍ وَنَحْوِهِ، هُوَ عَاصٍ لِلَّهِ تَعَالَى آثِمٌ مَأْزُورٌ غَيْرُ مَأْجُورٍ،

Seseorang yang menghadiri acara tarian dan hiburan maksiat, atau membeli tiket lotere (undian berhadiah) dengan alasan untuk mendukung proyek amal atau membantu perjuangan, tetaplah seorang pendosa di hadapan Allah dan tidak akan mendapatkan pahala.

وَالَّذِي يَبْنِي الْقِبَابَ عَلَى قُبُورِ الصَّالِحِينَ، أَوْ يَذْبَحُ لَهُمُ الذَّبَائِحَ، أَوْ يَنْذُرُ لَهُمُ النُّذُورَ بِنِيَّةِ مَحَبَّةِ الصَّالِحِينَ هُوَ عَاصٍ لِلَّهِ تَعَالَى آثِمٌ عَلَى عَمَلِهِ، وَلَوْ كَانَتْ نِيَّتُهُ صَالِحَةً كَمَا يَرَاهَا؛

Demikian pula, seseorang yang membangun kubah di atas makam orang saleh, menyembelih hewan untuk mereka, atau bernazar untuk mereka dengan niat mencintai orang-orang saleh, tetaplah seorang pendosa dan berdosa atas perbuatannya, meskipun ia menganggap niatnya baik.

إِذْ لَا يَنْقَلِبُ بِالنِّيَّةِ الصَّالِحَةِ طَاعَةً إِلَّا مَا كَانَ مُبَاحًا مَأْذُونًا فِي فِعْلِهِ فَقَطْ، أَمَّا الْمُحَرَّمُ فَلَا يَنْقَلِبُ طَاعَةً بِحَالٍ مِنَ الْأَحْوَالِ.

Sebab, sesuatu yang haram tidak akan pernah berubah menjadi ketaatan hanya karena niat yang baik. Yang bisa berubah menjadi ibadah dengan niat yang baik hanyalah sesuatu yang mubah dan diperbolehkan dalam syariat. Adapun sesuatu yang haram, maka ia tidak akan pernah berubah menjadi ketaatan dalam keadaan apa pun.

 


Penutup Kajian


Seorang Muslim harus selalu memperhatikan niatnya dalam setiap amal. Amal yang dilakukan tanpa niat atau dengan niat yang tidak baik bisa menjadi sia-sia. Niat merupakan ruh dari amal dan penentu sah atau batalnya. Amal yang baik tanpa niat bisa menjadi riya’ dan amal yang buruk tidak bisa menjadi baik hanya karena niatnya.

Wallahu a’lam.

 

  


Pelajaran Penting dari Kajian ini


Pelajaran penting dari kajian tentang Adab Niat ini dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Pentingnya Niat dalam Setiap Perbuatan

  • Niat merupakan inti dari setiap amal, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
  • Amal akan dinilai berdasarkan niatnya, apakah itu bernilai ibadah atau hanya sekadar kebiasaan.

2. Dalil-dalil yang Menunjukkan Keutamaan Niat

  • Al-Qur’an menegaskan bahwa ibadah harus dilaksanakan dengan ikhlas hanya untuk Allah (QS. Al-Bayyinah: 5, QS. Az-Zumar: 11).
  • Hadis Nabi ﷺ: "Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan."
  • Allah melihat hati dan niat seseorang lebih dari sekadar bentuk fisik atau kekayaan duniawi.

3. Niat yang Baik Memberi Pahala Walaupun Tidak Mampu Melaksanakan Amal

  • Jika seseorang berkeinginan melakukan kebaikan tetapi terhalang oleh keadaan, ia tetap mendapatkan pahala karena niatnya.
  • Contoh: Orang yang berniat berjihad tetapi terhalang karena uzur, ia tetap mendapatkan pahala seperti mujahid.

4. Niat yang Buruk Bisa Menjerumuskan ke dalam Dosa

  • Orang yang berniat membunuh meskipun ia terbunuh, tetap dianggap berdosa.
  • Seseorang yang menikah atau berutang dengan niat tidak menunaikannya, maka ia berdosa dan akan bertemu Allah dalam keadaan sebagai pezina atau pencuri.

5. Niat Tidak Bisa Mengubah yang Haram Menjadi Halal

  • Amal yang haram tidak akan berubah menjadi amal saleh hanya karena niat yang baik.
  • Contoh:
    • Menggunjing seseorang untuk menyenangkan hati orang lain tetap haram.
    • Membangun masjid dari harta haram tidak mendapat pahala.
    • Membeli lotre (judi) dengan niat mendukung kegiatan sosial tetap haram.
    • Beribadah dengan cara yang menyimpang, seperti menyembelih hewan untuk orang mati, tetap termasuk kesyirikan meskipun niatnya baik.

6. Niat Bukan Sekadar Ucapan, tetapi Tekad dalam Hati

  • Niat bukan hanya mengucapkan "Saya niat..." tetapi merupakan dorongan hati untuk melakukan amal dengan tujuan tertentu.
  • Niat harus lurus, yaitu untuk mencari ridha Allah, bukan sekadar mengharap dunia atau pujian manusia.

Kesimpulan:

  • Seorang Muslim harus selalu memperbaiki niatnya agar setiap amalnya diterima oleh Allah.
  • Amal tanpa niat yang benar tidak memiliki nilai ibadah.
  • Tidak semua niat baik menghasilkan amal baik, karena yang haram tetap haram meskipun diniatkan untuk kebaikan.
  • Pentingnya selalu memurnikan niat dalam setiap perbuatan, baik yang besar maupun yang kecil.

Kajian ini mengajarkan bahwa niat adalah ruh dari amal, dan tanpanya, amal bisa sia-sia atau bahkan berubah menjadi dosa. Maka, seorang Muslim harus selalu meluruskan niatnya hanya untuk Allah.




Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers