Hadits: Allah Mengijabah Semua Doa

Bismillahirrahmanirrahim. 

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat iman, nikmat kesehatan, dan kesempatan untuk berkumpul dalam majelis ilmu ini. Semoga salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, suri tauladan kita, yang senantiasa menunjukkan jalan yang benar bagi umatnya.

Jamaah yang dirahmati Allah,

Di tengah kehidupan yang serba cepat dan penuh tekanan hari ini, tidak sedikit di antara kita yang mulai kehilangan semangat dalam berdoa. Banyak orang mengeluh, “Sudah lama saya berdoa, tapi kenapa belum juga dikabulkan?” atau berkata, “Saya sudah capek berdoa, rasanya percuma.” Sikap seperti ini, jika tidak diluruskan, bisa melahirkan prasangka buruk kepada Allah dan bahkan menyebabkan seseorang menjauh dari ibadah yang mulia ini.

Padahal, doa adalah senjata orang beriman, penghubung langsung antara hamba dengan Rabb-nya, dan salah satu bentuk penghambaan yang paling agung. Namun sayangnya, di masyarakat kita, doa seringkali dianggap sebagai pilihan terakhir, bukan prioritas pertama. Bahkan ada pula yang berdoa, tapi hatinya kosong dari keyakinan—berdoa hanya sebagai formalitas atau rutinitas.

Di sinilah urgensi hadits yang akan kita bahas hari ini:

«اُدْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ»

"Berdoalah kepada Allah, dan kalian dalam keadaan yakin akan dikabulkan."

Hadits ini bukan hanya mengajarkan tentang pentingnya doa, tetapi menggarisbawahi kondisi hati saat berdoa—bahwa keyakinan dalam hati adalah kunci utama terkabulnya permohonan. Tanpa keyakinan, doa menjadi lemah dan kehilangan ruhnya. Maka, memahami hadits ini adalah langkah awal untuk memperbaiki cara kita berdoa, sekaligus menjaga hubungan spiritual yang erat dengan Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā.

Melalui kajian ini, mari kita hidupkan kembali semangat untuk berdoa, memperbaiki adab kita saat memohon kepada Allah, dan menanamkan keyakinan penuh bahwa setiap doa yang kita panjatkan tidak akan sia-sia. Karena Allah tidak pernah ingkar janji, dan Dia Maha Tahu waktu terbaik untuk memberi.

Mari kita mengkaji 2 hadits berikut ini: 



Hadits 1:

Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

مَا عَلَى الأرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُو الله تَعَالَى بِدَعْوَةٍ إِلاَّ آتَاهُ اللهُ إيَّاها ، أَوْ صَرفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ، مَا لَمْ يَدْعُ بإثْمٍ ، أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ )) ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ القَومِ : إِذاً نُكْثِرُ قَالَ : (( اللهُ أكْثَرُ ))

“Tidaklah di atas bumi, seorang muslim berdoa kepada Allah dengan satu doa, kecuali Allah pasti memberikannya kepadanya, atau Allah menghindarkannya dari kejelekan yang sebanding dengan doanya, selama dia tidak berdoa untuk berbuat dosa. atau memutuskan silaturahmi.” Lalu seseorang berkata, “Kalau begitu, kita akan memperbanyak doa.” Rasulullah bersabda, “Allah lebih banyak memberi (dari apa yang kamu minta).” (HR. Tirmidzi, no. 3573).  


Arti dan Penjelasan Per Kalimat Hadits ke-1


مَا عَلَى الأرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُو الله تَعَالَى بِدَعْوَةٍ

Tidak ada seorang Muslim pun di atas bumi ini yang berdoa kepada Allah Ta‘ala dengan suatu doa...

Ungkapan ini menunjukkan keumuman dan keluasan kasih sayang Allah. Kalimat ini diawali dengan bentuk penafian universal مَا dan diikuti dengan مُسْلِمٌ،  yang menandakan bahwa selama dia seorang Muslim—yakni seorang yang mengesakan Allah dan tunduk kepada-Nya—maka doanya pasti akan mendapat perhatian khusus dari Allah, tanpa melihat status, tempat, atau keadaannya.

Ini mengajarkan bahwa setiap hamba punya akses langsung kepada Rabb-nya, dan setiap doa yang tulus adalah bentuk ibadah yang diperhitungkan. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
﴿ وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ﴾
Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. (QS. Ghafir: 60)


إِلَّا آتَاهُ اللهُ إِيَّاهَا

melainkan Allah akan memberinya (jawaban atas doa) itu.

Ungkapan ini mengandung janji Allah bahwa doa seorang Muslim tidak akan sia-sia, bahkan pasti akan diberikan sebagaimana yang diminta jika memenuhi syarat-syaratnya.

Ini menjadi penguat bahwa doa bukan sekadar harapan kosong, tetapi sebuah komunikasi serius antara hamba dan Tuhannya, yang berujung pada pemberian nyata atau bentuk kebaikan lain.

Bila doa itu memang sesuai dengan maslahat dan waktunya tepat, maka Allah akan mengabulkannya sebagaimana diminta.

Ini juga mengajarkan agar kita selalu berprasangka baik bahwa doa kita diperhatikan dan didengar oleh Allah.


أَوْ صَرَفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا

atau Allah akan menolak darinya keburukan yang sepadan dengan doanya itu.

Jika Allah tidak mengabulkan doa secara langsung, maka balasannya beralih bentuk menjadi perlindungan dari keburukan yang mungkin akan menimpa seseorang.

Keburukan itu bisa berupa musibah, penyakit, kesusahan, atau gangguan yang tidak tampak. Ini menunjukkan bahwa doa selalu bermanfaat, entah dalam bentuk pemberian atau perlindungan.

Allah, dengan hikmah-Nya, memilihkan bentuk terbaik dari jawaban doa. Sebagaimana firman-Nya:
﴿ وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ﴾
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. (QS. Al-Baqarah: 216)


مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ، أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ

selama dia tidak berdoa dengan dosa atau permintaan memutuskan tali silaturahmi.

Inilah dua penghalang utama terkabulnya doa.

 Pertama adalah بِإِثْمٍ yaitu permintaan untuk sesuatu yang berdosa, seperti meminta bantuan untuk berbuat zalim atau maksiat.

Kedua, قَطِيعَةِ رَحِمٍ yaitu permintaan yang bertujuan untuk memutus hubungan kekerabatan, seperti meminta keburukan untuk keluarga atau menyebabkan pertengkaran antar saudara.

Hadits ini mengingatkan bahwa niat dan isi doa harus bersih dan sesuai syariat, karena Allah tidak akan mengabulkan sesuatu yang bertentangan dengan kasih sayang dan keadilan-Nya. Ini selaras dengan hadits:
«اُدْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ»
Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan. (HR. Tirmidzi)


فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ القَومِ: إِذًا نُكْثِرُ

Lalu seorang dari mereka berkata: Kalau begitu, kami akan memperbanyak doa.

Ucapan sahabat ini menunjukkan semangat dan pemahaman yang tepat bahwa jika doa pasti dikabulkan dalam bentuk apa pun, maka itu adalah peluang emas yang tidak boleh dilewatkan.

Mereka ingin memperbanyak doa karena tahu bahwa semua doa akan menghasilkan manfaat: dikabulkan, disimpan, atau jadi pelindung.

Ini mencerminkan sikap cerdas dalam memanfaatkan rahmat Allah dan semangat ibadah para sahabat Nabi yang patut diteladani.


قَالَ: اللهُ أَكْثَرُ

Beliau (Nabi ) bersabda: Allah lebih banyak (memberi dari apa yang kalian minta).

Jawaban Nabi menunjukkan bahwa rahmat dan pemberian Allah tidak terbatas, bahkan lebih luas dari semua permintaan hamba-Nya.

Jangan takut untuk meminta terlalu banyak, karena Allah tidak akan pernah kehabisan karunia.

Kalimat ini adalah dorongan untuk memperbanyak doa, dengan keyakinan bahwa Allah Maha Pemurah dan Maha Luas pemberian-Nya. Firman Allah:
﴿ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ ﴾
Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Baqarah: 105)

 

 


Hadits 2:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو اللَّهَ بِدُعَاءٍ إِلَّا اسْتُجِيبَ لَهُ، فَإِمَّا أَنْ يُعَجَّلَ لَهُ فِي الدُّنْيَا، وَإِمَّا أَنْ يُدَّخَرَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يُكَفَّرَ عَنْهُ مِنْ ذُنُوبِهِ بِقَدْرِ مَا دَعَا، مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ أَوْ يَسْتَعْجِلْ.
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسْتَعْجِلُ؟ قَالَ: يَقُولُ: دَعَوْتُ رَبِّي فَمَا اسْتَجَابَ لِي.

Artinya:

Tidak ada seorang pun laki-laki yang berdoa kepada Allah dengan suatu doa kecuali doa itu dikabulkan untuknya, baik disegerakan baginya di dunia, disimpan untuknya di akhirat, atau dihapuskan dari dosa-dosanya sebesar apa yang ia doakan, selama ia tidak berdoa untuk dosa, pemutusan rahim (silaturahmi), atau ia tergesa-gesa.”

Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang tergesa-gesa?”
Beliau menjawab, “Dia berkata: ‘Aku telah berdoa kepada Rabbku, tetapi Dia tidak mengabulkan doaku.

Diriwayatkan oleh Muslim (2735) dengan lafaz yang serupa, oleh At-Tirmidzi (3604) dengan lafaz ini, dan oleh Ahmad (9148) dalam bentuk ringkas.

  

Mp3: https://t.me/mp3qhn/213


Arti dan Penjelasan Per Kalimat Hadits ke-2


مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو اللَّهَ بِدُعَاءٍ إِلَّا اسْتُجِيبَ لَهُ

Tidaklah seorang berdoa kepada Allah dengan suatu doa, melainkan akan dikabulkan baginya.

Hadits ini menunjukkan jaminan Allah dalam mengabulkan doa setiap hamba-Nya.

Kata مَا مِنْ رَجُلٍ bersifat umum, mencakup siapa pun dari kalangan Muslim yang berdoa. Syaratnya hanya satu: dia berdoa.

Kata إِلَّا اسْتُجِيبَ لَهُ bermakna bahwa tidak ada doa yang sia-sia—semuanya pasti mendapatkan balasan atau pengaruh positif dari sisi Allah, walaupun bentuknya mungkin berbeda dari yang diminta.

Ini mengajarkan kita untuk yakin bahwa doa bukan ritual kosong, melainkan sarana aktif untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian Allah.


فَإِمَّا أَنْ يُعَجَّلَ لَهُ فِي الدُّنْيَا

Maka bisa jadi doanya disegerakan di dunia.

Penjelasan ini menjelaskan bentuk pertama dari jawaban doa, yaitu dikabulkan secara langsung dan cepat dalam kehidupan dunia.

Ini bisa dalam bentuk rezeki, kesembuhan, pertolongan, atau permintaan lainnya yang nyata terlihat.

Namun, tidak semua doa harus dikabulkan dengan cara ini. Ketika hal itu terjadi, maka itu adalah karunia langsung dari Allah yang harus disyukuri. Allah memberikan apa yang diminta, sesuai dengan hikmah dan kebaikan bagi hamba-Nya.


وَإِمَّا أَنْ يُدَّخَرَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ

Atau disimpan untuknya di akhirat.

Ini adalah bentuk pengabulan doa yang lebih besar dan abadi, yakni balasan yang ditunda hingga akhirat.

Mungkin di dunia seseorang tidak melihat permintaannya terkabul, tetapi ternyata pahala dan kebaikan dari doanya itu ditabung untuknya di akhirat sebagai balasan yang jauh lebih baik.

Ini adalah bentuk rahmat Allah yang melihat apa yang lebih bermanfaat bagi hamba-Nya secara kekal.

Allah mengetahui bahwa sebagian hal yang kita minta di dunia bisa jadi berbahaya bagi kita, maka Dia menggantinya dengan pahala akhirat.


وَإِمَّا أَنْ يُكَفَّرَ عَنْهُ مِنْ ذُنُوبِهِ بِقَدْرِ مَا دَعَا

Atau dihapuskan dari dosa-dosanya sebesar kadar doanya.

Ini adalah bentuk ketiga dari dikabulkannya doa: pengampunan dosa sebagai ganti dari permintaan.

Kadang Allah tidak memberi secara duniawi atau menunda hingga akhirat, tetapi Dia menghapuskan dosa-dosa hamba-Nya sebagai ganti dari usaha dan harapan dalam doanya.

Ini sangat berharga karena ampunan dosa adalah nikmat terbesar yang bisa membebaskan dari siksa akhirat. Doa dalam hal ini menjadi sarana pensucian jiwa dan penghapus kesalahan.


مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ أَوْ يَسْتَعْجِلْ

Selama tidak berdoa dengan dosa, atau permintaan memutuskan silaturahmi, atau tergesa-gesa.

Hadits ini menjelaskan syarat terkabulnya doa, yaitu harus bersih dari tiga penghalang utama:

Doa yang berisi dosa (إِثْم), seperti mendoakan celaka untuk orang yang tidak bersalah, atau meminta hal yang haram.

Doa yang bertujuan memutuskan hubungan keluarga (قَطِيعَةِ رَحِمٍ), seperti minta agar hubungan saudara rusak atau ada pertengkaran.

Tergesa-gesa (يَسْتَعْجِلْ), yaitu merasa Allah lambat dalam mengabulkan doa lalu berhenti berdoa.

Ketiganya menjadi penghalang utama bagi terkabulnya doa. Karenanya, niat dan adab dalam berdoa sangat menentukan hasilnya.


قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسْتَعْجِلُ؟

Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang bisa tergesa-gesa?

Pertanyaan para sahabat menunjukkan keingintahuan mereka dalam menjaga adab berdoa, serta ketelitian mereka dalam memahami batasan dan larangan.

Ini juga menunjukkan bahwa tergesa-gesa dalam doa bukan sekadar soal waktu, tetapi soal sikap hati dan cara pandang terhadap Allah.

Sahabat bertanya dengan adab dan keinginan untuk memperbaiki diri, yang menunjukkan pentingnya ilmu dalam beribadah.


قَالَ: يَقُولُ: دَعَوْتُ رَبِّي فَمَا اسْتَجَابَ لِي

Beliau bersabda: Dia berkata, 'Aku sudah berdoa kepada Tuhanku, tetapi Dia tidak mengabulkannya untukku.'

Inilah bentuk tergesa-gesa yang terlarang, yaitu berprasangka buruk kepada Allah dan merasa kecewa karena doa belum terkabul.

Kalimat ini mencerminkan sikap tidak sabar dan kurang yakin pada hikmah serta waktu Allah.

Rasulullah memperingatkan agar kita tidak terburu-buru menilai hasil doa, karena Allah tahu waktu terbaik untuk memberi. Doa adalah ibadah, dan hasilnya bukan di tangan kita, tapi Allah.

Dalam Al-Qur’an disebutkan:
﴿ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ ﴾

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang sabar. (QS. Ali 'Imran: 146)  


Syarah Hadits


الدُّعاءُ هوَ العِبادةُ
Doa adalah ibadah.

واللهُ سُبحانَهُ وتَعالى يُحِبُّ أنْ يَدْعُوَهُ عِبادُهُ
Dan Allah, Mahasuci dan Mahatinggi, mencintai hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya.

ومَن وُفِّقَ إلى الدُّعاءِ فلا يَستَعْجِلِ الإجابةَ
Dan barang siapa yang diberi taufik untuk berdoa, maka janganlah ia tergesa-gesa dalam meminta jawaban.

بَلْ عليهِ أنْ يَثِقَ باللهِ سُبحانَهُ
Namun, hendaknya ia percaya kepada Allah, Mahasuci Dia.

ويَعلَمَ أنَّهُ يُريدُ لهُ الخَيْرَ سَواءً بِتَعْجيلِ الإجابةِ أوْ بِتَأخيرِها
Dan mengetahui bahwa Dia menghendaki kebaikan baginya, baik dengan menyegerakan jawaban ataupun menunda jawaban tersebut.

وفي هذا الحَديثِ يَقولُ أبو هُريرةَ رَضِيَ اللهُ عَنهُ
Dan dalam hadis ini, Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:

"ما مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو اللهَ بِدُعاءٍ"
"Tidak ada seorang pun yang berdoa kepada Allah dengan suatu doa."

أي: يَسْأَلُ ويَطْلُبُ مِنَ اللهِ مَسْأَلةً
Yakni, memohon dan meminta sesuatu kepada Allah.

"إلَّا اسْتُجِيبَ لَهُ"
"Kecuali akan dikabulkan baginya."

أي: إلَّا أَعْطاهُ اللهُ ما سَأَلَ ودَعا بِهِ
Yakni, Allah memberikan apa yang ia minta dan ia doakan.

"فإمَّا أنْ يُعَجِّلَ لَهُ"
"Maka mungkin disegerakan baginya."

أي: فإمَّا أنْ تُعَجَّلَ لَهُ إجابةُ دُعائِهِ في الدُّنيا مِنْ دَفْعِ البَلاءِ
Yakni, jawaban doanya disegerakan di dunia berupa dijauhkan dari bala.

"وإمَّا أنْ يُدَّخَرَ لَهُ"
"Atau disimpan baginya."

في الآخِرَةِ مِنَ الثَّوابِ والفَضْلِ والأَجْرِ والمَنازِلِ العالِيَةِ في الجَنَّةِ
Di akhirat berupa pahala, keutamaan, ganjaran, dan kedudukan tinggi di surga.

"وإمَّا أنْ يُكَفَّرَ عَنْهُ مِنْ ذُنُوبِهِ بِقَدَرِ ما دَعا"
"Atau dihapuskan darinya sebagian dosa sesuai kadar doanya."

أي: يَغْفِرَ لَهُ آثامَهُ ومَعاصِيَهُ بِقَدَرِ ما دَعا
Yakni, dosa-dosa dan maksiatnya diampuni sesuai kadar doa yang ia panjatkan.

وذلكَ أنَّهُ إذا "لَمْ يَدْعُ"
Hal itu, selama ia tidak berdoa.

أي: يَكُنْ دُعاؤُهُ "بِإثْمٍ"
Yakni, doanya tidak berupa dosa.

أي: أنْ يَكُونَ دُعاؤُهُ فيهِ مَعْصِيَةٌ وظُلْمٌ
Yakni, doanya mengandung maksiat dan kezaliman.

"أوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ"
"Atau pemutusan silaturahmi."

بأنْ يَكُونَ الدُّعاءُ بِهِ هَجْرٌ لِقَرابَتِهِ أوْ يَدْعُو اللهَ تَعالى بِما فيهِ قَطِيعَةٌ مِنْ والِدَيْهِ وأَرْحامِهِ
Yakni, doanya mengandung permusuhan terhadap kerabatnya atau meminta kepada Allah sesuatu yang mengandung pemutusan hubungan dengan kedua orang tua dan kerabatnya.

وهوَ داخِلٌ في عُمومِ الإثمِ المَذْكورِ قَبْلَهُ
Hal ini termasuk dalam keumuman dosa yang telah disebutkan sebelumnya.

ولكِنَّهُ خَصَّهُ بِالذِّكْرِ تَنْبِيهًا على عِظَمِ إثمِ قَطِيعَةِ الرَّحِمِ
Namun, hal ini disebutkan secara khusus untuk menekankan besarnya dosa memutus silaturahmi.

كما قالَ تَعالى: {فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ * أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ} [محمَّد: 22، 23]
Sebagaimana firman Allah: “Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknat Allah, lalu dibuat tuli dan dibutakan penglihatannya.” (Muhammad: 22-23).

فهوَ تَخْصِيصٌ بَعْدَ تَعْمِيمٍ
Maka hal ini adalah pengkhususan setelah keumuman.

فلا يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أنْ يَدْعُوَ بِهَذا النَّوْعِ مِنَ الأدْعِيَةِ
Oleh karena itu, tidak sepantasnya seorang Muslim berdoa dengan doa jenis ini.

لِما فيهِ مِنَ الاعْتِداءِ في الدُّعاءِ المَنْهِيِّ عَنْهُ شَرْعًا
Karena mengandung sikap melampaui batas dalam berdoa, yang dilarang secara syar’i.

ولِما فيهِ القَطِيعَةِ والتَّباغُضِ والتَّدابُرِ المَنْهِيِّ عَنْها كَذلكَ
Serta mengandung pemutusan hubungan, kebencian, dan permusuhan yang juga dilarang.

"أوْ يَسْتَعْجِلْ"
"Atau tergesa-gesa."

فَسَأَلَ الصَّحابَةُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وسَلَّم فَقالُوا: يا رَسُولَ اللهِ، وكَيْفَ يَسْتَعْجِلُ؟
Lalu para sahabat bertanya kepada Nabi , “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang tergesa-gesa?”

فَقالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وسَلَّم: يَقولُ: "دَعَوْتُ رَبِّي فَما اسْتَجابَ لِي"
Maka Nabi bersabda, “Ia berkata: ‘Aku telah berdoa kepada Rabb-ku, tetapi Dia tidak mengabulkannya untukku.’

أي: سَأَلْتُ رَبِّي مَرَّةً ودَعَوْتُهُ كَثِيرًا
Yakni, “Aku telah memohon kepada Rabb-ku sekali dan berdoa kepadanya banyak kali.”

فَيَسْتَبْطِئُ الإجابةَ
Lalu ia merasa jawaban doanya lambat.

وقِيلَ: يَمَلُّ فَيَتْرُكُ الدُّعاءَ
Dan dikatakan: Ia bosan lalu meninggalkan doa.

وفي الحَديثِ: بَيانُ فَضْلِ الدُّعاءِ
Dalam hadis ini terdapat penjelasan tentang keutamaan doa.

وفيهِ: أنَّ الاسْتِجابةَ لِلدُّعاءِ غَيْرُ مُقَيَّدَةٍ بِنُزُولِ المَطْلُوبِ
Dan dalam hadis ini juga, jawaban atas doa tidak terbatas pada terkabulnya permintaan.

فَقَدْ يُكَفَّرُ عَنْهُ بِدَعْوَتِهِ، أوْ يُدَّخَرُ لَهُ في الآخِرَةِ
Karena bisa jadi dosanya dihapuskan melalui doanya, atau disimpan baginya di akhirat.


https://dorar.net/hadith/sharh/36310


Pelajaran dari hadits ini


  

1. Kepastian Doa Dikabulkan oleh Allah

"مَا عَلَى الأرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُو الله تَعَالَى بِدَعْوَةٍ إِلاَّ آتَاهُ اللهُ إيَّاها"

Hadits ini mengajarkan bahwa setiap doa seorang Muslim pasti akan dijawab oleh Allah, tidak ada satu pun doa yang sia-sia. Ini menunjukkan kasih sayang Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Namun, bentuk pengabulan doa bisa berbeda: diberikan langsung, ditunda, atau diganti dengan sesuatu yang lebih baik. Keyakinan akan hal ini mendorong seorang Muslim untuk terus berdoa dan berharap kepada Allah. Dalam Al-Qur'an Allah berfirman:

﴿ وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ﴾

"Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu'" (QS. Ghafir: 60)


2. Doa Bisa Menolak Keburukan

"أَوْ صَرفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا"

Ketika Allah tidak mengabulkan doa secara langsung, bisa jadi Dia menolak keburukan yang sebanding dengan isi doa tersebut. Ini menunjukkan bahwa doa memiliki fungsi perlindungan dari bahaya atau musibah yang tidak kita ketahui. Bahkan saat kita merasa doa belum terjawab, sebenarnya kita bisa saja sedang dilindungi oleh doa itu sendiri. Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda:

« لاَ يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلاَّ الدُّعَاءُ »

"Tidak ada yang bisa menolak takdir kecuali doa." (HR. Tirmidzi)


3. Syarat Diterimanya Doa: Tidak Mengandung Dosa atau Pemutusan Silaturahmi

"مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ ، أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ"

Doa hanya akan diterima jika tidak mengandung unsur dosa, seperti permintaan untuk melakukan kezaliman atau memutuskan hubungan kekerabatan. Ini menunjukkan pentingnya menjaga kebersihan hati dan niat dalam berdoa, serta menjadikan doa sebagai sarana memperbaiki hubungan sosial, bukan merusaknya. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

﴿ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ ﴾

"Sesungguhnya Allah tidak akan memperbaiki amal orang-orang yang membuat kerusakan." (QS. Yunus: 81)


4. Allah Memberi Lebih Banyak dari Apa yang Diminta

"فَقَالَ رَجُلٌ : إِذًا نُكْثِرُ، قَالَ : اللهُ أَكْثَرُ"

Ketika seorang sahabat menyadari besarnya keutamaan doa dan berkata akan memperbanyaknya, Nabi menjawab bahwa Allah lebih banyak (pemberian-Nya tidak terbatas). Ini menegaskan bahwa karunia Allah tidak pernah habis dan tidak akan habis oleh permintaan hamba-Nya. Maka perbanyaklah doa tanpa rasa malu. Firman Allah dalam Al-Qur’an:

﴿ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ ﴾

"Dan Allah memiliki karunia yang besar." (QS. Al-Baqarah: 105)


5. Doa Dikabulkan dalam Salah Satu dari Tiga Bentuk

"فَإِمَّا أَنْ يُعَجَّلَ لَهُ فِي الدُّنْيَا، وَإِمَّا أَنْ يُدَّخَرَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يُكَفَّرَ عَنْهُ مِنْ ذُنُوبِهِ"

Allah menjawab doa dalam tiga bentuk: dikabulkan langsung di dunia, disimpan untuk akhirat, atau dijadikan penghapus dosa. Ini menunjukkan rahmat Allah dalam bentuk yang mungkin tidak kita pahami secara langsung, dan mengajarkan agar tidak memandang doa hanya sebagai sarana memenuhi keinginan duniawi, tapi juga untuk kebaikan akhirat dan pengampunan. Hadits Nabi:

« مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا »

Tidaklah seorang Muslim berdoa dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa dan tidak pula (permintaan) memutuskan tali silaturahmi, melainkan Allah akan memberinya salah satu dari tiga hal: bisa jadi doanya segera dikabulkan, atau disimpan untuknya di akhirat, atau Dia hindarkan darinya keburukan yang semisal dengan (doanya tersebut)

 (HR. Ahmad No. 11133)


6. Larangan Tergesa-gesa dalam Berdoa

"مَا لَمْ... يَسْتَعْجِلْ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسْتَعْجِلُ؟ قَالَ: يَقُولُ: دَعَوْتُ رَبِّي فَمَا اسْتَجَابَ لِي"

Salah satu penghalang terkabulnya doa adalah sikap tergesa-gesa, merasa doa belum dikabulkan lalu menyerah. Doa membutuhkan kesabaran dan keyakinan akan janji Allah. Jangan pernah berputus asa, karena bisa jadi waktu pengabulannya sedang ditunda untuk kebaikan. Dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan:

﴿ إِنَّهُ لاَ يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ ﴾

"Sesungguhnya tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir." (QS. Yusuf: 87)

7. Doa sebagai Bentuk Penghambaan dan Ketundukan

Hadits ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa berdoa bukan hanya meminta, tapi adalah bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah. Ini adalah pengakuan bahwa hanya Allah yang mampu mengabulkan harapan, dan tidak ada daya dan upaya selain dengan pertolongan-Nya. Dalam hadits disebutkan:

« الدعاء هو العبادة »

"Doa itu adalah ibadah." (HR. Tirmidzi)


8. Mendorong untuk Terus Istiqamah Berdoa

Kandungan hadits juga mengajarkan bahwa doa bukan hanya sekali dua kali, tapi merupakan amalan berkelanjutan. Bahkan ketika belum terlihat hasilnya, seorang Muslim dianjurkan terus mengulang dan memperbanyak doa. Ini adalah tanda keimanan dan sikap tawakkal yang tinggi kepada Allah. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

﴿ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ﴾

"Sesungguhnya mereka itu selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas." (QS. Al-Anbiya: 90)


9. Meningkatkan Optimisme dan Husnuzan kepada Allah

Hadits ini juga secara tidak langsung menumbuhkan sikap optimis dan berbaik sangka kepada Allah. Meskipun pengabulan doa belum terlihat, tetap yakin bahwa Allah akan memberikan yang terbaik. Dalam hadits qudsi, Allah berfirman:

أَنَا عِندَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، فَلْيَظُنَّ بِي مَا شَاءَ

"Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, maka hendaklah ia berprasangka kepada-Ku sebagaimana ia kehendaki." (HR. Ahmad)

 


Penutup Kajian


Hadirin yang dirahmati Allah,

Hadits pertama, yang diriwayatkan oleh ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, menyatakan bahwa setiap doa seorang Muslim tidak akan sia-sia. Allah pasti akan mengabulkan doa tersebut, atau jika tidak, Allah akan menghindarkan kita dari keburukan yang setara dengan apa yang kita doakan. Ini adalah janji Allah yang penuh kasih sayang kepada umat-Nya, asalkan doa itu tidak mengandung unsur dosa atau pemutusan silaturahmi.

Kemudian, dalam hadits kedua yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah menjelaskan bahwa setiap doa pasti akan diijabah, namun jawabannya bisa datang dalam tiga bentuk: pertama, Allah segera mengabulkan doa itu di dunia; kedua, Allah menyimpan pahala dan mengabulkannya di akhirat; atau ketiga, doa tersebut menghapuskan dosa-dosa kita. Ini menunjukkan betapa luasnya rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, bahkan doa yang tidak terjawab dalam bentuk yang kita inginkan sekalipun, tetap memberi manfaat besar bagi kita.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Melalui kedua hadits ini, kita diajarkan untuk tidak pernah putus asa dalam berdoa, serta untuk selalu bersabar dan yakin bahwa Allah pasti mendengar setiap doa kita. Mungkin kita tidak selalu mendapatkan jawaban sesuai dengan harapan, tetapi yakinlah bahwa setiap doa memiliki hikmah yang besar dan Allah tahu apa yang terbaik untuk kita, baik di dunia maupun di akhirat.

Mari kita perbanyak doa, dan bersabar dalam menunggu jawaban dari Allah. 

Semoga kajian ini memberikan pencerahan bagi kita semua tentang betapa besar kekuatan doa dan bagaimana kita dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.

Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah kepada kita semua agar dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh pada hari ini. Aamiin. 

Kita tutup dengan doa kafaratul majelis: 

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

 

  


Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa harakat



الدعاء هو العبادة، والله سبحانه وتعالى يحب أن يدعوه عباده، ومن وفق إلى الدعاء فلا يستعجل الإجابة، بل عليه أن يثق بالله سبحانه، ويعلم أنه يريد له الخير سواء بتعجيل الإجابة أو بتأخيرها.
وفي هذا الحديث يقول أبو هريرة رضي الله عنه: "ما من رجل يدعو الله بدعاء"، أي: يسأل ويطلب من الله مسألة "إلا استجيب له"، أي: إلا أعطاه الله ما سأل ودعا به؛ "فإما أن يعجل له"، أي: فإما أن تعجل له إجابة دعائه في الدنيا من دفع البلاء، "وإما أن يدخر له" في الآخرة من الثواب والفضل والأجر والمنازل العالية في الجنة، "وإما أن يكفر عنه من ذنوبه بقدر ما دعا"، أي: يغفر له آثامه ومعاصيه بقدر ما دعا؛ وذلك أنه إذا "لم يدع"، أي: يكن دعاؤه "بإثم"، أي: أن يكون دعاؤه فيه معصية وظلم، "أو قطيعة رحم"، بأن يكون الدعاء به هجر لقرابته أو يدعو الله تعالى بما فيه قطيعة من والديه وأرحامه، وهو داخل في عموم الإثم المذكور قبله، ولكنه خصصه بالذكر تنبيها على عظم إثم قطيعة الرحم، كما قال تعالى: {فهل عسيتم إن توليتم أن تفسدوا في الأرض وتقطعوا أرحامكم * أولئك الذين لعنهم الله فأصمهم وأعمى أبصارهم} [محمد: 22، 23]؛ فهو تخصيص بعد تعميم؛ فلا ينبغي للمسلم أن يدعو بهذا النوع من الأدعية؛ لما فيه من الاعتداء في الدعاء المنهي عنه شرعا، ولما فيه القطيعة والتباغض والتدابر المنهي عنها كذلك، "أو يستعجل"، فسأل الصحابة النبي صلى الله عليه وسلم فقالوا: يا رسول الله، وكيف يستعجل؟ فقال النبي صلى الله عليه وسلم: يقول: "دعوت ربي فما استجاب لي"، أي: سألت ربي مرة ودعوته كثيرا، فيستبطئ الإجابة، وقيل: يمل فيترك الدعاء.
وفي الحديث: بيان فضل الدعاء.
وفيه: أن الاستجابة للدعاء غير مقيدة بنزول المطلوب؛ فقد يكفر عنه بدعوته، أو يدخر له في الآخرة.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers