بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Di zaman sekarang ini, kita menyaksikan betapa banyak orang yang mengalami kesulitan ekonomi, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Ketika mereka membutuhkan dana mendesak, bukan kasih sayang yang mereka temukan, melainkan bunga pinjaman, tekanan cicilan, bahkan jerat riba yang mencekik. Ironisnya, hal itu justru datang dari sesama manusia yang seharusnya bisa menjadi tempat bersandar, terutama dari kalangan Muslim sendiri.
Permasalahan ini muncul karena mulai terkikisnya budaya tolong-menolong secara ikhlas di antara sesama Muslim. Padahal, dalam ajaran Islam, membantu saudara yang kesulitan bukan hanya menjadi bentuk solidaritas sosial, tetapi juga merupakan bentuk ibadah yang besar nilainya. Salah satunya adalah dengan memberikan pinjaman atau qard hasan tanpa syarat keuntungan duniawi.
Inilah yang menjadikan hadits yang akan kita kaji hari ini sangat penting dan relevan. Rasulullah ﷺ bersabda:
"ما من مسلم يُقرض مسلمًا قرضًا مرتين إلا كان كصدقتها مرةً"
(Tidaklah seorang Muslim memberi pinjaman kepada Muslim lainnya dua kali, kecuali ia mendapat pahala seperti sedekah senilai pinjaman itu satu kali).
Hadits ini tidak hanya memberikan motivasi spiritual, tetapi juga membangun sistem sosial yang lebih adil, menghindarkan umat dari praktik riba, dan menanamkan etika memberi yang penuh keberkahan.
Maka, kajian ini bertujuan untuk menggali makna yang dalam dari sabda Nabi ﷺ tersebut, agar kita semua menyadari betapa besar keutamaannya, serta terdorong untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami hadits ini, kita dapat membangun masyarakat yang saling menanggung beban, memperkuat ukhuwah, dan menciptakan peradaban Islam yang rahmatan lil 'alamin.
Dari
Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلَّا كَانَ
كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً
Tidaklah
seorang muslim meminjamkan muslim lainnya dua kali, kecuali seperti dia bersedekah satu kali.
HR
Ibnu Majah No. 2430.
Mp3:https://t.me/mp3qhn/239
Arti dan Penjelasan Per Kalimat
Perkataan hadits ini diawali dengan ما من مسلم (tidaklah ada seorang Muslim).
Maknanya menunjukkan bentuk penegasan dalam bahasa Arab bahwa pernyataan berikutnya akan berlaku umum bagi siapa saja yang beriman.
Penggunaan kalimat ini memberikan makna keumuman dan penegasan, yakni setiap Muslim, tanpa terkecuali, yang melakukan perbuatan tersebut, akan mendapatkan pahala seperti yang disebutkan.
Ini menunjukkan bahwa Islam mendorong seluruh pemeluknya untuk menjadi pribadi dermawan dan peduli terhadap saudaranya, khususnya dalam hal membantu dalam kesulitan finansial.
Dengan membuka hadits ini dengan kalimat penegasan, Rasulullah ﷺ ingin menanamkan keutamaan amal yang akan beliau sebutkan setelahnya.
Perkataan selanjutnya adalah يُقْرِضُ مُسْلِمًا (yang memberikan pinjaman kepada Muslim lain).
Kata يُقْرِضُ berasal dari akar kata قرض yang bermakna memberi pinjaman.
Memberikan pinjaman dalam Islam adalah bentuk kebaikan yang sangat besar, karena membantu orang yang kesulitan tanpa mengharap keuntungan duniawi.
Perbuatan ini berbeda dari transaksi bisnis biasa karena inti dari pinjaman adalah tolong-menolong, bukan mencari laba.
Adanya syarat bahwa penerima pinjaman adalah Muslim, menunjukkan anjuran kuat untuk menjaga ukhuwah sesama Muslim.
Namun, bukan berarti memberi pinjaman kepada non-Muslim tidak berpahala, tetapi hadits ini lebih menekankan ukhuwah dalam komunitas Islam.
Perkataan selanjutnya adalah قَرْضًا مَرَّتَيْنِ (sebanyak dua kali pinjaman).
Makna dari dua kali di sini menunjukkan pengulangan kebaikan.
Seseorang yang tidak hanya sekali membantu, tetapi dua kali, menunjukkan bahwa ia konsisten dalam kebajikan.
Memberi pinjaman dua kali menunjukkan sikap sabar dan lapang dada, serta semangat untuk terus menjadi penolong bagi saudaranya.
Ini adalah bentuk kebajikan yang berkelanjutan, bukan sekadar bantuan sesaat.
Perkataan terakhir dalam hadits ini adalah إِلَّا كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً (melainkan ia seperti bersedekah senilai pinjaman itu satu kali).
Maknanya, bahwa ganjaran dari memberi pinjaman dua kali disamakan dengan pahala sedekah satu kali.
Padahal dalam pinjaman, harta akan kembali, sedangkan dalam sedekah, harta itu benar-benar diberikan.
Namun demikian, karena memberi pinjaman dua kali membutuhkan ketulusan dan empati, maka Allah menyamakan pahalanya dengan sedekah.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam, niat dan manfaat suatu amal lebih penting daripada bentuknya secara lahir.
Dengan demikian, memberi pinjaman, apalagi berulang kali, dianggap sebagai bentuk sedekah yang sangat utama di sisi Allah.
Syarah Hadits
حَثَّتْ شَريعةُ الإسلامِ الحَكيمةُ على التَّراحُمِ والتَّعاوُنِ على
البِرِّ والتَّقوى
Syariat Islam yang bijaksana menganjurkan kasih sayang dan kerja sama dalam
kebajikan dan takwa.
وأنْ يُنَفِّسَ النَّاسُ عن بعضِهم البعضِ في الكُرباتِ والمُلِّماتِ
Serta agar manusia meringankan kesulitan dan musibah yang menimpa sesama
mereka.
وأمَرَ الطَّرفينِ- الدَّائنَ والمدينَ- بمعرفةِ حقِّ الطَّرَفِ الآخرِ
Dan memerintahkan kedua pihak, baik pemberi utang maupun peminjam, untuk
memahami hak pihak lain.
وفي هذا الحديثِ يُخْبِرُ عبدُ اللهِ بنُ مسعودٍ رضِيَ اللهُ عنه
Dalam hadits ini, Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu mengabarkan.
أنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قال
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ما مِن مُسلمٍ يُقرِضُ مُسلمًا قَرْضًا مرَّتينِ، إلَّا كان كصدَقَتِها
مرَّةً
Tidaklah seorang muslim memberikan pinjaman kepada muslim lainnya dua kali,
kecuali seperti dia bersedekah satu kali.
أي: إذا أقرَضَ مرَّتينِ، كان ذلك كما لو تصدَّقَ على المُقترِضِ مَرَّةً
واحدةً، وله أجرُ الصَّدقةِ
Artinya, jika ia meminjamkan dua kali, itu seolah-olah seperti ia bersedekah
kepada peminjam sekali, dan ia mendapatkan pahala sedekah.
وقد قال اللهُ تعالى
Dan Allah Ta'ala telah berfirman.
{مَنْ
ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا
كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ} [البقرة: 245]
Barangsiapa memberi pinjaman kepada Allah suatu pinjaman yang baik, maka Allah
akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan
Allah menyempitkan dan melapangkan rezeki, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan
(QS Al-Baqarah: 245).
وفيه حَثُّ النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ على الإقراضِ والمُعاونةِ
Dalam hadits ini terdapat anjuran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
memberi pinjaman dan saling membantu.
وقَضاءِ حاجةِ المُسلمِ، وتَفريجِ كُربتِه وسَدِّ فاقتِه
Memenuhi kebutuhan sesama muslim, meringankan kesulitannya, dan mengatasi
kekurangannya.
وقد قال النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في فَضلِ التَّنفيسِ عن
النَّاسِ كما في صَحيحِ مُسلمٍ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda tentang keutamaan meringankan
kesulitan orang lain sebagaimana dalam Shahih Muslim.
مَن نفَّسَ عن مُؤمنٍ كُربةً مِن كُرَبِ الدُّنيا، نفَّسَ اللهُ عنه كُربةً
مِن كُربِ يومِ القِيامةِ، ومَن يسَّرَ على مُعسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عليه في
الدُّنيا والآخِرةِ، ومَن ستَرَ مُسلمًا، ستَرَه اللهُ في الدُّنيا والآخرةِ...،
الحديثَ
Barangsiapa meringankan kesulitan seorang mukmin di dunia, Allah akan
meringankan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan orang
yang kesulitan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Dan
barangsiapa menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia
dan akhirat... (hingga akhir hadits).
ولهذا الحديثِ قِصَّةٌ أورَدَها ابنُ ماجَه عندَ رِوايتِه للحديثِ
Hadits ini memiliki kisah yang disebutkan oleh Ibnu Majah ketika
meriwayatkannya.
كان سُليمانُ بنُ أُذْنانٍ يُقرِضُ عَلقمةَ ألفَ دِرهمٍ إلى عَطائِه
Sulaiman bin Udznan meminjamkan kepada Alqamah seribu dirham hingga waktu
pembayaran gajinya.
فلمَّا خرَجَ عطاؤُه تقاضاها منه واشتَدَّ عليه
Ketika gajinya keluar, ia menagihnya dengan keras.
فقضاه، فكأنَّ عَلقمةَ غضِبَ، فمكَثَ أشهُرًا ثمَّ أتاه
Lalu ia membayarnya, tetapi Alqamah tampak marah. Ia pun beberapa bulan tidak
mendatanginya, lalu kembali menemuinya.
فقال: أقرِضْني ألفَ دِرهمٍ إلى عَطائي، قال: نعمْ، وكَرامةً!
Ia berkata, 'Pinjamkan aku seribu dirham hingga gajiku keluar.' Ia menjawab,
'Ya, dengan senang hati!'
يا أُمَّ عُتبةَ، هلُمِّي تلك الخريطةَ المختومةَ الَّتي عندك
'Wahai Ummu Utbah, bawakan pundi-pundi bersegel yang ada padamu.'
فجاءتْ بها، فقال: أمَّا واللهِ إنَّها لَدَراهمُك الَّتي قَضَيْتني، ما
حرَّكْتُ منها دِرهمًا واحدًا
Lalu ia membawanya, dan berkata, 'Demi Allah, ini adalah dirhammu yang kau
bayarkan kepadaku, tidak ada satu dirham pun yang aku gunakan darinya.'
قال: فللَّهِ أبوكَ! ما حمَلَك على ما فعلْتَ بي؟ قال: ما سمِعْتُ منك
Ia bertanya, 'Demi Allah, mengapa kau melakukan ini padaku?' Ia menjawab,
'Karena sesuatu yang aku dengar darimu.'
قال: ما سمِعْتَ مِنِّي؟ قال: سمِعْتُك تذكُرُ عنِ ابنِ مسعودٍ، أنَّ
النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قال: «ما مِن مُسلِمٍ يُقرِضُ... ثم ذَكَر الحديثَ
Ia berkata, 'Apa yang kau dengar dariku?' Ia menjawab, 'Aku mendengar engkau
menyebutkan dari Ibnu Mas'ud bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidaklah seorang muslim memberikan pinjaman... lalu ia menyebutkan hadits
tersebut.'
وفي الحديثِ: بيانُ فضْلِ القَرضِ مع الصَّبرِ على المُقترِضِ
Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang keutamaan memberi pinjaman dengan
disertai kesabaran terhadap peminjam.
.
Pelajaran dari hadits ini
1. Keumuman Kewajiban Tolong-Menolong Sesama Muslim
Perkataan ما من مسلم (tidaklah ada seorang Muslim) mengandung pelajaran bahwa Islam menyeru kepada setiap individu Muslim untuk mengambil peran dalam membantu saudaranya yang sedang kesulitan, tanpa terkecuali. Dalam konteks muamalah, ini mencerminkan kewajiban kolektif untuk peduli terhadap kondisi ekonomi komunitas Muslim, mencegah riba dan eksploitasi dengan menghadirkan solusi sosial berupa pinjaman tanpa bunga. Dari sisi etika, ini menanamkan nilai kepekaan sosial dan solidaritas. Allah berfirman dalam QS Al-Maidah ayat 2: وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ (Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan).
2. Keutamaan Memberi Pinjaman dalam Islam
Perkataan يُقْرِضُ مُسْلِمًا (yang memberikan pinjaman kepada Muslim lain) menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menekankan pada sedekah, tetapi juga menjunjung tinggi amal sosial berupa pinjaman. Dalam muamalah, pinjaman adalah bentuk akad tabarru’ (saling tolong) yang murni, bukan transaksi komersial. Dari sisi etika, memberi pinjaman menunjukkan empati dan kepercayaan kepada penerima. Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits riwayat Ibnu Majah: مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ لَهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ (Barangsiapa memberi tenggang waktu kepada orang yang kesulitan atau menghapuskan hutangnya, niscaya Allah akan menaunginya dalam naungan-Nya).
3. Konsistensi dalam Membantu Sesama
Perkataan قَرْضًا مَرَّتَيْنِ (sebanyak dua kali pinjaman) mengajarkan pentingnya mengulang amal kebaikan dan tidak merasa cukup dengan satu kali bantuan. Dalam muamalah, ini menumbuhkan iklim keberlanjutan dalam sistem sosial yang adil dan inklusif. Etika yang dibangun dari sini adalah ketekunan dalam berbuat baik, serta kesabaran dalam mendampingi orang yang tengah kesulitan. Konsistensi ini sesuai dengan sabda Nabi ﷺ dalam HR. Muslim: أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ (Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus meskipun sedikit).
4. Pahala Pinjaman Seperti Sedekah
Perkataan إِلَّا كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً (melainkan ia seperti bersedekah senilai pinjaman itu satu kali) menunjukkan betapa besar pahala dari memberi pinjaman, bahkan disamakan dengan sedekah. Padahal dalam sedekah, harta tidak kembali, sedangkan dalam pinjaman, harta kembali. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, pertimbangan pahala tidak semata dilihat dari jumlah yang diberikan, tapi juga dari dampak dan niatnya. Dalam muamalah, ini menjadi insentif spiritual bagi orang-orang yang mau menghindari praktik riba dan tetap membantu. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 245: مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً (Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan balasan kepadanya berlipat ganda).
5. Pinjaman sebagai Bentuk Penghindaran dari Riba
Salah satu pelajaran penting yang tidak disebut secara langsung dalam hadits ini adalah bahwa pinjaman tanpa bunga merupakan solusi praktis dalam sistem muamalah Islam untuk menghindari riba. Dengan memberi pinjaman secara ikhlas, umat Islam dapat membangun sistem ekonomi yang tidak eksploitatif dan menjunjung keadilan. Hal ini selaras dengan QS Al-Baqarah ayat 275: وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا (Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba).
6. Membangun Kepercayaan dan Ikatan Sosial
Memberi pinjaman mengandung nilai etika tinggi karena mencerminkan rasa percaya terhadap kejujuran orang lain. Dalam konteks sosial, tindakan ini mempererat ukhuwah dan menumbuhkan saling pengertian. Rasulullah ﷺ bersabda dalam HR. Muslim: الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ (Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzaliminya dan tidak menyerahkannya kepada orang lain).
7. Mengajarkan Niat dan Keikhlasan dalam Amal Sosial
Hadits ini menekankan bahwa nilai sebuah amal tidak hanya ditentukan oleh bentuknya, tapi juga oleh niat dan kesungguhannya. Pinjaman dua kali bisa berpahala seperti sedekah satu kali karena ada keikhlasan dan niat tulus membantu. Dalam Islam, niat menjadi penentu utama nilai amal. Nabi ﷺ bersabda dalam HR. Bukhari dan Muslim: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ (Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya).
8. Memotivasi Amal Sosial Melalui Pahala
Hadits ini juga menunjukkan strategi Nabi ﷺ dalam memotivasi umat untuk berbuat baik dengan mengabarkan pahala besar dari amal sosial. Dalam muamalah, pendekatan ini memperlihatkan bahwa spiritualitas dan sistem ekonomi Islam berjalan beriringan. Etika Islam memandang bahwa amal kebajikan tidak perlu ditunda jika pahala dan manfaatnya sudah jelas.
9. Penguatan Prinsip Tabarru' dalam Transaksi
Islam membedakan antara akad tabarru’ (tolong-menolong) dan akad tijari (komersial). Pinjaman termasuk dalam akad tabarru’ dan dilarang untuk mengambil manfaat dari harta yang dipinjamkan. Hadits ini memperkuat prinsip tersebut dan memberikan insentif spiritual untuk menunaikannya. Kaidah dalam muamalah disebutkan: كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا (Setiap pinjaman yang mendatangkan manfaat adalah riba).
10. Pendidikan Moral dalam Praktik Ekonomi
Dengan mengangkat amal sosial seperti pinjaman sebagai bagian dari akhlak mulia, hadits ini memberikan pendidikan moral dalam praktik ekonomi. Etika Islam tidak membiarkan ekonomi berjalan bebas tanpa nilai; justru nilai-nilai moral adalah fondasi dalam membangun sistem ekonomi yang berkeadilan dan berorientasi ukhrawi.
Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan bahwa memberi pinjaman kepada sesama Muslim bukan hanya tindakan sosial, tetapi juga ibadah yang bernilai tinggi. Islam memadukan etika, spiritualitas, dan sistem ekonomi dalam satu ajaran yang harmonis, membentuk masyarakat yang saling peduli dan bebas dari praktik riba.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Setelah kita mengkaji hadits mulia ini dengan penuh perhatian, dapat kita simpulkan bahwa Islam memuliakan setiap bentuk pertolongan yang tulus, termasuk pinjaman yang diberikan tanpa pamrih. Hadits ini membuka mata kita bahwa memberi pinjaman bukanlah sekadar transaksi biasa, melainkan ibadah yang bisa menyamai derajat sedekah di sisi Allah. Terlebih jika dilakukan dua kali, maka pahalanya berlipat sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah ﷺ.
Hadits ini juga mengajarkan kepada kita pentingnya memperkuat jaringan sosial umat Islam, membiasakan diri menolong saudara yang kesulitan tanpa berharap keuntungan, dan menjadikan setiap interaksi ekonomi sebagai peluang untuk meraih keridhaan Allah, bukan untuk menumpuk dunia.
Harapan kami, setelah kajian ini, para peserta tidak hanya memahami hadits ini secara teoritis, tetapi juga tergerak hatinya untuk mengamalkannya. Jadikanlah diri kita sebagai pribadi yang ringan tangan membantu orang lain, terutama dalam bentuk pinjaman yang ikhlas dan meringankan, sehingga kita termasuk hamba yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Mari kita bangun masyarakat Islam yang tidak menggantungkan pertolongan pada lembaga ribawi, tetapi pada kekuatan ukhuwah dan saling percaya di antara kita.
Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang gemar memberi pinjaman dengan niat lillahi ta'ala dan membalasnya dengan pahala yang berlipat-lipat di dunia dan akhirat.
Mari kita tutup majelis ini dengan doa kafaratul majelis dan bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.
Belajar
membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa harakat
حثت شريعة الإسلام الحكيمة على التراحم والتعاون على البر والتقوى، وأن
ينفس الناس عن بعضهم البعض في الكربات والملمات، وأمر الطرفين- الدائن والمدين-
بمعرفة حق الطرف الآخر.
وفي هذا الحديث يخبر عبد الله بن مسعود رضي الله عنه، أن النبي صلى الله
عليه وسلم قال: "ما من مسلم يقرض مسلما قرضا مرتين، إلا كان كصدقتها
مرة"، أي: إذا أقرض مرتين، كان ذلك كما لو تصدق على المقترض مرة واحدة، وله
أجر الصدقة، وقد قال الله تعالى: {من ذا الذي يقرض الله قرضا حسنا فيضاعفه له
أضعافا كثيرة والله يقبض ويبسط وإليه ترجعون} [البقرة: 245]، وفيه حث النبي صلى
الله عليه وسلم على الإقراض والمعاونة، وقضاء حاجة المسلم، وتفريج كربته وسد
فاقته، وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم في فضل التنفيس عن الناس كما في صحيح مسلم:
"من نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا، نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة،
ومن يسر على معسر، يسر الله عليه في الدنيا والآخرة، ومن ستر مسلما، ستره الله في
الدنيا والآخرة...، الحديث".
ولهذا الحديث قصة أوردها ابن ماجه عند روايته للحديث: "كان سليمان بن
أذنان يقرض علقمة ألف درهم إلى عطائه"، أي: إلى موعد أخذه للعطاء من الديوان،
"فلما خرج عطاؤه تقاضاها منه واشتد عليه"، أي: في طلب قضاء الدين،
"فقضاه، فكأن علقمة غضب، فمكث أشهرا ثم أتاه، فقال: أقرضني ألف درهم إلى
عطائي، قال: نعم، وكرامة! يا أم عتبة، هلمي تلك الخريطة المختومة التي عندك، فجاءت
بها، فقال: أما والله إنها لدراهمك التي قضيتني، ما حركت منها درهما واحدا. قال:
فلله أبوك! ما حملك على ما فعلت بي؟ قال: ما سمعت منك، قال: ما سمعت مني؟ قال: سمعتك
تذكر عن ابن مسعود، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «ما من مسلم يقرض... "
ثم ذكر الحديث.
وفي الحديث: بيان فضل القرض مع الصبر على المقترض.