Hadits Arbain ke-1: Balasan Amal-amal Tergantung pada Niat

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ﷻ yang telah memberi kita nikmat iman, Islam, dan kesempatan untuk terus menuntut ilmu. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, para sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga hari kiamat.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita dihadapkan pada berbagai permasalahan terkait niat dan tujuan dalam setiap tindakan yang kita lakukan. Di tengah kehidupan dunia yang penuh dengan godaan dan persaingan, sering kali niat kita terpengaruh oleh kepentingan pribadi, ambisi duniawi, atau dorongan dari lingkungan sekitar. Bahkan, dalam melakukan ibadah, terkadang kita lebih fokus pada hasil atau pujian dari orang lain daripada mencari ridha Allah. Oleh karena itu, memahami dengan baik tentang niat, terutama melalui hadits yang akan kita kaji hari ini, sangat penting bagi kita semua.

Hadits yang akan kita bahas adalah salah satu hadits yang dianggap sebagai landasan utama dalam syariat Islam, bahkan disebut sebagai sepertiga dari ilmu Islam. Hadits ini mengajarkan kita tentang pentingnya niat dalam setiap amal perbuatan, baik itu ibadah maupun amal duniawi. 

Hadits yang akan dikaji ini menjadi kaidah fundamental yang mengatur seluruh kehidupan umat Islam. Dalam konteks ibadah, amal tanpa niat yang sah dan benar tidak akan diterima oleh Allah. Begitu pula dalam muamalah atau perbuatan sehari-hari, meski tampaknya biasa, jika dilakukan dengan niat yang benar, dapat menjadi ibadah yang mendatangkan pahala. Namun, jika niatnya tidak benar atau terfokus hanya pada tujuan duniawi, maka amal tersebut hanya akan mendapatkan manfaat dunia saja, tanpa pahala di akhirat.

Urgensi mempelajari hadits ini adalah untuk mengingatkan kita akan pentingnya keikhlasan dalam setiap tindakan. Di tengah kehidupan yang penuh dengan godaan, kita sering lupa untuk mengoreksi niat kita sebelum melakukan sesuatu. Hadits ini juga menjadi pengingat bahwa segala sesuatu yang kita lakukan haruslah dimulai dengan niat yang benar, sesuai dengan tuntunan agama, dan untuk mencari ridha Allah semata.

Melalui kajian ini, kita diharapkan dapat memperbaiki niat dalam setiap perbuatan, agar setiap langkah yang kita ambil selalu bernilai ibadah di sisi Allah, baik itu dalam ibadah formal maupun dalam aktivitas duniawi kita. Sebab, setiap amal yang dimulai dengan niat yang ikhlas karena Allah akan mendatangkan keberkahan dan pahala yang tiada tara.

Marilah kita membuka hati dan pikiran untuk mendalami makna hadits ini dengan seksama, agar kita bisa memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kajian ini memberi pencerahan dan menguatkan tekad kita untuk selalu menjaga niat dalam setiap amal perbuatan.

Mari kita kaji dulu hadits yang mulia ini: 


Dari Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ   
وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niat-niat. Dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin ia peroleh. Atau kepada seorang wanita yang ingin ia nikahi. Maka hijrahnya itu kepada apa yang ia berhijrah kepadanya.

HR Al-Bukhari (54) dan Muslim (1907)


Arti dan Penjelasan Per Kalimat


إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.

Ini menunjukkan bahwa segala amal perbuatan dalam Islam tidak hanya dilihat dari bentuk lahirnya, tetapi lebih utama dinilai dari niat yang mendasarinya.

Kata إِنَّمَا  (innamā) adalah kata pembatas, yang menunjukkan bahwa niat adalah faktor utama dalam menentukan nilai suatu amal.


وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.

Niat seseorang akan menentukan balasan yang diterimanya. Jika niatnya ikhlas karena Allah, maka amalnya akan diterima dan mendapat pahala.

Namun, jika niatnya untuk dunia atau hal lain yang bersifat materialistik, maka hanya itu yang akan ia dapatkan, tanpa pahala di sisi Allah.


فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ

Maka barang siapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya.

Hijrah di sini bermakna meninggalkan sesuatu menuju sesuatu yang lebih baik, baik secara fisik (berpindah tempat) maupun spiritual (meninggalkan maksiat menuju ketaatan).

Jika seseorang berhijrah murni karena ingin mencari ridha Allah dan mengikuti ajaran Rasulullah , maka hijrahnya akan bernilai ibadah.

Frasa ini mengulang kata هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ   untuk menegaskan bahwa niat yang lurus akan membuahkan hasil yang sesuai di sisi Allah.


وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Dan barang siapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia peroleh atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.

Hadits ini mengingatkan bahwa jika niat seseorang berhijrah hanya karena motivasi duniawi, seperti mencari harta atau menikahi wanita, maka ia hanya akan mendapatkan hal tersebut, tetapi tidak mendapatkan pahala di sisi Allah.

Kalimat فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ  tidak mengulang "kepada dunia atau wanita" secara eksplisit, tetapi menggunakan bentuk sindiran, yang menunjukkan rendahnya tujuan duniawi dibandingkan dengan tujuan akhirat.

 


Syarah Hadits


هَذَا الحَدِيثُ العَظِيمُ
Hadits yang agung ini.

قَاعِدَةٌ مِنْ قَوَاعِدِ الإِسْلَامِ
Adalah salah satu kaidah dari kaidah-kaidah Islam.

وَأَصْلٌ مِنْ أُصُولِ الشَّرِيعَةِ
Dan sebuah dasar dari dasar-dasar syariat.

حَتَّى قِيلَ فِيهِ
Hingga dikatakan tentangnya.

إِنَّهُ ثُلُثُ العِلْمِ
Bahwa ia adalah sepertiga ilmu.

حَيْثُ قَالَ فِيهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Karena Rasulullah  bersabda di dalamnya.

«الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ»
Amal-amal tergantung pada niat.

فَلَا تَصِحُّ جَمِيعُ العِبَادَاتِ الشَّرْعِيَّةِ
Maka tidak sah seluruh ibadah-ibadah syar’i.

إِلَّا بِوُجُودِ النِّيَّةِ فِيهَا
Kecuali dengan adanya niat di dalamnya.

«وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى»
Dan setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan.

فَإِنَّمَا يَعُودُ عَلَى المُسْلِمِ مِنْ عَمَلِهِ مَا قَصَدَهُ مِنْهُ
Maka yang kembali kepada seorang Muslim dari amalnya adalah apa yang ia niatkan darinya.

وَهَذَا الحُكْمُ عَامٌّ فِي جَمِيعِ الأَعْمَالِ
Dan hukum ini bersifat umum dalam seluruh amal.

مِنَ العِبَادَاتِ وَالمُعَامَلَاتِ وَالأَعْمَالِ العَادِيَّةِ
Baik ibadah, muamalah, maupun amal-amal biasa.

فَمَنْ قَصَدَ بِعَمَلِهِ مَنْفَعَةً دُنْيَوِيَّةً
Maka barang siapa yang berniat dengan amalnya untuk manfaat duniawi.

لَمْ يَنَلْ إِلَّا تِلْكَ المَنْفَعَةَ
Ia tidak akan mendapatkan kecuali manfaat tersebut.

وَلَوْ كَانَتْ عِبَادَةً
Walaupun itu berupa ibadah.

فَلَا ثَوَابَ لَهُ عَلَيْهَا
Maka tidak ada pahala baginya atasnya.

وَمَنْ قَصَدَ بِعَمَلِهِ التَّقَرُّبَ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
Dan barang siapa yang berniat dengan amalnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.

وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِهِ
Dan mengharap keridhaan-Nya.

نَالَ مِنْ عَمَلِهِ المَثُوبَةَ وَالأَجْرَ
Ia akan mendapatkan dari amalnya balasan dan pahala.

وَلَوْ كَانَ عَمَلًا عَادِيًّا
Walaupun amal tersebut adalah amal biasa.

كَالأَكْلِ وَالشُّرْبِ
Seperti makan dan minum.

ثُمَّ ضَرَبَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الأَمْثِلَةَ العَمَلِيَّةَ
Kemudian Rasulullah  memberikan contoh-contoh praktis.

لِبَيَانِ تَأْثِيرِ النِّيَّاتِ فِي الأَعْمَالِ
Untuk menjelaskan pengaruh niat dalam amal-amal.

فَبَيَّنَ أَنَّ مَنْ قَصَدَ بِهِجْرَتِهِ امْتِثَالَ أَمْرِ رَبِّهِ
Maka beliau menjelaskan bahwa barang siapa yang berniat dengan hijrahnya untuk menaati perintah Rabb-nya.

وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِهِ
Dan mencari keridhaan-Nya.

وَالفِرَارَ بِدِينِهِ مِنَ الفِتَنِ
Dan menyelamatkan agamanya dari fitnah.

فَهِجْرَتُهُ هِجْرَةٌ شَرْعِيَّةٌ مَقْبُولَةٌ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى
Maka hijrahnya adalah hijrah yang syar’i dan diterima di sisi Allah Ta'ala.

وَيُثَابُ عَلَيْهَا لِصِدْقِ نِيَّتِهِ
Dan ia diberi pahala atasnya karena kejujuran niatnya.

وَأَنَّ مَنْ قَصَدَ بِهِجْرَتِهِ مَنْفَعَةً دُنْيَوِيَّةً
Dan barang siapa yang berniat dengan hijrahnya untuk manfaat duniawi.

وَغَرَضًا شَخْصِيًّا
Atau tujuan pribadi.

مِنْ مَالٍ، أَوْ تِجَارَةٍ، أَوْ زَوْجَةٍ حَسْنَاءَ
Berupa harta, atau perdagangan, atau seorang istri yang cantik.

«فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ»
Maka hijrahnya adalah kepada apa yang ia berhijrah kepadanya.

فَلَا يَنَالُ مِنْ هِجْرَتِهِ إِلَّا تِلْكَ المَنْفَعَةَ الَّتِي نَوَاهَا
Maka ia tidak mendapatkan dari hijrahnya kecuali manfaat yang ia niatkan tersebut.

وَلَا نَصِيبَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ وَالثَّوَابِ
Dan tidak ada bagian baginya dari pahala dan ganjaran.

 

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/64107

 


Pelajaran dari Hadits ini


Hadits ini bukan sekadar pedoman dalam ibadah, tetapi juga prinsip fundamental dalam kehidupan seorang muslim. Dengan memahami dan menerapkannya, seseorang dapat memastikan bahwa setiap amal yang ia lakukan memiliki nilai di sisi Allah.

Berikut adalah beberapa pelajaran utama dari hadits ini:

1. Niat adalah Syarat Sahnya Amal

  • Semua amal ibadah harus disertai niat yang benar agar diterima di sisi Allah.

  • Niat membedakan antara ibadah dan kebiasaan sehari-hari. Contohnya, mandi bisa menjadi ibadah (seperti mandi wajib) atau sekadar kebiasaan biasa.

2. Pahala Bergantung pada Niat

  • Jika seseorang melakukan amal dengan niat mencari ridha Allah, ia akan mendapatkan pahala.

  • Jika niatnya hanya duniawi, maka ia hanya mendapatkan hasil duniawi, tanpa pahala di akhirat.

  • Ini berlaku tidak hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam muamalah dan aktivitas sehari-hari.

3. Niat Dapat Mengubah Amalan Duniawi Menjadi Ibadah

  • Aktivitas biasa seperti makan, minum, bekerja, atau tidur bisa bernilai ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar.

  • Misalnya, makan dengan niat agar kuat beribadah, atau bekerja dengan niat mencari nafkah halal untuk keluarga, akan mendapatkan pahala.

4. Motivasi Duniawi Dapat Mengurangi atau Menghilangkan Pahala

  • Jika seseorang melakukan amal ibadah, tetapi niatnya hanya untuk mendapatkan pujian atau keuntungan duniawi, maka amal tersebut tidak mendapatkan pahala di akhirat.

  • Misalnya, seseorang yang berhijrah hanya karena ingin menikahi seseorang, hijrahnya tetap sah secara lahiriah, tetapi tidak berpahala secara syar’i.

5. Hadits Ini Menjadi Landasan dalam Fikih

  • Hadits ini sering dijadikan dalil utama dalam berbagai bab fikih, karena hampir semua ibadah dan transaksi membutuhkan niat.

  • Para ulama mengatakan bahwa hadits ini mencakup sepertiga ajaran Islam, karena Islam terdiri dari tiga aspek utama: niat, ucapan, dan perbuatan.

6. Keikhlasan dalam Beramal

  • Hadits ini mengajarkan pentingnya ikhlas dalam setiap perbuatan.

  • Seseorang harus selalu memeriksa niatnya sebelum beramal agar terhindar dari riya’ (pamer) dan sum’ah (mencari popularitas).


7. Dampak Niat dalam Kehidupan Sosial

  • Niat yang baik tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga dalam interaksi sosial.

  • Contohnya, jika seseorang bersedekah dengan niat membantu sesama karena Allah, maka amalnya diterima. Tetapi jika ia bersedekah untuk dipuji, maka ia hanya mendapat pujian manusia, bukan pahala dari Allah.


8. Perbedaan Antara Niat dan Keinginan

  • Niat harus bersumber dari hati dan memiliki ketetapan serta tujuan yang jelas.

  • Keinginan semata tidak cukup untuk mengubah status suatu amal menjadi ibadah jika tidak disertai niat yang ikhlas.


9.

Penerapan Hadits dalam Konteks Modern

  • Dalam dunia kerja, seorang profesional yang bekerja dengan niat mencari nafkah halal dan membantu orang lain akan mendapat pahala.

  • Dalam pendidikan, seorang guru yang mengajar dengan niat mendidik generasi muslim yang baik, maka mengajarnya bernilai ibadah.

10. Bahaya Niat yang Tercampur

  • Jika niat dalam suatu ibadah tercampur antara ikhlas karena Allah dan riya’, maka ada kemungkinan amal tersebut menjadi tidak berpahala.

  • Oleh karena itu, seorang muslim harus terus memperbaiki niatnya agar tetap murni karena Allah.

Dengan memahami pelajaran dari hadits ini, umat Islam diingatkan untuk selalu introspeksi dan memperbaiki niat sebelum melakukan amal agar segala perbuatan bernilai ibadah di sisi Allah.

 


Penutup Kajian


Hadirin yang dirahmati Allah,

Hadits ini menjadi dasar bagi seluruh amal ibadah kita. Setiap amal yang kita lakukan tergantung pada niatnya, apakah kita melakukan suatu perbuatan karena Allah, atau karena dorongan duniawi semata.

Jika kita niatkan amal karena Allah, maka sekecil apa pun amal itu, ia akan bernilai di sisi-Nya. Namun, jika hanya karena urusan dunia, maka balasannya pun hanya sebatas dunia.

Rasulullah ﷺ mencontohkan hijrah, yang seharusnya dilakukan karena Allah dan Rasul-Nya. Namun, jika seseorang berhijrah hanya karena ingin mendapatkan dunia atau menikahi seorang wanita, maka ia hanya mendapatkan apa yang diniatkannya, bukan pahala dari Allah.

Maka, hadits ini mengajarkan kita bahwa niat bukan sekadar ucapan di lisan, tetapi kesungguhan dalam hati. Keikhlasan dalam niat akan menentukan seberapa besar pahala yang kita dapatkan, seberapa berkah hidup kita, dan seberapa diterima amal kita di sisi Allah.

Semoga dengan memahami hadits ini, kita senantiasa meluruskan niat dalam setiap amal, menjadikan semua yang kita lakukan sebagai bentuk ibadah kepada Allah ﷻ, dan meraih keberkahan dalam hidup kita. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Kita tutup kajian ini dengan doa kafaratul majelis: 

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

 



Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa harakat


هذا الحديث العظيم قاعدة من قواعد الإسلام، وأصل من أصول الشريعة، حتى قيل فيه: إنه ثلث العلم، حيث قال فيه صلى الله عليه وسلم: «الأعمال بالنية»، فلا تصح جميع العبادات الشرعية إلا بوجود النية فيها، «ولكل امرئ ما نوى»، فإنما يعود على المسلم من عمله ما قصده منه، وهذا الحكم عام في جميع الأعمال من العبادات والمعاملات والأعمال العادية، فمن قصد بعمله منفعة دنيوية لم ينل إلا تلك المنفعة ولو كان عبادة، فلا ثواب له عليها، ومن قصد بعمله التقرب إلى الله تعالى وابتغاء مرضاته، نال من عمله المثوبة والأجر ولو كان عملا عاديا، كالأكل والشرب، ثم ضرب صلى الله عليه وسلم الأمثلة العملية لبيان تأثير النيات في الأعمال فبين أن من قصد بهجرته امتثال أمر ربه، وابتغاء مرضاته، والفرار بدينه من الفتن؛ فهجرته هجرة شرعية مقبولة عند الله تعالى ويثاب عليها لصدق نيته، وأن من قصد بهجرته منفعة دنيوية وغرضا شخصيا، من مال، أو تجارة، أو زوجة حسناء؛ «فهجرته إلى ما هاجر إليه»، فلا ينال من هجرته إلا تلك المنفعة التي نواها، ولا نصيب له من الأجر والثواب.


Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers