Hadits: Jual Beli Harus Saling Ridha/Rela
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan kita nikmat kehidupan, nikmat iman, dan nikmat kesempatan untuk berkumpul di majelis ilmu ini. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga dan para sahabat beliau.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas sebuah hadits yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam konteks muamalah (hubungan transaksi antar sesama). Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, yang menjelaskan tentang prinsip dasar dalam setiap transaksi jual beli, yaitu adanya keridhaan dan kesepakatan antara kedua belah pihak.
Mari kita bacakan haditsnya:
-----
Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ
تَرَاضٍ
Artinya:
Sesungguhnya jual beli itu saling ridha.
HR
Ibnu Majah (1792)
Syarah Hadits
الْبَيْعُ وَالشِّرَاءُ
Jual dan beli
مِنَ الْأُمُورِ الْحَيَاتِيَّةِ
termasuk
urusan-urusan kehidupan
وَقَدْ بَيَّنَ الشَّرْعُ
dan sungguh
syariat telah menjelaskan
ضَوَابِطَهَا وَوَضَّحَهَا
batasan-batasannya
dan menjelaskannya
وَالتَّرَاضِي مِنْ أَهَمِّ شُرُوطِ نَفَاذِ
الْبَيْعِ
dan saling ridha
termasuk syarat terpenting sahnya jual beli
وَهَذَا الْحَدِيثُ لَهُ سَبَبُ وُرُودٍ
dan hadits ini memiliki sebab wurud (latar belakang)
حَيْثُ يَقُولُ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
dimana Abu Said Al-Khudri radhiallahu 'anhu berkata:
"قَدِمَ يَهُودِيٌّ بِتَمْرٍ وَشَعِيرٍ
Datang seorang Yahudi membawa kurma dan gandum
وَقَدْ أَصَابَ النَّاسَ جُوعٌ
dan sungguh orang-orang telah ditimpa kelaparan"
أَيْ: فِي وَقْتِ مَجَاعَةٍ وَشِدَّةٍ
yakni: pada
waktu paceklik dan kesulitan
فَسَأَلُوهُ أَنْ يُسَعِّرَ لَهُمْ فَأَبَى
lalu mereka
meminta beliau untuk menetapkan harga bagi mereka namun beliau menolak
أَيْ: طَلَبُوا مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ﷺ
yakni: mereka meminta kepada Nabi
أَنْ يُحَدِّدَ سِعْرًا
يُبَاعُ بِهِ
untuk menetapkan harga yang dijual dengannya
فَرَفَضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
maka Nabi ﷺ menolak
وَقَالَ: "إِنَّمَا الْبَيْعُ"
dan beliau bersabda: "Sesungguhnya jual beli itu"
أَيْ: الشَّرْعِيُّ الصَّحِيحُ الْمُعْتَبَرُ
عِنْدَ الشَّارِعِ
yakni: yang syar'i, sah, dan diakui menurut syariat
الَّذِي يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ صِحَّةُ الْمِلْكِ
yang mengakibatkan sahnya kepemilikan
هُوَ الْبَيْعُ الصَّادِرُ
adalah jual beli yang terjadi
"عَنْ تَرَاضٍ" مِنَ الْبَائِعِ
"dengan kerelaan" dari penjual
بِإِخْرَاجِ السِّلْعَةِ عَنْ مِلْكِهِ
dengan mengeluarkan barang dari kepemilikannya
وَمِنَ الْمُشْتَرِي بِإِدْخَالِهِ فِي
مِلْكِهِ
dan dari pembeli dengan memasukkannya ke dalam
kepemilikannya
وَهَذَا إِخْرَاجٌ لِبَيْعِ الْمُكْرَهِ
dan ini mengeluarkan jual beli orang yang dipaksa
فَهُوَ لَيْسَ بَيْعًا مُعْتَبَرًا
maka itu bukanlah jual beli yang diakui
ثُمَّ ذَكَرَ أَبُو سَعِيدٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ
Kemudian Abu Said radhiallahu 'anhu menyebutkan
بَاقِيَ الْحَدِيثِ
sisa hadits
وَمَا يَشْتَمِلُ عَلَيْهِ مِنَ الْخِصَالِ
dan apa yang tercakup di dalamnya dari sifat-sifat
الَّتِي تُؤَدِّي إِلَى التَّرَاضِي
yang mengarah kepada saling ridha
فَقَالَ: "فَصَعِدَ"
lalu ia berkata: "Maka naiklah
" أَيْ: النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
yakni: Nabi ﷺ
"الْمِنْبَرَ، فَحَمِدَ اللهَ، وَأَثْنَى
عَلَيْهِ"
"ke mimbar, lalu memuji Allah dan menyanjung-Nya"
ثُمَّ قَالَ: "لَا أَلْقِيَنَّ اللهَ
= kemudian
beliau bersabda: "Sungguh aku akan bertemu Allah
مِنْ قَبْلِ أَنْ أُعْطِيَ أَحَدًا
sebelum aku
memberi seseorang
مِنْ مَالِ أَحَدٍ مِنْ غَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ
dari harta
seseorang tanpa kerelaan jiwa
إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
sesungguhnya
jual beli itu harus dengan saling ridha
وَلَكِنَّ فِي بُيُوعِكُمْ خِصَالًا
dan sesungguhnya
dalam jual beli kalian ada sifat-sifat
أَذْكُرُهَا لَكُمْ
yang akan aku
sebutkan kepada kalian
لَا تَضَاغَنُوا
janganlah kalian
saling membenci
وَلَا تَنَاجَشُوا
dan janganlah
kalian melakukan najasy (menaikkan harga tanpa niat membeli)
وَلَا تَحَاسَدُوا
dan janganlah
kalian saling hasad
وَلَا يَسُومُ الرَّجُلُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ
dan janganlah
seseorang menawar di atas tawaran saudaranya
وَلَا يَبِيعَنَّ حَاضِرٌ لِبَادٍ
dan janganlah orang kota menjualkan untuk orang desa
وَالْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
dan jual beli
itu harus dengan saling ridha
وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا
dan jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara"
Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/66019
Pelajaran dari Hadits ini
Pelajaran yang dapat diambil dari hadits ini:
Jual beli harus berdasarkan kerelaan kedua belah pihak
Islam menetapkan bahwa transaksi jual beli hanya sah jika dilakukan atas dasar kesepakatan bersama. Penjual harus rela melepaskan barangnya, dan pembeli juga harus rela memberikan uang sebagai gantinya. Hal ini menegaskan pentingnya transparansi dan keadilan dalam muamalah.Larangan mengambil harta orang lain tanpa kerelaannya
Nabi Muhammad ﷺ menekankan bahwa mengambil harta seseorang tanpa izin atau kerelaannya, meskipun dalam bentuk transaksi, adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai hak milik individu.Jual beli dalam Islam memiliki aturan yang jelas
Hadits ini menegaskan pentingnya mematuhi aturan jual beli, seperti larangan menjual barang dengan cara memaksa atau menipu. Transaksi yang dilakukan dengan paksa atau tipu muslihat dianggap tidak sah dalam pandangan syariat.Larangan terhadap praktik jual beli yang merusak hubungan sosial
Nabi ﷺ juga melarang beberapa praktik yang dapat menimbulkan permusuhan, seperti:- Najasy: Penawaran palsu untuk menaikkan harga barang.
- Hasad: Iri hati yang mendorong seseorang untuk merusak transaksi orang lain.
- Tawar-menawar di atas tawaran orang lain: Mengganggu transaksi yang sedang berlangsung untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
- Hadir menjual untuk orang desa: Membantu orang desa menaikkan harga barang secara tidak adil.
Pentingnya menjaga ukhuwah (persaudaraan)
Nabi ﷺ mengingatkan umatnya untuk tidak membiarkan praktik jual beli merusak hubungan persaudaraan. Beliau menganjurkan umat Islam untuk tetap menjaga persaudaraan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam transaksi ekonomi.Islam mengutamakan keadilan dalam segala aspek kehidupan
Hadits ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga hubungan antar sesama manusia, termasuk dalam hal ekonomi. Keadilan dan kejujuran adalah prinsip utama dalam interaksi sosial, terutama dalam muamalah.
Dengan memahami pelajaran dari hadits ini, umat Islam diharapkan dapat menjalankan transaksi dengan cara yang jujur, adil, dan penuh keberkahan sehingga terhindar dari perselisihan dan dosa.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Hadits ini mengajarkan kita bahwa setiap transaksi jual beli dalam Islam harus berdasarkan kesepakatan yang jujur dan saling ridha antara penjual dan pembeli. Tidak boleh ada unsur paksaan, penipuan, atau kedzaliman dalam transaksi tersebut. Keridhaan inilah yang menjadi inti dari transaksi yang sah dalam Islam.
Dalam jual beli, kita harus memastikan bahwa kedua pihak merasa puas dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Ini adalah prinsip yang sangat relevan dalam kehidupan modern kita, di mana transaksi jual beli tidak hanya melibatkan barang fisik, tetapi juga berbagai jenis transaksi digital dan jasa.
Semoga kajian hadits ini dapat membuka pemahaman kita tentang bagaimana Islam menekankan pentingnya keridhaan dan keadilan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam transaksi ekonomi. Mari kita aplikasikan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan kita sehari-hari, agar setiap interaksi kita senantiasa mendapatkan keberkahan dari Allah.
Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa
harakat
البيع والشراء من الأمور الحياتية، وقد بين الشرع
ضوابطها ووضحها، والتراضي من أهم شروط نفاذ البيع، وهذا الحديث له سبب ورود، حيث
يقول أبو سعيد الخدري رضي الله عنه: "قدم يهودي بتمر وشعير وقد أصاب الناس
جوع"، أي: في وقت مجاعة وشدة، فسألوه أن يسعر لهم فأبى"، أي: طلبوا من
النبي صلى الله عليه وسلم أن يحدد سعرا يباع به، فرفض النبي صلى الله عليه وسلم،
وقال: "إنما البيع"، أي: الشرعي الصحيح المعتبر عند الشارع، الذي يترتب
عليه صحة الملك هو البيع الصادر، "عن تراض" من البائع بإخراج السلعة عن
ملكه، ومن المشتري بإدخاله في ملكه، وهذا إخراج لبيع المكره، فهو ليس بيعا معتبرا.
ثم ذكر أبو سعيد رضي الله عنه باقي الحديث وما يشتمل
عليه من الخصال التي تؤدي إلى التراضي، فقال: "فصعد"، أي: النبي صلى
الله عليه وسلم، "المنبر، فحمد الله، وأثنى عليه، ثم قال: لا ألقين الله من
قبل أن أعطي أحدا من مال أحد من غير طيب نفس؛ إنما البيع عن تراض، ولكن في بيوعكم
خصالا، أذكرها لكم، لا تضاغنوا، ولا تناجشوا، ولا تحاسدوا، ولا يسوم الرجل على سوم
أخيه، ولا يبيعن حاضر لباد، والبيع عن تراض، وكونوا عباد الله إخوانا".