Hadits: Niat Puasa Sunat Bila Tidak Mendapatkan Makanan
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ﷻ, yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, dan kesempatan untuk terus menuntut ilmu. Shalawat serta salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, suri teladan kita dalam setiap aspek kehidupan, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga hari akhir.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Hari ini kita akan membahas sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha. Dalam hadits ini, kita melihat bagaimana Rasulullah ﷺ menjalani kesehariannya dengan penuh kesederhanaan dan fleksibilitas dalam beribadah.
Ketika tidak ada makanan di rumahnya, Rasulullah ﷺ memilih untuk berpuasa. Namun, ketika kemudian datang makanan, beliau tidak ragu untuk membatalkan puasanya dan memakannya. Apa pelajaran yang dapat kita ambil dari hadits ini?
Kita bacakan dulu hadits lengkapnya:
------
Dari Aisyah radhiallahu’anha, dia berkata:
قالَ لي رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ: يَا عَائِشَةُ، هَلْ عِنْدَكُمْ
شَيْءٌ؟ قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا عِنْدَنَا شَيْءٌ، قَالَ:
فَإِنِّي صَائِمٌ، قَالَتْ: فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَأُهْدِيَتْ لَنَا هَدِيَّةٌ -أَوْ جَاءَنَا زَوْرٌ- قَالَتْ: فَلَمَّا رَجَعَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أُهْدِيَتْ لَنَا هَدِيَّةٌ -أَوْ جَاءَنَا زَوْرٌ- وَقَدْ خَبَأْتُ لَكَ شَيْئًا،
قَالَ: مَا هُوَ؟ قُلْتُ: حَيْسٌ، قَالَ: هَاتِيهِ، فَجِئْتُ بِهِ فَأَكَلَ، ثُمَّ
قَالَ: قَدْ كُنْتُ أَصْبَحْتُ صَائِمًا. قَالَ طَلْحَةُ: فَحَدَّثْتُ مُجَاهِدًا
بِهَذَا الْحَدِيثِ، فَقَالَ: ذَاكَ بِمَنْزِلَةِ الرَّجُلِ يُخْرِجُ الصَّدَقَةَ
مِنْ مَالِهِ، فَإِنْ شَاءَ أَمْضَاهَا، وَإِنْ شَاءَ أَمْسَكَهَ
Thalhah berkata: Aku menceritakan hadis ini kepada Mujahid,
lalu ia berkata: ‘Itu seperti seorang lelaki yang mengeluarkan sedekah dari
hartanya, jika ia menghendaki, ia melanjutkannya, dan jika ia menghendaki, ia
menahannya.’
Arti per kalimat:
قالَ لي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ
Rasulullah ﷺ berkata kepadaku pada suatu hari,
يَا عَائِشَةُ، هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟
Wahai ‘Aisyah, apakah kalian memiliki sesuatu (makanan)?
قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا
عِنْدَنَا شَيْءٌ
Dia (‘Aisyah) berkata: Maka aku menjawab, 'Wahai Rasulullah, tidak ada apa pun
pada kami.'
قَالَ: فَإِنِّي صَائِمٌ
Beliau berkata: 'Kalau begitu, aku berpuasa.'
قَالَتْ: فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dia (‘Aisyah) berkata: 'Kemudian Rasulullah ﷺ keluar.'
فَأُهْدِيَتْ لَنَا هَدِيَّةٌ -أَوْ جَاءَنَا
زَوْرٌ-
Lalu, kami diberi hadiah –atau ada tamu yang datang kepada kami–.
قَالَتْ: فَلَمَّا رَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dia (‘Aisyah) berkata: 'Ketika Rasulullah ﷺ kembali,'
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أُهْدِيَتْ
لَنَا هَدِيَّةٌ -أَوْ جَاءَنَا زَوْرٌ-
Aku berkata: 'Wahai Rasulullah, kami telah diberi hadiah –atau ada tamu yang
datang kepada kami–,'
وَقَدْ خَبَأْتُ لَكَ شَيْئًا
dan aku telah menyimpan sesuatu untukmu.
قَالَ: مَا هُوَ؟
Beliau bertanya: 'Apa itu?'
قُلْتُ: حَيْسٌ
Aku menjawab: 'Hais (campuran kurma, keju, dan lemak).'
قَالَ: هَاتِيهِ
Beliau berkata: 'Bawalah ke sini.'
فَجِئْتُ بِهِ فَأَكَلَ
Maka aku membawakannya, dan beliau memakannya.
ثُمَّ قَالَ: قَدْ كُنْتُ أَصْبَحْتُ صَائِمًا
Kemudian beliau berkata: 'Sesungguhnya tadi aku telah berniat berpuasa.'
قَالَ طَلْحَةُ: فَحَدَّثْتُ مُجَاهِدًا
بِهَذَا الْحَدِيثِ
Thalhah berkata: 'Aku menceritakan hadis ini kepada Mujahid,'
فَقَالَ: ذَاكَ بِمَنْزِلَةِ الرَّجُلِ
يُخْرِجُ الصَّدَقَةَ مِنْ مَالِهِ
Lalu ia berkata: 'Itu seperti seorang lelaki yang mengeluarkan sedekah dari
hartanya,'
فَإِنْ شَاءَ أَمْضَاهَا، وَإِنْ شَاءَ
أَمْسَكَهَا
Jika ia menghendaki, ia melanjutkannya, dan jika ia menghendaki, ia
menahannya.'
HR. Muslim (1154)
Syarah Hadits
هَذَا الحَدِيثُ يُوَضِّحُ جَانِبًا مِن
هَدْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي عَقْدِهِ الصِّيَامَ
إِذَا لَمْ يَجِدْ طَعَامًا، وَفِي إِفْطَارِهِ إِذَا وَجَدَ الطَّعَامَ
Hadits ini menjelaskan salah satu aspek dari kebiasaan Nabi ﷺ, yaitu berniat
berpuasa jika tidak menemukan makanan, dan berbuka jika menemukan makanan.
وَهَذَا مِنْ سَمَاحَةِ الإِسْلَامِ
وَيُسْرِهِ وَعَدَمِ تَشَدُّدِهِ
Dan ini menunjukkan kemudahan Islam, keluwesannya, serta tidak memberatkan.
فَقَدْ رَوَتْ أُمُّ المُؤْمِنِينَ عَائِشَةُ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
Telah meriwayatkan Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَهَا ذَاتَ يَوْمٍ وَهُوَ فِي بَيْتِهَا صَبَاحًا
Bahwa Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya pada suatu hari di rumahnya pada pagi hari,
كَمَا فِي رِوَايَةٍ لِلنَّسَائِيِّ: «يَا
عَائِشَةُ، هَلْ عِندَكُمْ شَيْءٌ؟»
Sebagaimana dalam riwayat An-Nasa’i: 'Wahai ‘Aisyah, apakah kalian memiliki
sesuatu (makanan)?'
يَقْصِدُ طَعَامًا يَأْكُلُهُ، كَمَا فِي
لَفْظِ أَبِي دَاوُدَ
Yang dimaksud adalah makanan yang bisa dimakan, sebagaimana dalam lafaz Abu
Dawud.
فَأَجَابَتْهُ بِأَنَّهُ لا طَعَامَ عِنْدَهَا
Maka ia menjawab bahwa tidak ada makanan di rumahnya.
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَاقِدًا الصَّوْمَ: «فَإِنِّي صَائِمٌ»
Lalu Nabi ﷺ berkata dengan berniat puasa: 'Kalau begitu, aku berpuasa.'
أَيْ: فَإِنِّي صَائِمٌ وَمُمْسِكٌ عَنِ
الطَّعَامِ
Artinya: 'Aku berpuasa dan menahan diri dari makan.'
وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى مَشْرُوعِيَّةِ عَقْدِ
نِيَّةِ صِيَامِ النَّفْلِ فِي النَّهَارِ
Ini menunjukkan kebolehan berniat puasa sunnah di siang hari.
وَهَذَا لِمَنْ لَمْ يَأْكُلْ أَوْ يَشْرَبْ
شَيْئًا مُنْذُ أَذَانِ الصُّبْحِ
Hal ini berlaku bagi yang belum makan atau minum apapun sejak azan Subuh.
ثُمَّ أَخْبَرَتْ أُمُّ المُؤْمِنِينَ
عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
Kemudian Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
أَنَّهُ بَعْدَ أَنْ خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَائِمًا
Bahwa setelah Nabi ﷺ keluar dalam keadaan berpuasa,
أُهْدِيَتْ لَهُمْ هَدِيَّةٌ مِنَ الطَّعَامِ
Mereka diberi hadiah berupa makanan,
وَالهَدِيَّةُ يَأْكُلُ مِنْهَا النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بِخِلافِ الصَّدَقَةِ
Dan Nabi ﷺ memakan makanan dari hadiah, berbeda dengan sedekah,
فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَيْهِ أَخْذَ
الصَّدَقَةِ
Karena Allah telah mengharamkan beliau menerima sedekah.
أَوْ جَاءَهُمْ مَنْ يَزُورُهُمْ وَمَعَهُ
هَدِيَّةٌ مِنْ طَعَامٍ
Atau ada seseorang yang mengunjungi mereka dengan membawa hadiah berupa
makanan.
فَلَمَّا رَجَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى بَيْتِ أُمِّ المُؤْمِنِينَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا
Ketika Nabi ﷺ kembali ke rumah Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
أَخْبَرَتْهُ بِذَلِكَ
Ia memberitahukan kepadanya tentang hal itu,
وَأَنَّهَا أَخْفَتْ لَهُ جُزْءًا مِنَ
الطَّعَامِ لِيَأْكُلَهُ
Dan bahwa ia telah menyimpan sebagian makanan untuk beliau agar dimakan,
لِعِلْمِهَا بِأَنَّهُ كَانَ يُرِيدُ أَنْ
يَأْكُلَ
Karena ia tahu bahwa Nabi ﷺ ingin makan.
فَسَأَلَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَوْعِ الطَّعَامِ
Nabi ﷺ kemudian bertanya kepadanya tentang jenis makanan itu,
فَقَالَتْ: «حَيْسٌ»
Lalu ia berkata: 'Hais,'
وَهُوَ الطَّعَامُ المَصْنُوعُ مِنْ خَلْطِ
السَّمْنِ بِالتَّمْرِ
Yaitu makanan yang dibuat dari campuran minyak samin dan kurma,
وَقِيلَ: يُضَافُ إِلَيْهِ الدَّقِيقُ أَوِ
اللَّبَنُ المُجَفَّفُ
Dan ada yang mengatakan ditambahkan tepung atau susu kering.
فَأَمَرَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَأْتِيَهُ بِهِ حَتَّى يَأْكُلَ مِنْهُ
Lalu Nabi ﷺ memerintahkannya untuk membawakan makanan itu agar beliau dapat
memakannya,
فَأَكَلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِنْهُ بَعْدَ أَنْ كَانَ عَاقِدًا الصَّوْمَ
Maka Nabi ﷺ memakan makanan tersebut setelah sebelumnya telah berniat
puasa,
وَلِذَلِكَ قَالَ بَعْدَ أَنْ أَكَلَ: «قَدْ
كُنْتُ أَصْبَحْتُ صَائِمًا»
Oleh karena itu, beliau berkata setelah memakan makanan itu: 'Aku tadi pagi
berniat puasa.'
وَهَذَا الصَّوْمُ كَانَ صَوْمَ تَطَوُّعٍ
Dan puasa tersebut adalah puasa sunnah.
وَهَذَا تَعْلِيمٌ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمُسْلِمِينَ لِيَقْتَدُوا بِهِ
Ini merupakan pengajaran dari Nabi ﷺ kepada umat Islam agar mereka
meneladaninya.
قَالَ طَلْحَةُ بْنُ يَحْيَى الرَّاوِي عَنْ
عَائِشَةَ بِنْتِ طَلْحَةَ
Thalhah bin Yahya, perawi dari ‘Aisyah binti Thalhah, berkata:
فَحَدَّثْتُ مُجَاهِدَ بْنَ جَبْرٍ المَكِّيَّ
الإِمَامَ الحُجَّةَ بِهَذَا الحَدِيثِ الَّذِي حَدَّثَتْهُ عَائِشَةُ بِنْتُ
طَلْحَةَ
Aku menceritakan kepada Mujahid bin Jabr Al-Makki, seorang imam terpercaya,
tentang hadits ini yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah binti Thalhah.
فَقَالَ: «ذَاكَ بِمَنْزِلَةِ الرَّجُلِ
يُخْرِجُ الصَّدَقَةَ مِنْ مَالِهِ؛ فَإِنْ شَاءَ أَمْضَاهَا، وَإِنْ شَاءَ
أَمْسَكَهَا»
Mujahid berkata: 'Itu seperti seorang laki-laki yang mengeluarkan sedekah dari
hartanya; jika ia mau, ia teruskan, dan jika ia mau, ia menahannya.'
أَيْ: فَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ؛ لِأَنَّ لَهُ حُرِّيَّةَ الاخْتِيَارِ فِي
التَّطَوُّعِ
Artinya, Nabi ﷺ melakukan hal tersebut karena beliau memiliki kebebasan memilih
dalam ibadah sunnah,
وَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الرَّجُلِ الَّذِي
يَنْوِي أَنْ يُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنْ مَالِهِ
Dan itu seperti seseorang yang berniat mengeluarkan sedekah dari hartanya,
فَإِنْ شَاءَ أَنْفَذَهَا وَأَعْطَاهَا لِمَنْ
كَانَ يَنْوِي أَنْ يُعْطِيَهَا لَهُ، وَإِنْ أَرَادَ أَمْسَكَهَا وَمَنَعَهَا
وَلَمْ يُخْرِجْهَا
Jika ia mau, ia memberikannya kepada yang ia niatkan, dan jika ia mau, ia
menahan serta tidak memberikannya.
وَفِي الحَدِيثِ: إِفْطَارُ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صِيَامِ التَّطَوُّعِ فِي أَيِّ وَقْتٍ مِنَ
اليَوْمِ
Dalam hadits ini terdapat pelajaran bahwa Nabi ﷺ berbuka dalam puasa
sunnah pada waktu kapan pun di siang hari.
وَفِيهِ: مَا كَانَ عَلَيْهِ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ التَّقَلُّلِ مِنَ الدُّنْيَا
Dan dalam hadits ini juga terdapat pelajaran tentang bagaimana Nabi ﷺ hidup sederhana dalam urusan dunia,
زُهْدًا فِي مَلَذَّاتِ الدُّنْيَا
الفَانِيَةِ، وَإِيثَارًا لِمَا عِنْدَ اللَّهِ مِنْ نَعِيمِ الآخِرَةِ
Sebagai bentuk kezuhudan terhadap kenikmatan dunia yang fana, dan mengutamakan
apa yang ada di sisi Allah berupa kenikmatan akhirat.
وَفِيهِ: أَنَّ مَنْ أَخْرَجَ شَيْئًا مِنْ
مَالِهِ لِلتَّصَدُّقِ بِهِ، ثُمَّ بَدَا لَهُ أَلَّا يَتَصَدَّقَ؛ فَلَهُ ذَلِكَ
Dan dalam hadits ini juga terdapat pelajaran bahwa seseorang yang berniat
mengeluarkan sesuatu dari hartanya untuk disedekahkan, kemudian ia berubah
pikiran untuk tidak bersedekah, maka itu diperbolehkan.
Maraji:
https://dorar.net/hadith/sharh/21996
Pelajaran dari hadits ini
1. Keutamaan Sifat Tawakal dan Kesederhanaan Nabi
Kesederhanaan Nabi dalam Kehidupan Sehari-hari
Nabi Muhammad ﷺ menunjukkan sikap tawakal dan tidak berlebihan dalam makanan. Hal ini tercermin dari pertanyaannya kepada Aisyah, “Apakah ada makanan?” dan keputusannya untuk berpuasa ketika tidak ada makanan.- Pelajaran: Seorang Muslim diajarkan untuk hidup sederhana, tidak bergantung pada kemewahan dunia, dan lebih mengutamakan akhirat.
Zuhud Nabi terhadap Dunia
Nabi ﷺ lebih memilih untuk bersabar ketika tidak ada makanan daripada mengeluh atau merasa kekurangan.- Pelajaran: Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi memanfaatkannya sesuai kebutuhan.
2. Keringanan dalam Islam (Yusr)
Fleksibilitas dalam Niat Puasa Sunnah
Nabi ﷺ mengajarkan bahwa puasa sunnah boleh dimulai di tengah hari selama belum makan atau minum sebelumnya.- Pelajaran: Islam memberikan kemudahan dalam menjalankan ibadah sunnah, sehingga seorang Muslim dapat memanfaatkannya tanpa merasa terbebani.
Boleh Membatalkan Puasa Sunnah
Nabi ﷺ membatalkan puasanya setelah ada makanan yang tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa puasa sunnah dapat dibatalkan tanpa dosa jika ada alasan tertentu.- Pelajaran: Islam tidak kaku dalam tata cara ibadah sunnah, sehingga memberi ruang untuk kebutuhan mendesak.
3. Etika dan Sikap dalam Menghadapi Rizki
Menghargai Hadiah
Ketika Nabi ﷺ menerima hadiah makanan, beliau memakannya sebagai bentuk penghargaan kepada pemberi hadiah.- Pelajaran: Seorang Muslim dianjurkan untuk menghargai pemberian orang lain, apalagi jika berupa hadiah.
Tidak Memakan Harta Haram (Zakat)
Nabi ﷺ membedakan antara hadiah (yang halal untuk beliau) dan zakat (yang haram untuk beliau).- Pelajaran: Ketelitian dalam memastikan kehalalan harta sangat penting, terutama dalam menerima pemberian orang lain.
4. Sunnah dalam Keseharian
Makan dari Rezeki Halal dan Sederhana
Makanan yang disiapkan Aisyah, yaitu hais (campuran kurma, samin, dan tepung), mencerminkan kesederhanaan Nabi ﷺ.- Pelajaran: Seorang Muslim dianjurkan untuk memakan makanan yang sederhana dan tidak berlebihan.
Mengutamakan Akhlak dalam Rumah Tangga
Aisyah r.a. menyimpan makanan untuk Nabi ﷺ karena mengetahui kebiasaan beliau. Hal ini menunjukkan perhatian dan kasih sayang dalam rumah tangga.- Pelajaran: Keharmonisan rumah tangga dibangun atas dasar saling memahami dan menghormati kebutuhan pasangan.
5. Keteladanan dalam Ibadah
Puasa Sunnah sebagai Ibadah yang Fleksibel
Nabi ﷺ memberikan contoh praktis bagaimana ibadah sunnah bisa dilakukan dengan niat yang mudah dan tanpa tekanan.- Pelajaran: Ibadah sunnah seperti puasa adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah yang dilakukan secara sukarela, tanpa memberatkan diri.
Kebebasan dalam Amal Sunnah
Nabi ﷺ mengajarkan bahwa amal sunnah memiliki fleksibilitas yang tinggi, termasuk dalam memulai dan membatalkan niatnya.- Pelajaran: Amal sunnah seperti sedekah dan puasa bisa dilakukan dengan niat tulus, tetapi tetap ada kebebasan untuk mengubah niat jika diperlukan.
6. Kepemimpinan Nabi yang Menginspirasi
Pendidikan Melalui Praktik
Nabi ﷺ tidak hanya menyampaikan ilmu secara lisan, tetapi juga melalui tindakan nyata, seperti mempraktikkan kemudahan dalam ibadah sunnah.- Pelajaran: Seorang pemimpin harus menjadi teladan dalam perilaku, sehingga mudah ditiru oleh pengikutnya.
Mendidik Umat untuk Tidak Kaku dalam Ibadah
Dengan membatalkan puasa sunnah, Nabi ﷺ mengajarkan umat Islam untuk menghindari sikap ekstrem dalam beribadah.- Pelajaran: Moderasi adalah prinsip penting dalam menjalankan agama, sehingga ibadah dilakukan sesuai kemampuan.
7. Pemahaman tentang Amal Tathawwu' (Sunnah)
Kesamaan Amal Sunnah dengan Sedekah
Mujahid bin Jabr membandingkan puasa sunnah dengan sedekah, di mana seseorang memiliki kebebasan untuk melanjutkan atau membatalkannya.- Pelajaran: Amal tathawwu' adalah bentuk kebaikan sukarela yang tidak mengikat, sehingga memberi ruang bagi individu untuk mempertimbangkan keadaannya.
Niat yang Fleksibel dalam Sunnah
Seperti sedekah yang bisa ditarik kembali sebelum diberikan, puasa sunnah juga memiliki kelonggaran untuk dibatalkan jika ada kebutuhan.- Pelajaran: Islam adalah agama yang menghargai niat dan memberikan kelonggaran dalam ibadah tambahan.
Kesimpulan
Hadits ini mengandung berbagai pelajaran yang mencakup aspek spiritual, sosial, dan praktis dalam kehidupan seorang Muslim. Di antaranya adalah:
- Kesederhanaan dan tawakal dalam menjalani kehidupan.
- Kemudahan dan fleksibilitas Islam dalam ibadah.
- Etika dalam menerima dan memanfaatkan rizki.
- Sunnah Nabi sebagai teladan dalam keseharian.
- Moderasi dan hikmah dalam beribadah.
Semua ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang memberikan kemudahan dan rahmat bagi umatnya, serta menyeimbangkan antara kebutuhan dunia dan akhirat.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Hadits ini mengajarkan kepada kita tentang kelapangan dan kemudahan dalam beribadah, serta bahwa puasa sunnah memiliki hukum yang fleksibel—bisa dilanjutkan atau dibatalkan sesuai keadaan.
Lebih dari itu, hadits ini juga menunjukkan bagaimana ketawakalan dan kesederhanaan Rasulullah ﷺ dalam menjalani hidup. Beliau tidak pernah mengeluh ketika tidak memiliki makanan, tetapi justru menjadikannya sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan berpuasa.
Dari hadits ini, kita belajar bahwa ibadah tidak selalu harus kaku, tetapi ada ruang untuk kemudahan, terutama dalam ibadah sunnah. Semoga kajian ini semakin memperkaya pemahaman kita tentang keindahan ajaran Islam yang penuh hikmah dan kemudahan. Aamiin
Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa
harakat
هذا الحديث يوضح جانبا من هدي النبي صلى الله عليه وسلم في عقده الصيام إذا
لم يجد طعاما، وفي إفطاره إذا وجد الطعام، وهذا من سماحة الإسلام ويسره وعدم
تشدده؛ فقد روت أم المؤمنين عائشة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه وسلم
سألها ذات يوم وهو في بيتها صباحا، كما في رواية للنسائي: «يا عائشة، هل عندكم
شيء؟» يقصد طعاما يأكله، كما في لفظ أبي داود، فأجابته بأنه لا طعام عندها، فقال
النبي صلى الله عليه وسلم عاقدا الصوم: «فإني صائم»، أي: فإني صائم وممسك عن
الطعام، وهذا يدل على مشروعية عقد نية صيام النفل في النهار، وهذا لمن لم يأكل أو
يشرب شيئا منذ أذان الصبح.
ثم أخبرت أم المؤمنين عائشة رضي الله عنها أنه بعد أن خرج النبي صلى الله
عليه وسلم صائما، أهديت لهم هدية من الطعام -والهدية يأكل منها النبي صلى الله
عليه وسلم، بخلاف الصدقة؛ فإن الله قد حرم عليه أخذ الصدقة- أو جاءهم من يزورهم
ومعه هدية من طعام.
فلما رجع النبي صلى الله عليه وسلم إلى بيت أم المؤمنين عائشة رضي الله
عنها أخبرته بذلك، وأنها أخفت له جزءا من الطعام ليأكله؛ لعلمها بأنه كان يريد أن
يأكل، فسألها النبي صلى الله عليه وسلم عن نوع الطعام، فقالت: «حيس»، وهو الطعام
المصنوع من خلط السمن بالتمر، وقيل: يضاف إليه الدقيق أو اللبن المجفف، فأمرها
النبي صلى الله عليه وسلم أن تأتيه به حتى يأكل منه، فأكل صلى الله عليه وسلم منه
بعد أن كان عاقدا الصوم؛ ولذلك قال بعد أن أكل: «قد كنت أصبحت صائما»، وهذا الصوم
كان صوم تطوع، وهذا تعليم من النبي صلى الله عليه وسلم للمسلمين ليقتدوا به.
قال طلحة بن يحيى الراوي عن عائشة بنت طلحة: فحدثت مجاهد بن جبر المكي
الإمام الحجة بهذا الحديث الذي حدثته عائشة بنت طلحة، فقال: «ذاك بمنزلة الرجل
يخرج الصدقة من ماله؛ فإن شاء أمضاها، وإن شاء أمسكها»، أي: فعل النبي صلى الله
عليه وسلم ذلك؛ لأن له حرية الاختيار في التطوع، وهو بمنزلة الرجل الذي ينوي أن
يخرج الصدقة من ماله؛ فإن شاء أنفذها وأعطاها لمن كان ينوي أن يعطيها له، وإن أراد
أمسكها ومنعها ولم يخرجها.
وفي الحديث: إفطار النبي صلى الله عليه وسلم في صيام التطوع في أي وقت من
اليوم.
وفيه: ما كان عليه النبي صلى الله عليه وسلم من التقلل من الدنيا؛ زهدا في
ملذات الدنيا الفانية، وإيثارا لما عند الله من نعيم الآخرة.
وفيه: أن من أخرج شيئا من ماله للتصدق به، ثم بدا له ألا يتصدق؛ فله ذلك.