Hadits: Larangan Jual Beli di Luar Pasar dalam Islam

Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ﷻ yang telah memberikan kita nikmat Islam dan iman, serta kesempatan untuk menuntut ilmu dalam rangka memahami ajaran syariat dengan lebih baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, serta umatnya yang istiqamah dalam mengikuti sunnahnya.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Hari ini kita akan membahas dua hadits penting berkaitan dengan transaksi jual beli dalam Islam. Hadits-hadits ini menyoroti praktik jual beli makanan secara borongan sebelum dipindahkan dan larangan menjual barang di tempat yang sama sebelum pembeli memiliki kendali penuh atasnya.

Mari kita simak haditsnya:

-----

Hadits 1:

 Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّهُمْ كَانُوا يَبْتَاعُونَ الطَّعَامَ جُزَافًا، فَبَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَأْمُرُهُمْ بِانْتِقَالِهِ.

Dari Ibnu Umar - semoga Allah meridhai keduanya - bahwa mereka dahulu membeli makanan secara borongan (tanpa ditakar atau ditimbang terlebih dahulu), lalu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengutus seseorang untuk memerintahkan mereka agar memindahkannya terlebih dahulu.

HR Abu Dawud (3494), Al-Bukhari (2137), dan Muslim (1527)


Hadits 2:

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

كَانُوا يَبْتَاعُونَ الطَّعَامَ في أعْلَى السُّوقِ، فَيَبِيعُونَهُ في مَكَانِهِ، فَنَهَاهُمْ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أنْ يَبِيعُوهُ في مَكَانِهِ حتَّى يَنْقُلُوهُ

Para sahabat biasa membeli makanan di bagian atas pasar, kemudian mereka menjualnya di tempat yang sama. Maka Rasulullah melarang mereka untuk menjualnya di tempat tersebut sampai mereka memindahkannya.

HR Muslim (1517)


Syarah Hadits


نَظَرَ الإسلامُ إلى مَصلحةِ الجَماعةِ، كما نَظَرَ إلى مَصلحةِ الأفرادِ،

Islam memperhatikan kemaslahatan masyarakat sebagaimana ia memperhatikan kemaslahatan individu,

 ونَظَر إلى مَصلحةِ الدُّنيا والآخِرةِ معًا للعبادِ.
serta memperhatikan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi hamba-hamba-Nya.

وفي هذا الحديثِ يُخبِرُ عبدُ اللهِ بنُ عمَرَ بنِ الخطَّابِ رَضيَ اللهُ عنهما

Dalam hadits ini, Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan

أنَّ التُّجَّارَ كانوا على عهْدِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَشْتَرون الطَّعامَ قبْلَ دُخولِهِ السُّوقَ،

bahwa para pedagang pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membeli makanan sebelum memasuki pasar,

 الَّذي هو المكانُ الطَّبيعيُّ لحَرَكةِ البيعِ والشِّراءِ للسِّلعِ.
yang merupakan tempat biasa untuk aktivitas jual beli barang.
 

فَنَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التُّجَّارَ أَنْ يَبِيعُوهُ فِي الْمَكَانِ الَّذِي اشْتَرَوْهُ فِيهِ

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para pedagang menjualnya di tempat mereka membelinya

حَتَّى يَقْبِضُوهُ وَيُنْقِلُوهُ إِلَى دَاخِلِ السُّوقِ؛

hingga mereka memegangnya (secara fisik) dan memindahkannya ke dalam pasar,

 لِمَا قَدْ يُؤَدِّي ذَٰلِكَ الْفِعْلُ إِلَى احْتِكَارِ السِّلَعِ وَغَلَاءِ أَسْعَارِهَا.

karena tindakan tersebut dapat menyebabkan penimbunan barang dan kenaikan harga.

وقد وَرَدَ في الصَّحيحَينِ

Telah disebutkan dalam dua kitab sahih

 نهْيُ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عن تَلقِّي الرُّكبانِ،

larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menemui kafilah dagang yang datang (di luar pasar)

 وشِراءِ السِّلعةِ خارجَ السُّوقِ،

dan membeli barang di luar pasar.

 ويُجمَعُ بيْنه وبيْن هذا الحديثِ:

Hadits ini digabungkan dengan hadits lain,

 أنَّه إذا ما تمَّ البيعُ، فإنَّ المُشتريَ لا يَبيعُ حتَّى يَنقُلَه داخلَ السُّوقِ.
yaitu jika transaksi telah terjadi, maka pembeli tidak boleh menjualnya hingga memindahkannya ke dalam pasar.

وَفِي الْحَدِيثِ: بَيَانُ حِرْصِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى كُلِّ مَا هُوَ خَيْرٌ لِأُمَّتِهِ،

Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang keinginan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap segala kebaikan bagi umatnya,

 وَرِفْقِهِ بِهَا، حَتَّى فِي الْمَصَالِحِ الدُّنْيَوِيَّةِ.
serta kelembutan beliau kepada umat, hingga pada maslahat duniawi.

وفيه: أنَّ الإمامَ ووَلِيَّ الأمرِ يُرشِدُ النَّاسَ في أعمالِ بُيوعِهم وشِرائِهِم داخِلَ الأسواقِ.
Dalam hadits ini juga terdapat pelajaran bahwa pemimpin atau penguasa memiliki tugas untuk memberikan bimbingan kepada masyarakat dalam aktivitas jual beli mereka di dalam pasar.


Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/80593


Pelajaran dari Hadits ini



  1. Perhatian Islam terhadap Kemaslahatan Kolektif dan Individu
    Islam memprioritaskan keseimbangan antara kebutuhan individu dan masyarakat. Larangan menjual barang sebelum memasuki pasar bertujuan untuk melindungi masyarakat dari praktik monopoli atau penimbunan yang dapat merugikan banyak pihak.

  2. Pencegahan Praktik yang Tidak Adil dalam Jual Beli
    Larangan Nabi untuk menjual barang sebelum dipindahkan ke pasar mencegah spekulasi harga yang tidak sehat. Dengan adanya pasar sebagai tempat transaksi yang transparan, harga barang menjadi lebih terkendali dan adil bagi semua pihak.

  3. Pentingnya Amanah dalam Muamalah
    Islam mengajarkan bahwa transaksi jual beli harus dilakukan dengan cara yang jujur dan amanah. Dengan memindahkan barang ke pasar terlebih dahulu, pedagang menunjukkan komitmen terhadap keadilan dalam perdagangan.

  4. Kepemimpinan yang Bertanggung Jawab
    Hadis ini menegaskan bahwa pemimpin atau penguasa memiliki tanggung jawab untuk memastikan stabilitas ekonomi dan keadilan sosial. Bimbingan mereka diperlukan untuk menciptakan lingkungan perdagangan yang sehat.

  5. Perhatian Nabi terhadap Masalah Duniawi
    Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan perhatian yang luar biasa, bahkan dalam urusan duniawi seperti jual beli. Ini membuktikan bahwa ajaran Islam mencakup segala aspek kehidupan manusia.

  6. Pentingnya Pasar sebagai Simbol Transparansi Ekonomi
    Pasar adalah tempat di mana harga ditentukan oleh mekanisme alami penawaran dan permintaan. Dengan memastikan barang diperdagangkan di pasar, Islam mendorong transparansi dan mencegah manipulasi ekonomi.


Relevansi untuk Masa Kini

  • Pengawasan Harga Barang: Pemerintah dapat meniru kebijakan ini dengan mencegah penimbunan atau penjualan barang yang tidak sesuai aturan untuk menjaga kestabilan harga.
  • Edukasi Pedagang: Pedagang perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya etika dalam bisnis agar transaksi tetap sesuai syariat.
  • Keadilan Ekonomi: Sistem perdagangan modern dapat mencontoh prinsip ini dalam pengelolaan pasar digital atau online, di mana transparansi tetap menjadi prioritas utama.

Pesan utama dari hadits ini adalah bahwa Islam selalu mengedepankan keadilan, baik dalam aspek sosial maupun ekonomi, demi menjaga kemaslahatan bersama.


----- Penutup Kajian -----

Hadirin yang dirahmati Allah,

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi keadilan dan transparansi dalam muamalah. Jika suatu barang belum dipindahkan atau belum sepenuhnya dikuasai oleh pembeli pertama, maka menjualnya kembali sebelum ada kepastian kepemilikan dapat menimbulkan spekulasi, penipuan, dan ketidakjelasan dalam akad. Oleh karena itu, Nabi ﷺ melarang praktik tersebut untuk menjaga hak-hak semua pihak dalam transaksi.

Dalam dunia perdagangan modern, konsep ini sangat relevan, terutama dalam konteks jual beli digital, transaksi forward (akad jual beli yang penyerahannya di masa depan), serta perdagangan yang melibatkan perantara tanpa kepemilikan sah atas barang. Maka, semoga kajian ini membantu kita memahami bagaimana menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam transaksi yang kita lakukan sehari-hari, sehingga jual beli yang kita lakukan tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga penuh keberkahan.

Semoga Allah ﷻ memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan rezeki yang halal serta berkah. Aamiin.





Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers