Hadits: Larangan Menimbun Barang Kebutuhan Masyarakat di Masa Sulit
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita, serta shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga dan sahabatnya.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas sebuah hadits yang mengingatkan kita tentang pentingnya keadilan dalam transaksi ekonomi dan peringatan terhadap perilaku menimbun barang demi keuntungan pribadi dan mengeksploitasi sesama hanya demi keuntungan duniawi yang sesaat.
Mari kita pelajari hadits berikut ini:
-----
Dari Ma'mar bin Abdullah bin Nadhlah radhiallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ
خَاطِئٌ.
فَقِيلَ لِسَعِيدٍ: إِنَّكَ تَحْتَكِرُ،
قَالَ سَعِيدٌ: إِنَّ مَعْمَرًا الَّذِي كَانَ يُحَدِّثُ هَذَا الْحَدِيثَ
كَانَ يَحْتَكِرُ.
Barang siapa menimbun (untuk memonopoli), maka dia adalah
orang yang berdosa."
Lalu dikatakan kepada Sa'id: "Sesungguhnya engkau menimbun."
Sa'id menjawab: "Sesungguhnya Ma'mar, yang menyampaikan hadits ini, adalah
orang yang menimbun
HR Muslim (1605)
Syarah Hadits
الإِسْلَامُ دِينُ الْمَحَبَّةِ
وَالتَّعَاوُنِ وَالإِيثَارِ
Islam adalah agama kasih sayang, kerja sama, dan mengutamakan orang lain.
يَدْعُو إِلَى كُلِّ مَا يُحَقِّقُ ذَلِكَ
Menyeru kepada segala hal yang mewujudkan hal itu.
وَقَدْ مَنَعَ اسْتِغْلَالَ الإِنْسَانِ
لِأَخِيهِ الإِنْسَانِ، وَاسْتِغْلَالَ حَاجَاتِهِ الضَّرُورِيَّةِ
Dan telah melarang eksploitasi manusia terhadap saudaranya, serta memanfaatkan
kebutuhan-kebutuhan mendasarnya.
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يُخْبِرُ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ
Dan dalam hadits ini, Nabi ﷺ memberitahukan bahwa siapa yang menimbun
maka ia pelaku kesalahan.
أَيْ: عَاصٍ آثِمٌ
Yaitu: pendosa dan pelanggar.
وَالْخَاطِئُ مَنْ تَعَمَّدَ مَا لَا
يَنْبَغِي
Dan khathi' adalah orang yang sengaja melakukan
apa yang tidak semestinya.
وَالْمُخْطِئُ مَنْ أَرَادَ الصَّوَابَ
فَصَارَ إِلَى غَيْرِهِ
Sedangkan mukhthi' adalah orang yang berniat benar
tetapi terjerumus ke arah yang salah.
وَالِاحْتِكَارُ هُوَ إِمْسَاكُ السِّلْعَةِ
وَمَنْعُهَا مِنَ الأَسْوَاقِ وَادِّخَارُهَا حَتَّى يَزِيدَ عَلَيْهَا الطَّلَبُ
وَالْحَاجَةُ إِلَيْهَا
Dan ihtikar adalah menahan barang, mencegahnya dari pasar, dan menyimpannya
hingga permintaan terhadapnya meningkat dan menjadi sangat dibutuhkan.
وَحِينَئِذٍ يَبِيعُهَا بِأَضْعَافِ مَا
كَانَتْ عَلَيْهِ وَقْتَ شِرَائِهَا
Dan ketika itu, ia menjualnya dengan harga berkali-kali lipat dari harga
belinya.
وَلِهَذَا فَإِنَّ الِاحْتِكَارَ لَا يَكُونُ
إِلَّا فِيمَا يَضُرُّ بِالنَّاسِ حَبْسُهُ
Oleh karena itu, ihtikar hanya terjadi pada hal-hal yang penahanannya merugikan
masyarakat.
وَأَمَّا مُجَرَّدُ ادِّخَارِ الطَّعَامِ
لِلنَّفْسِ وَالْعِيَالِ، أَوْ شِرَاؤُهُ لِيَبِيعَهُ فِي وَقْتِهِ
Adapun sekadar menyimpan makanan untuk diri sendiri dan keluarga, atau
membelinya untuk dijual kembali di waktunya.
فَلَيْسَ هُوَ بِالِاحْتِكَارِ الْمَذْمُومِ
Maka itu bukan ihtikar yang tercela.
فَقِيلَ لِسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ -وَهُوَ
مِنْ رُوَاةِ هَذَا الْحَدِيثِ-: «فَإِنَّكَ تَحْتَكِرُ؟»
Dikatakan kepada Sa'id bin al-Musayyib—yang merupakan salah satu perawi hadits
ini: 'Bukankah engkau juga menimbun?'
فَقَالَ سَعِيدٌ: إِنَّ الصَّحَابِيَّ
مَعْمَرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الَّذِي كَانَ يُحَدِّثُ هَذَا الْحَدِيثَ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَحْتَكِرُ
Sa'id menjawab: Sesungguhnya sahabat Ma'mar bin Abdullah, yang meriwayatkan hadits
ini dari Nabi ﷺ, dialah yang
menimbun.
وَالْمَقْصُودُ مِنْهُ الِاحْتِكَارُ
الْمُبَاحُ، وَهُوَ إِذَا كَانَ لَا يَضُرُّ بِأَهْلِ الْبَلَدِ
Dan yang dimaksud adalah penimbunan yang diperbolehkan, yaitu jika tidak
merugikan penduduk setempat.
أَوْ أَنَّهُمَا كَانَا يَحْتَكِرَانِ
الزَّيْتَ
Atau keduanya biasa menimbun minyak.
وَحَمَلَا الْحَدِيثَ عَلَى احْتِكَارِ
الأَقْوَاتِ عِنْدَ الْحَاجَةِ إِلَيْهَا وَالْغَلَاءِ
Dan mereka memahami hadits ini tentang penimbunan bahan makanan pokok saat
terjadi kebutuhan mendesak dan harga mahal.
قِيلَ: الْحَاصِلُ أَنَّ الْعِلَّةَ هِيَ
الإِضْرَارُ بِالْمُسْلِمِينَ
Dikatakan: Inti masalahnya
(illat-nya) adalah merugikan kaum Muslimin.
وَيَسْتَوِي فِي ذَلِكَ الْقُوتُ وَغَيْرُهُ؛
لأَنَّهُمْ يَتَضَرَّرُونَ بِالْجَمِيعِ
Hal ini berlaku sama, baik pada bahan makanan pokok maupun selainnya, karena
mereka dirugikan oleh semuanya.
وَفِي الْحَدِيثِ: النَّهْيُ عَنْ احْتِكَارِ
الطَّعَامِ وَنَحْوِهِ مِمَّا يَحْتَاجُهُ النَّاسُ فِي وَقْتِ الشِّدَّةِ
Dan dalam hadits ini terdapat larangan menimbun makanan dan sejenisnya yang
dibutuhkan masyarakat pada masa kesulitan.
Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/17451
Pelajaran dari Hadits ini
Pelajaran yang dapat diambil secara rinci dari hadits ini:
- Larangan Penimbunan (Iḥtikār)
Hadits ini secara tegas melarang praktik penimbunan barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat, terutama saat kebutuhan terhadap barang tersebut meningkat. Penimbunan yang dilakukan untuk menaikkan harga dan merugikan orang lain dianggap sebagai dosa besar. Praktik ini bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam, di mana setiap individu seharusnya tidak menindas orang lain untuk kepentingan pribadi. Penimbunan barang yang dilakukan dengan niat untuk meraih keuntungan dari kesulitan orang lain adalah perbuatan yang dosa (khāṭi’). - Dosa dan Penyalahgunaan
Dalam hadits ini, disebutkan bahwa orang yang menimbun barang untuk keuntungan pribadi yang merugikan orang lain disebut sebagai “khaṭī’”, yaitu orang yang bersalah dan berdosa. Khaṭī’ merujuk kepada mereka yang secara sengaja melakukan sesuatu yang salah, seperti menahan barang untuk tujuan memperoleh keuntungan tidak wajar, yang dapat menyulitkan orang lain. - Penimbunan yang Dibenarkan
Walaupun penimbunan pada umumnya dilarang dalam Islam, terdapat pengecualian untuk penimbunan yang tidak merugikan orang lain. Sebagai contoh, menyimpan makanan untuk kebutuhan diri sendiri dan keluarga atau membeli barang untuk dijual pada waktu yang tepat tidak dianggap sebagai penimbunan yang tercela, asalkan tidak ada unsur eksploitasi yang merugikan orang lain. Penimbunan yang sah ini disebut sebagai iḥtikār mubaḥ (penimbunan yang dibolehkan). - Pentingnya Memperhatikan
Kesejahteraan Masyarakat
Inti dari larangan ini adalah bahwa setiap tindakan yang dapat merugikan orang banyak, terutama yang berkaitan dengan bahan pokok atau kebutuhan dasar, harus dihindari. Islam sangat memperhatikan kesejahteraan umat dan tidak membenarkan tindakan yang menyebabkan kerugian bagi orang lain. Dengan demikian, setiap individu harus menjaga keadilan sosial, baik dalam perdagangan maupun dalam pemanfaatan sumber daya. - Memahami Konteks Ekonomi
Dalam konteks ekonomi, hadits ini mengajarkan pentingnya keadilan dalam pasar. Penimbunan untuk meraih keuntungan yang tidak wajar dengan cara menyimpan barang dan menjualnya dengan harga yang jauh lebih tinggi adalah bentuk manipulasi ekonomi yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, hadits ini mengajarkan pentingnya berbisnis dengan cara yang adil dan menghindari eksploitasi terhadap konsumen. - Prinsip Pengorbanan dan Kepedulian
terhadap Sesama
Islam mengajarkan umatnya untuk tidak hanya mementingkan diri sendiri, tetapi juga untuk peduli terhadap kesejahteraan sesama. Hadits ini mengingatkan umat Islam untuk menghindari tindakan yang hanya menguntungkan diri sendiri tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain. Salah satu bentuk pengorbanan dalam Islam adalah dengan memberikan perhatian kepada kebutuhan orang lain, terutama dalam situasi ekonomi yang sulit. - Pentingnya Menghindari Perbuatan
yang Merugikan Umat
Hadits ini menekankan bahwa larangan terhadap penimbunan barang juga mencakup larangan terhadap tindakan yang merugikan umat. Ini mengajarkan bahwa setiap tindakan ekonomi harus dilakukan dengan niat baik dan tidak merugikan orang lain, apalagi di saat-saat yang membutuhkan seperti krisis atau kelangkaan barang.
Secara keseluruhan,
hadits ini mengajarkan tentang pentingnya keadilan sosial, kesejahteraan
umat, dan bagaimana umat Islam seharusnya bersikap dalam kegiatan ekonomi
agar tidak merugikan sesama, baik melalui penimbunan barang atau tindakan
eksploitasi lainnya.
----- Penutup Kajian -----
Hadirin yang dirahmati Allah,
Rasulullah ﷺ dengan tegas mengingatkan kita bahwa orang yang menimbun (untuk memonopoli), itu orang yang berdosa. Terkadang, kita mendengar tentang praktik menimbun barang dengan tujuan untuk menaikkan harga atau memanipulasi pasar. Dalam konteks ini, Rasulullah ﷺ memberikan teguran yang sangat jelas bahwa tindakan tersebut adalah perbuatan yang salah dan dapat merugikan masyarakat banyak. Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya untuk tidak mengeksploitasi sesama hanya demi keuntungan duniawi yang sesaat, melainkan mengajarkan agar menjaga prinsip keadilan dan kebaikan dalam bertransaksi.
Melalui kajian ini, kita mendapati penerapan hadits ini dalam kehidupan kita, khususnya dalam perekonomian dan perdagangan. Semoga Allah memberikan kita pemahaman yang benar tentang cara-cara yang diperbolehkan dalam Islam dan menjauhkan kita dari perbuatan yang dapat merugikan sesama. Aamiin.
Belajar
membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa harakat
الإسلام دين المحبة والتعاون والإيثار، يدعو إلى كل
ما يحقق ذلك، وقد منع استغلال الإنسان لأخيه الإنسان، واستغلال حاجاته الضرورية.
وفي هذا الحديث يخبر النبي صلى الله عليه وسلم أن من
احتكر فهو خاطئ، أي: عاص آثم، والخاطئ من تعمد ما لا ينبغي، والمخطئ من أراد
الصواب فصار إلى غيره، والاحتكار هو إمساك السلعة ومنعها من الأسواق وادخارها حتى
يزيد عليها الطلب والحاجة إليها، وحينئذ يبيعها بأضعاف ما كانت عليه وقت شرائها؛
ولهذا فإن الاحتكار لا يكون إلا فيما يضر بالناس حبسه، وأما مجرد ادخار الطعام
للنفس والعيال، أو شراؤه ليبيعه في وقته، فليس هو بالاحتكار المذموم.
فقيل لسعيد بن المسيب -وهو من رواة هذا الحديث-: «فإنك
تحتكر؟» فقال سعيد: إن الصحابي معمر بن عبد الله الذي كان يحدث هذا الحديث عن
النبي صلى الله عليه وسلم كان يحتكر، والمقصود منه الاحتكار المباح، وهو إذا كان
لا يضر بأهل البلد، أو أنهما كانا يحتكران الزيت، وحملا الحديث على احتكار الأقوات
عند الحاجة إليها والغلاء، قيل: الحاصل أن العلة هي الإضرار بالمسلمين، ويستوي في
ذلك القوت وغيره؛ لأنهم يتضررون بالجميع.
وفي الحديث: النهي عن احتكار الطعام ونحوه مما يحتاجه
الناس في وقت الشدة.