Sirah Nabawiyah (3): Wafatnya Ibunda Nabi ﷺ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Hadirin yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan yang penuh berkah ini, kita akan menyelami salah satu episode penting dalam kehidupan Rasulullah ﷺ, yaitu wafatnya sang ibu, Aminah binti Wahb, dan bagaimana fase ini menjadi bagian dari rangkaian tarbiyah ilahiyah (didikan langsung dari Allah) terhadap pribadi Nabi akhir zaman.

Namun sebelum itu, mari kita lihat sejenak realitas di masyarakat kita hari ini.

Di zaman sekarang, semakin banyak anak-anak tumbuh tanpa bimbingan langsung dari orang tua, baik karena ditinggal wafat, perceraian, ataupun kesibukan dunia yang menyita perhatian orang tua. Banyak dari mereka yang kehilangan arah, merasa tidak dicintai, atau bahkan tumbuh dengan luka batin yang tak tersembuhkan. Sebagian besar dari mereka akhirnya mencari pengganti kasih sayang di tempat yang salah.

Pertanyaannya adalah: apakah kehilangan figur orang tua menjadikan seseorang pasti gagal dalam hidupnya?
Ataukah ada teladan agung yang justru menunjukkan bahwa kehilangan tersebut bisa menjadi jalan menuju kemuliaan?

Di sinilah pentingnya kita mengkaji sirah nabawiyah, bukan sekadar sebagai cerita sejarah, tetapi sebagai cermin kehidupan nyata, sumber keteladanan, dan rujukan dalam menghadapi tantangan zaman.

Wafatnya Aminah binti Wahb bukan sekadar catatan sejarah, melainkan bagian penting dari bagaimana Allah menyiapkan seorang manusia pilihan, yang sejak kecil telah diuji dan dibimbing langsung oleh-Nya. Ini menunjukkan kepada kita bahwa:

Kehilangan bukan akhir segalanya, tapi bisa menjadi awal terbentuknya kekuatan dan keagungan jiwa.

Dengan mengkaji peristiwa ini, kita belajar:

  • Bagaimana membangun kekuatan dari kepedihan,

  • Bagaimana peran lingkungan sangat penting dalam membentuk karakter,

  • Dan bagaimana seorang ibu atau pengasuh memiliki peran besar meskipun sebentar.

Inilah urgensinya sirah dikaji hari ini—karena umat membutuhkan figur nyata untuk diteladani, terutama di tengah kegersangan keteladanan dan goncangan nilai-nilai keluarga yang kita alami bersama.

Mari kita buka hati dan pikiran, agar kisah ini tak hanya menambah pengetahuan, tapi juga memperkuat keimanan, membentuk kepribadian, dan menumbuhkan rasa syukur atas setiap takdir Allah dalam hidup kita.


Wafatnya Ibu Nabi


وَفَاةُ أُمِّ النَّبِيِّ آمِنَةَ بِنْتِ وَهْبٍ وَحِضَانَةُ أُمِّ أَيْمَنَ لَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
الْعَامُ الْهِجْرِيُّ: ٤٨ ق هـ الْعَامُ الْمِيلَادِيُّ: ٥٧٥

Wafatnya ibu Nabi, Aminah binti Wahb, dan pengasuhan Ummu Aiman terhadap beliau .
Tahun Hijriyah: 48 sebelum Hijrah Tahun Masehi: 575


تَفَاصِيلُ الْحَدَثِ:
لَمَّا بَلَغَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّ سِنِينَ، خَرَجَتْ بِهِ أُمُّهُ السَّيِّدَةُ آمِنَةُ بِنْتُ وَهْبٍ إِلَى أَخْوَالِهِ بَنِي عَدِيِّ بْنِ النَّجَّارِ تَزُورُهُمْ بِهِ،

Ketika Rasulullah berusia enam tahun, ibunya, Sayyidah Aminah binti Wahb, membawanya pergi ke keluarga dari pihak ibu beliau, Bani ‘Adi bin Najjar, untuk mengunjungi mereka.

وَمَعَهُ حَاضِنَتُهُ أُمُّ أَيْمَنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، وَهُمَا عَلَى بَعِيرَيْنِ، -.

Bersamanya juga ada pengasuhnya, Ummu Aiman radhiyallahu ‘anha. Mereka berdua menaiki dua ekor unta.

فَنَزَلَتْ بِهِ أُمُّهُ فِي دَارِ النَّابِغَةِ عِنْدَ قَبْرِ أَبِيهِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، فَأَقَامَتْ بِهِ عِنْدَ أَخْوَالِهِ شَهْرًا،

Ibunya singgah bersamanya di rumah An-Nabighah, di dekat makam ayahnya, Abdullah bin Abdul Muththalib. Ia tinggal di sana bersama keluarga dari pihak ibunya selama satu bulan.

ثُمَّ رَجَعَتْ بِهِ أُمُّهُ إِلَى مَكَّةَ، فَلَمَّا كَانُوا بِالْأَبْوَاءِ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ آمِنَةُ بِنْتُ وَهْبٍ،

Kemudian, ibunya membawanya kembali ke Makkah. Namun, ketika mereka berada di daerah Abwa', ibunya, Aminah binti Wahb, wafat.

وَرَجَعَتْ بِهِ أُمُّ أَيْمَنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا -وَاسْمُهَا: بَرَكَةُ بِنْتُ ثَعْلَبَةَ بْنِ حِصْنٍ

Lalu, Ummu Aiman radhiyallahu ‘anha—yang nama aslinya adalah Barakah binti Tsa‘labah bin Hishn—membawanya kembali ke Makkah.


وَكَانَتْ أُمُّ أَيْمَنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا تُحِبُّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُبًّا شَدِيدًا وَتَعْتَنِي بِهِ غَايَةَ الْاعْتِنَاءِ، وَتَحُوطُهُ بِرِعَايَتِهَا وَشَفَقَتِهَا،

Ummu Aiman radhiyallahu ‘anha sangat mencintai Nabi dengan cinta yang mendalam. Ia merawat beliau dengan penuh perhatian, kasih sayang, dan kepedulian yang besar.

وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبَرُّهَا وَيُحْسِنُ إِلَيْهَا،

Nabi juga berbakti dan berbuat baik kepadanya.

وَلَمَّا كَبِرَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْتَقَهَا، ثُمَّ أَنْكَحَهَا زَيْدَ بْنَ حَارِثَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ الَّذِي أَنْجَبَتْ مِنْهُ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا،

Ketika Nabi telah dewasa, beliau memerdekakannya. Kemudian, beliau menikahkannya dengan Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, yang darinya lahirlah Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma.

وَقَدْ تُوُفِّيَتْ أُمُّ أَيْمَنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا بَعْدَمَا تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخَمْسَةِ أَشْهُرٍ.

Ummu Aiman radhiyallahu ‘anha wafat lima bulan setelah wafatnya Rasulullah .

Sumber: https://dorar.net/history/event/3


Pelajaran dari Kajian Sirah Ini


Kisah wafatnya Aminah binti Wahb dan pengasuhan Ummu Aiman terhadap Nabi Muhammad ﷺ mengandung banyak pelajaran berharga, baik dari sisi sejarah, akhlak, maupun keteladanan dalam kehidupan. Berikut adalah beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil:

1. Takdir dan Kehendak Allah

  • Sejak kecil, Nabi Muhammad ﷺ sudah mengalami ujian berat dengan kehilangan ayah dan ibunya dalam usia yang sangat muda. Ini menunjukkan bahwa Allah telah menyiapkan beliau untuk menghadapi kehidupan yang penuh tantangan.

  • Peristiwa ini mengajarkan bahwa semua yang terjadi dalam hidup seseorang adalah bagian dari ketetapan Allah (Qadar), dan kita harus bersabar dalam menghadapi ujian.

2. Kasih Sayang dan Peran Seorang Ibu

  • Aminah binti Wahb menunjukkan kasih sayang yang besar kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan membawanya ke Madinah untuk mengenalkannya kepada keluarga dari pihak ibunya.

  • Hal ini menunjukkan pentingnya peran ibu dalam memperkenalkan anak kepada lingkungan keluarganya dan mengajarkan nilai-nilai kasih sayang dan silaturahmi.

3. Kesetiaan dan Pengorbanan Seorang Pengasuh

  • Ummu Aiman (Barakah binti Tsa‘labah) memberikan contoh luar biasa tentang kesetiaan dan kasih sayang kepada Nabi Muhammad ﷺ.

  • Meskipun bukan ibu kandung, ia mengasuh, mencintai, dan merawat beliau dengan sepenuh hati, bahkan setelah Aminah wafat.

  • Ini mengajarkan bahwa kasih sayang tidak selalu berdasarkan hubungan darah, tetapi juga dari ketulusan hati dan pengorbanan.

4. Keutamaan Berbakti kepada Orang yang Berjasa

  • Nabi Muhammad ﷺ tidak pernah melupakan jasa Ummu Aiman. Ketika beliau telah dewasa, beliau tetap berbuat baik kepadanya dan bahkan membebaskannya dari status perbudakan.

  • Hal ini mengajarkan kita untuk selalu berbakti kepada orang yang telah berjasa dalam hidup kita, baik orang tua, pengasuh, guru, atau siapa pun yang telah membantu kita.

5. Keutamaan Kesabaran dalam Menghadapi Ujian

  • Kehilangan orang tua sejak kecil bukanlah hal yang mudah, tetapi Nabi ﷺ tetap tumbuh dengan akhlak yang mulia dan menjadi manusia paling sempurna dalam sejarah.

  • Ini mengajarkan kita untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan hidup dan menjadikannya sebagai sarana untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah.

6. Nilai Persaudaraan dalam Islam

  • Pernikahan Ummu Aiman dengan Zaid bin Haritsah yang merupakan mantan budak, menunjukkan bahwa Islam tidak membedakan manusia berdasarkan status sosial.

  • Islam menekankan persaudaraan dan keadilan, di mana setiap orang dinilai berdasarkan ketakwaannya, bukan kedudukannya di masyarakat.

7. Kemuliaan Ummu Aiman dalam Islam

  • Ummu Aiman termasuk salah satu perempuan yang memiliki kedudukan mulia dalam Islam. Ia menjadi ibu angkat Rasulullah ﷺ dan mendapatkan doa keberkahan dari beliau.

  • Ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk generasi Islam, baik sebagai ibu, pengasuh, maupun pendidik.

8. Kematian adalah Kepastian

  • Kisah ini juga mengingatkan kita bahwa kematian adalah kepastian yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun, bahkan keluarga Rasulullah ﷺ.

  • Oleh karena itu, kita harus selalu mempersiapkan diri dengan amal saleh dan memperbanyak kebaikan sebelum ajal menjemput.

9. Perjalanan dan Pengalaman Masa Kecil Membentuk Karakter

  • Perjalanan Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah saat masih kecil bukan hanya sekadar kunjungan keluarga, tetapi juga sebuah pengalaman berharga yang memperkenalkan beliau pada lingkungan baru dan membangun ketahanan mental.

  • Ini menunjukkan pentingnya memberikan pengalaman luas kepada anak-anak sejak dini agar mereka tumbuh dengan pemahaman sosial dan mental yang lebih kuat.

10. Pendidikan Anak dalam Kondisi Sulit

  • Meskipun yatim piatu sejak kecil, Nabi Muhammad ﷺ tetap tumbuh dengan kepribadian yang luar biasa. Ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pembentukan karakter tidak selalu bergantung pada keadaan ekonomi atau kelengkapan keluarga, tetapi lebih kepada bagaimana anak dididik dengan nilai-nilai luhur.

  • Pelajaran ini penting bagi para orang tua dan pendidik bahwa membangun karakter anak lebih utama daripada sekadar memberi fasilitas materi.

11. Pentingnya Figur Pengganti dalam Kehidupan Anak

  • Kehadiran Ummu Aiman sebagai pengasuh Nabi ﷺ menunjukkan bahwa seorang anak yang kehilangan orang tua tetap bisa tumbuh dengan baik jika mendapatkan figur pengganti yang penuh kasih sayang dan perhatian.

  • Ini menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap anak-anak yatim dan memberikan mereka dukungan moral dan sosial.

12. Ketahanan Mental dan Spiritualitas dalam Menghadapi Duka

  • Kehilangan ibu dalam usia enam tahun merupakan pukulan berat, tetapi Nabi ﷺ mampu menghadapinya dengan kesabaran dan keteguhan hati.

  • Hal ini menunjukkan pentingnya memiliki ketahanan mental dan spiritual sejak dini agar seseorang bisa tetap tegar dalam menghadapi kehilangan dan musibah.

13. Keterkaitan Sejarah Masa Kecil Nabi dengan Dakwah di Madinah

  • Kunjungan Nabi ﷺ ke keluarga ibunya di Madinah sejak kecil secara tidak langsung membangun keterikatan emosional dengan kota tersebut.

  • Hal ini menjadi relevan karena kelak Madinah akan menjadi tempat hijrah dan pusat dakwah Islam. Ini menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil sering kali memiliki pengaruh besar pada perjalanan hidup seseorang di masa depan.

14. Islam Menjunjung Tinggi Perempuan dalam Peran Keibuan dan Pengasuhan

  • Kisah ini menampilkan dua sosok perempuan, Aminah binti Wahb dan Ummu Aiman, yang memainkan peran penting dalam kehidupan Nabi ﷺ.

  • Ini menunjukkan bahwa Islam menghormati dan mengakui peran perempuan dalam membentuk generasi dan mendidik pemimpin masa depan.

15. Perjalanan Hidup Manusia Sudah Ditetapkan oleh Allah

  • Nabi ﷺ lahir sebagai yatim dan kemudian menjadi piatu di usia dini, tetapi justru keadaan ini yang membentuk beliau menjadi pribadi yang kuat dan mandiri.

  • Ini menunjukkan bahwa perjalanan hidup setiap manusia telah ditetapkan oleh Allah dengan hikmah yang besar, meskipun terkadang sulit dipahami di awal.

16. Kepedulian Sosial terhadap Orang-Orang yang Kehilangan Keluarga

  • Kisah ini mengajarkan bahwa seseorang yang kehilangan keluarga sejak kecil tetap bisa tumbuh dengan baik jika ada lingkungan yang peduli terhadapnya.

  • Oleh karena itu, masyarakat Islam harus lebih peduli terhadap anak yatim dan orang-orang yang kehilangan keluarganya, dengan memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus.


Hikmah Wafatnya Ibu Nabi


Wafatnya Aminah binti Wahb bukan hanya sekadar peristiwa duka, tetapi merupakan bagian dari rencana Allah untuk membentuk kepribadian Nabi Muhammad ﷺ sebagai manusia paling sempurna. Ujian ini menjadikan beliau lebih kuat, mandiri, dan dekat dengan Allah, serta membentuk akhlak yang penuh kasih sayang terhadap sesama, terutama anak yatim. 

Beberapa hikmah yang dapat diambil dari peristiwa ini adalah:

1. Mendidik Nabi ﷺ untuk Bergantung Hanya kepada Allah

  • Sejak kecil, Nabi ﷺ sudah kehilangan kedua orang tuanya, sehingga tidak ada figur duniawi yang menjadi tempat bergantung sepenuhnya.

  • Hal ini menjadikan beliau tumbuh dengan ketergantungan yang mutlak kepada Allah, bukan kepada manusia, sehingga beliau memiliki keyakinan dan tawakal yang sangat kuat.

2. Persiapan untuk Menghadapi Beban Dakwah

  • Seorang nabi diutus dengan tugas yang sangat berat, yaitu membawa risalah Allah dan menghadapi berbagai tantangan dari kaumnya.

  • Dengan ujian kehilangan orang tua sejak dini, Nabi ﷺ telah ditempa untuk memiliki keteguhan hati, kemandirian, dan ketahanan mental yang luar biasa.

3. Menjadikan Nabi ﷺ Lebih Dekat dengan Kaum Yatim dan Orang Miskin

  • Nabi Muhammad ﷺ tumbuh sebagai seorang yatim, sehingga beliau sangat memahami perasaan anak-anak yang kehilangan orang tua.

  • Hal ini menjadikan beliau seorang yang sangat penyayang terhadap yatim dan orang miskin, yang kemudian banyak tercermin dalam ajaran Islam, seperti anjuran untuk memuliakan anak yatim dalam Surah Ad-Duha:

    "Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah engkau menghardiknya." (QS. Ad-Duha: 9)

4. Memurnikan Risalah Islam dari Pengaruh Tradisi Keluarga

  • Jika Nabi ﷺ dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang lengkap, mungkin akan ada anggapan bahwa ajaran beliau dipengaruhi oleh didikan ayah atau ibunya.

  • Dengan wafatnya kedua orang tua, Allah menjaga kemurnian risalah Islam, sehingga tidak ada klaim bahwa ajaran beliau hanyalah warisan dari keluarganya.

5. Menunjukkan Bahwa Kedudukan Seseorang Tidak Ditentukan oleh Faktor Keluarga

  • Dalam tradisi Arab, seseorang dianggap memiliki kedudukan tinggi jika berasal dari keluarga terhormat dan memiliki orang tua yang kuat.

  • Allah menunjukkan bahwa Nabi ﷺ, meskipun lahir sebagai yatim piatu, tetap menjadi manusia paling mulia di muka bumi. Ini menegaskan bahwa kemuliaan seseorang ditentukan oleh ketakwaan, bukan status keluarga.

6. Menjadi Bukti Bahwa Nabi ﷺ Dididik Langsung oleh Allah

  • Karena kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil, Nabi ﷺ tumbuh tanpa ada sosok ayah atau ibu yang secara langsung membentuk kepribadiannya.

  • Ini membuktikan bahwa pembentukan karakter beliau adalah murni dari Allah, sebagaimana beliau sendiri bersabda:

    "Aku dididik oleh Tuhanku, maka Dia memperindah pendidikanku." (HR. Al-Baihaqi)

7. Menunjukkan Ketetapan Allah dalam Menentukan Takdir

  • Kematian ibu Nabi ﷺ di usia muda mengajarkan bahwa kehidupan manusia sepenuhnya berada di tangan Allah. Tidak ada yang bisa menolak ajal yang telah ditetapkan-Nya.

  • Ini juga menjadi pengingat bahwa kehidupan dunia bersifat sementara, sehingga manusia harus selalu mempersiapkan diri untuk kembali kepada Allah.

8. Mengajarkan Sabar dalam Menghadapi Ujian Hidup

  • Nabi ﷺ mengalami berbagai cobaan sejak kecil, tetapi beliau tidak pernah mengeluh atau berputus asa.

  • Hal ini memberikan pelajaran bahwa setiap muslim harus bersabar dalam menghadapi kehilangan dan musibah, karena ujian adalah bagian dari perjalanan hidup yang telah Allah tetapkan.

 


Penutup Kajian Sirah


Hadirin yang dirahmati Allah,

Setelah bersama-sama kita menyelami salah satu episode penting dalam kehidupan Nabi kita Muhammad ﷺ—yakni wafatnya sang ibu, Aminah binti Wahb—kita mendapatkan banyak pelajaran dan faedah berharga.

Kita belajar bahwa:

  • Ujian hidup adalah bagian dari proses pendidikan langsung dari Allah, sebagaimana Rasulullah ﷺ dibentuk oleh ujian sejak dini.

  • Kehilangan orang tua bukan akhir dari perjalanan hidup, tetapi bisa menjadi awal tumbuhnya kekuatan jiwa, keteguhan hati, dan kemandirian.

  • Kita melihat bagaimana peran sosok pengasuh seperti Ummu Aiman menunjukkan pentingnya kasih sayang dan pengasuhan yang tulus, bahkan dari orang yang bukan ibu kandung.

  • Dan yang tak kalah penting, kita memahami bahwa sirah Nabi ﷺ bukan sekadar sejarah, tetapi panduan hidup dan inspirasi untuk menghadapi tantangan zaman dengan keimanan dan akhlak yang luhur.

Hadirin sekalian,

Kajian ini tidak akan bermakna bila hanya berhenti di telinga dan pikiran. Ia harus turun menyentuh hati kita, sikap kita, dan tindakan kita sehari-hari. Maka mari kita renungkan:

  • Bagi yang pernah merasa kehilangan dan terluka, jadikan kisah ini sebagai penguat jiwa bahwa Allah sedang mendidik kita untuk menjadi lebih mulia.

  • Bagi para orang tua dan pendidik, ambillah teladan dari kasih sayang Ummu Aiman, bahwa perhatian dan cinta yang tulus bisa mengubah masa depan anak.

  • Dan bagi kita semua, belajarlah untuk lebih tawakal kepada Allah, karena Dialah sebaik-baik penolong ketika semua sandaran dunia telah pergi.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang kuat seperti Nabi-Nya, tabah dalam ujian, lembut dalam kasih sayang, dan tegar dalam membawa risalah kebaikan di tengah masyarakat. 

Akhirnya, kita menutup kajian kita ini dengan membaca doa kafaratul majelis 

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَى أَقْوَمِ الطَّرِيقِ،

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers