Sirah Nabawiyah (4): Nabi ﷺ Diasuh Oleh Kakeknya, Abdul Muthalib
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ
Hadirin yang dirahmati Allah,
Kita hidup di zaman yang penuh tantangan, di mana nilai-nilai pendidikan, kepemimpinan, dan akhlak mulai tergerus oleh pengaruh materialisme, individualisme, dan pergeseran nilai-nilai keluarga. Banyak orang tua yang kesulitan dalam mendidik anak-anak mereka, generasi muda kehilangan sosok teladan yang bisa membimbing mereka, dan masyarakat lebih mengutamakan kesuksesan materi daripada pembentukan karakter yang kuat.
Di tengah kondisi ini, kajian sirah nabawiyah menjadi sangat penting, khususnya dalam memahami masa kecil Rasulullah ﷺ. Mengapa demikian? Karena dari perjalanan hidup beliau sejak kecil, kita dapat melihat bagaimana seorang anak yatim yang tumbuh dalam berbagai keterbatasan mampu menjadi manusia paling berpengaruh dalam sejarah.
Hari ini, kita akan membahas fase penting dalam kehidupan Rasulullah ﷺ, yaitu ketika beliau berada dalam asuhan kakeknya, ‘Abdul Muththalib. Ini bukan sekadar cerita sejarah, tetapi kisah yang penuh dengan hikmah dan pelajaran bagi kita semua.
🛑 Mengapa Kajian Ini Penting?
✅ 1. Banyak Anak Kehilangan Figur Pembimbing dalam Keluarga
-
Rasulullah ﷺ sejak kecil telah kehilangan ayah dan ibu, tetapi tetap tumbuh dengan karakter kuat.
-
Ini menjadi pelajaran bahwa pembentukan karakter tidak selalu bergantung pada keutuhan keluarga, tetapi juga pada bimbingan dan lingkungan yang baik.
✅ 2. Generasi Muda Butuh Teladan dalam Kepemimpinan
-
Di zaman ini, banyak anak muda yang kehilangan arah dan tidak memiliki role model yang baik.
-
Kisah masa kecil Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa kepemimpinan sejati tidak lahir dari kemewahan, tetapi dari tempaan ujian hidup.
✅ 3. Masyarakat Butuh Nilai-Nilai Akhlak dan Kedermawanan
-
‘Abdul Muththalib adalah sosok pemimpin yang dihormati bukan karena hartanya, tetapi karena akhlak dan kepeduliannya terhadap masyarakat.
-
Ini menjadi pelajaran bahwa kemuliaan seseorang bukan diukur dari jabatan atau harta, tetapi dari manfaat yang ia berikan kepada orang lain.
✅ 4. Menanamkan Kesadaran Akan Peran Orang Tua dan Kakek-Nenek dalam Pendidikan Anak
-
Dalam banyak keluarga modern, peran kakek-nenek mulai terpinggirkan dalam mendidik cucu mereka.
-
Padahal, kisah ‘Abdul Muththalib menunjukkan bahwa kakek bisa menjadi sosok pendidik yang berperan besar dalam membentuk karakter cucunya.
Maka, mari kita telaah lebih dalam bagaimana perjalanan hidup Rasulullah ﷺ di bawah asuhan kakeknya, bagaimana kedudukan ‘Abdul Muththalib di masyarakat Makkah, serta pelajaran apa yang bisa kita ambil untuk diterapkan dalam kehidupan kita hari ini.
Semoga kajian ini menjadi wasilah bagi kita untuk lebih mengenal Rasulullah ﷺ, memahami sirahnya, dan menjadikannya pedoman dalam menjalani kehidupan.
اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِينَ.
📌 Mari kita mulai kajian ini dengan penuh perhatian dan semangat untuk mengambil pelajaran!
Nabi
ﷺ Diasuh oleh Kakeknya
كَفَالَةُ عَبْدِ
الْمُطَّلِبِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعْرِفَتُهُ
بِشَأْنِهِ.
الْعَامُ الْهِجْرِيُّ: ٤٨ ق هـ، الْعَامُ الْمِيلَادِيُّ: ٥٧٥
Pengasuhan ‘Abdul
Muththalib atas Rasulullah ﷺ.
Tahun Hijriyah: 48 sebelum Hijrah | Tahun Masehi: 575
تَفَاصِيلُ الْحَدَثِ:
لَمَّا تُوُفِّيَتْ آمِنَةُ وَالِدَةُ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ وَعُمُرُهُ سِتُّ سِنِينَ، صَارَتْ كَفَالَتُهُ إِلَى جَدِّهِ عَبْدِ
الْمُطَّلِبِ بْنِ هَاشِمٍ،
Ketika Aminah, ibu Rasulullah ﷺ wafat dan usia beliau
enam tahun, maka pengasuhan beliau beralih kepada kakeknya, ‘Abdul Muththalib
bin Hasyim.
وَكَانَ عَبْدُ
الْمُطَّلِبِ ذَا شَرَفٍ فِي قَوْمِهِ وَفَضْلٍ، وَكَانَتْ قُرَيْشٌ تُسَمِّيهِ
الْفَضْلَ؛ لِسَمَاحَتِهِ وَفَضْلِهِ،
‘Abdul Muththalib adalah sosok yang terhormat dan mulia di
tengah kaumnya. Kaum Quraisy bahkan menjulukinya “Al-Faḍl” (yang mulia) karena
kemurahan dan kemuliaannya.
وَتَوَلَّى أَمْرَ
الرِّفَادَةِ وَالسِّقَايَةِ بَعْدَ مَوْتِ أَبِيهِ هَاشِمِ بْنِ عَبْدِ مَنَافٍ.
Ia juga memegang tanggung jawab atas urusan memberi makan
dan memberi minum jamaah haji setelah wafatnya ayahnya, Hasyim bin ‘Abdi Manaf.
وَكَانَ عَبْدُ
الْمُطَّلِبِ يُحِبُّ حَفِيدَهُ مُحَمَّدًا حُبًّا عَظِيمًا، وَيُقَدِّمُهُ عَلَى
سَائِرِ بَنِيهِ، وَيَرِقُّ عَلَيْهِ أَكْثَرَ مِنْ رِقَّتِهِ عَلَى أَوْلَادِهِ.
‘Abdul Muththalib sangat mencintai cucunya, Muhammad ﷺ, dengan kecintaan yang besar. Ia lebih mengutamakannya dibanding
anak-anaknya yang lain, dan kelembutannya kepada beliau melebihi kelembutannya
kepada anak-anaknya sendiri.
قَالَ ابْنُ إِسْحَاقَ
رَحِمَهُ اللَّهُ: "وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَعَ جَدِّهِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ بْنِ هَاشِمٍ - يَعْنِي: بَعْدَ
مَوْتِ أُمِّهِ آمِنَةَ بِنْتِ وَهْبٍ -؛
Ibnu Ishaq rahimahullah berkata: “Rasulullah ﷺ tinggal bersama kakeknya, ‘Abdul Muththalib bin Hasyim—yakni
setelah wafat ibunya, Aminah binti Wahb.
فَكَانَ يُوضَعُ
لِعَبْدِ الْمُطَّلِبِ فِرَاشٌ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ، وَكَانَ بَنُوهُ
يَجْلِسُونَ حَوْلَ فِرَاشِهِ ذَلِكَ حَتَّى يَخْرُجَ إِلَيْهِ، لَا يَجْلِسُ
عَلَيْهِ أَحَدٌ مِنْ بَنِيهِ إِجْلَالًا لَهُ؛
‘Abdul Muththalib biasa diberi hamparan khusus di bawah
naungan Ka’bah. Anak-anaknya duduk mengelilingi hamparan itu hingga ia datang,
dan tidak seorang pun dari mereka yang duduk di atasnya karena menghormatinya.
فَكَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي وَهُوَ غُلَامٌ جَفْرٌ - أَيْ:
مُـمْتَلِئٌ قَوِيٌّ - حَتَّى يَجْلِسَ عَلَيْهِ؛ فَيَأْخُذُهُ أَعْمَامُهُ
لِيُؤَخِّرُوهُ عَنْهُ؛
Namun, Rasulullah ﷺ yang saat itu masih
kecil dan kuat badannya, biasa datang dan duduk di atas hamparan itu. Maka para
pamannya menarik beliau agar menjauhi hamparan itu.
فَيَقُولُ عَبْدُ
الْمُطَّلِبِ إِذَا رَأَى ذَلِكَ مِنْهُمْ: دَعُوا ابْنِي؛ فَوَاللَّهِ إِنَّ لَهُ
لَشَأْنًا،
Melihat hal itu, ‘Abdul Muththalib berkata: ‘Biarkan
anakku! Demi Allah, sungguh ia memiliki urusan besar (di masa depan).’
ثُمَّ يُجْلِسُهُ
مَعَهُ عَلَى فِرَاشِهِ، وَيَمْسَحُ ظَهْرَهُ بِيَدِهِ، وَيَسُرُّهُ مَا يَرَاهُ
يَصْنَعُ".
Lalu beliau ﷺ
didudukkan bersamanya di atas hamparan itu, ia mengusap punggung beliau dengan
tangannya, dan merasa senang melihat apa yang dilakukan oleh cucunya itu.”
وَكَانَ عَبْدُ
الْمُطَّلِبِ لَا يَأْكُلُ طَعَامًا إِلَّا يَقُولُ: "عَلَيَّ
بِابْنِي!"، فَيُؤْتَى بِهِ إِلَيْهِ.
‘Abdul Muththalib tidak pernah makan makanan kecuali ia
berkata, “Panggilkan cucuku!” Maka Nabi ﷺ pun dibawakan
kepadanya.
وَلَمَّا حَضَرَتْ
عَبْدَ الْمُطَّلِبِ الْوَفَاةُ أَوْصَى أَبَا طَالِبٍ بِحِفْظِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحِيَاطَتِهِ.
Dan ketika ajal menjemput ‘Abdul Muththalib, ia berwasiat
kepada Abu Thalib agar menjaga dan melindungi Rasulullah ﷺ.
Sumber: https://dorar.net/history/event/4
Pelajaran
dari Kajian Sirah Ini
Kajian mengenai pengasuhan Rasulullah ﷺ oleh kakeknya, ‘Abdul Muththalib, mengandung berbagai pelajaran penting yang dapat diambil dalam aspek akidah, akhlak, kepemimpinan, dan pendidikan anak.
Pelajaran dari kisah ini sangat relevan bagi kehidupan kita saat ini, baik dalam aspek keluarga, kepemimpinan, maupun pendidikan anak. Berikut adalah beberapa pelajaran penting secara rinci:
1. Takdir Allah dalam Membentuk Kepribadian Rasulullah ﷺ
Allah ﷻ menyiapkan Rasulullah ﷺ dengan keadaan yatim sejak kecil, kehilangan ibu di usia 6 tahun, lalu diasuh oleh kakeknya ‘Abdul Muththalib, dan setelah itu oleh pamannya Abu Thalib. Hal ini mengajarkan kita:
✅ Allah memilih kondisi terbaik bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya.
✅ Ujian kehilangan orang tua sejak dini bukanlah penghalang untuk menjadi pribadi besar. Rasulullah ﷺ tetap tumbuh menjadi pribadi unggul meskipun tanpa kedua orang tua.
✅ Allah menjaga Rasulullah ﷺ melalui orang-orang terdekatnya. Ini menunjukkan bagaimana ketentuan Allah selalu berjalan sesuai hikmah-Nya.
2. Kasih Sayang Kakek terhadap Cucu
✅ ‘Abdul Muththalib menunjukkan kasih sayang besar kepada Rasulullah ﷺ.
-
Ia mengutamakan Rasulullah ﷺ dibanding anak-anaknya sendiri.
-
Ia memperhatikan keistimewaan yang ada pada diri Rasulullah ﷺ sejak kecil.
-
Ia membiarkan Rasulullah ﷺ duduk di tempat istimewanya di dekat Ka’bah, meskipun anak-anaknya sendiri tidak berani duduk di sana.
🔹 Pelajaran:
📌 Orang tua dan kakek-nenek harus memberikan kasih sayang yang cukup kepada anak dan cucu mereka.
📌 Memberikan penghormatan dan kepercayaan kepada anak sejak dini dapat menumbuhkan kepercayaan diri dan jiwa kepemimpinan mereka.
3. Tanda-Tanda Keistimewaan Rasulullah ﷺ Sejak Kecil
✅ ‘Abdul Muththalib menyadari ada sesuatu yang luar biasa dalam diri cucunya.
-
Ia berkata: "Demi Allah, sesungguhnya ia memiliki urusan besar."
-
Ia memperlakukan Rasulullah ﷺ dengan penuh penghormatan dan perhatian.
🔹 Pelajaran:
📌 Terkadang, ada anak-anak yang menunjukkan bakat dan keistimewaan sejak kecil. Orang tua harus bisa mengenali dan membimbing mereka dengan baik.
📌 Menyadari potensi seorang anak sejak dini dapat membantu mengarahkannya ke jalan yang benar.
4. Kehidupan Masyarakat Quraisy dan Tradisi Mereka
✅ ‘Abdul Muththalib memiliki kedudukan tinggi di antara kaum Quraisy.
-
Ia memegang tanggung jawab rifādah (memberi makan jamaah haji) dan siqāyah (memberi minum jamaah haji).
-
Ia dikenal dengan sifat dermawan, pemurah, dan bijaksana.
-
Ia dihormati hingga tidak ada anaknya yang berani duduk di tempat duduknya.
🔹 Pelajaran:
📌 Kepemimpinan yang baik harus disertai sifat mulia seperti kemurahan hati dan tanggung jawab kepada masyarakat.
📌 Seorang pemimpin yang baik akan mendapatkan penghormatan dari orang-orang di sekitarnya.
5. Peran Keluarga dalam Menjaga Anak Yatim
✅ Ketika ‘Abdul Muththalib wafat, ia mewasiatkan Rasulullah ﷺ kepada Abu Thalib.
-
Ia memahami bahwa anak yatim harus mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari keluarga terdekat.
-
Abu Thalib kemudian mengasuh Rasulullah ﷺ dengan penuh perhatian dan kasih sayang.
🔹 Pelajaran:
📌 Anak yatim memiliki hak untuk dilindungi dan diasuh dengan baik.
📌 Wasiat kepada keluarga tentang perawatan anak yatim menunjukkan pentingnya tanggung jawab sosial dalam keluarga besar.
6. Kedekatan Rasulullah ﷺ dengan Ka’bah Sejak Kecil
✅ Rasulullah ﷺ sudah terbiasa duduk di tempat yang dekat dengan Ka’bah sejak kecil.
-
Ini menunjukkan keterkaitan beliau dengan rumah Allah sejak dini.
-
Ini juga merupakan bagian dari persiapan Allah dalam menjadikannya seorang Nabi dan pemimpin umat Islam.
🔹 Pelajaran:
📌 Mengenalkan anak-anak kepada tempat ibadah dan nilai-nilai agama sejak dini sangat penting.
📌 Mengajarkan anak untuk dekat dengan masjid atau tempat ibadah dapat menanamkan kecintaan kepada agama sejak kecil.
7. Ujian Kehilangan Orang Tua Bisa Membentuk Kemandirian
✅ Rasulullah ﷺ kehilangan ayah sebelum lahir, kehilangan ibu di usia 6 tahun, dan kehilangan kakek di usia 8 tahun.
-
Meskipun ini adalah ujian berat, justru hal ini menjadikan Rasulullah ﷺ tumbuh sebagai pribadi yang kuat dan mandiri.
-
Tidak ada sosok ayah atau ibu yang bisa menjadi sandaran utama beliau, sehingga sejak kecil beliau terbiasa menghadapi tantangan sendiri.
-
Hal ini menjadi pelajaran bahwa kesulitan hidup tidak selalu menjadikan seseorang lemah, tetapi bisa membentuk karakter yang tangguh.
📌 Pelajaran:
✔ Anak yang tumbuh dalam keterbatasan tetap bisa menjadi pribadi hebat jika mendapatkan bimbingan dan lingkungan yang baik.
✔ Ujian hidup bisa membentuk pribadi yang kuat jika dihadapi dengan ketabahan dan mental yang positif.
8. Keistimewaan Anak Tidak Selalu Terlihat Langsung, Tapi Butuh Kepekaan
✅ ‘Abdul Muththalib bisa melihat ada sesuatu yang luar biasa dalam diri Rasulullah ﷺ.
-
Namun, keistimewaan ini tidak serta-merta tampak jelas bagi semua orang.
-
Bahkan, para paman Rasulullah ﷺ awalnya ingin menjauhkan beliau dari hamparan kehormatan kakeknya.
-
Hal ini mengajarkan bahwa anak berbakat tidak selalu langsung diakui oleh lingkungannya, tetapi membutuhkan orang yang peka untuk mengenali potensinya.
📌 Pelajaran:
✔ Setiap anak memiliki potensi yang unik, dan perlu sosok bijaksana yang dapat melihat serta membimbingnya.
✔ Orang tua atau guru harus peka dalam mengenali keistimewaan anak-anak, bahkan jika anak tersebut belum menunjukkan prestasi nyata.
9. Kemuliaan Seseorang Tidak Selalu Ditentukan oleh Kekayaan atau Keturunan
✅ ‘Abdul Muththalib memiliki kedudukan tinggi di masyarakat, tetapi penghormatan yang diberikan kepadanya lebih karena akhlak dan kepemimpinannya.
-
Ia dikenal karena kemurahan hati, kebijaksanaan, dan dedikasi kepada masyarakat.
-
Rasulullah ﷺ juga berasal dari keluarga terpandang, tetapi kemuliaan beliau bukan karena nasabnya, melainkan karena akhlaknya yang luar biasa.
📌 Pelajaran:
✔ Kemuliaan sejati seseorang bukan terletak pada status sosialnya, tetapi pada akhlak dan manfaatnya bagi masyarakat.
✔ Seseorang tidak harus berasal dari keluarga kaya atau bangsawan untuk menjadi sosok yang dihormati.
10. Tidak Semua Anak Bangsawan Tumbuh dengan Kemewahan
✅ Meskipun berasal dari keluarga Quraisy yang terpandang, Rasulullah ﷺ tidak tumbuh dalam kemewahan.
-
Setelah kakeknya wafat, beliau diasuh oleh Abu Thalib, yang saat itu tidak memiliki banyak harta.
-
Rasulullah ﷺ bahkan harus bekerja menggembala kambing sejak kecil.
-
Hal ini menunjukkan bahwa kemuliaan seseorang tidak harus datang dari hidup dalam kenyamanan dan kemewahan, tetapi dari ketekunan dan kerja kerasnya.
📌 Pelajaran:
✔ Menghadapi kehidupan sederhana sejak kecil bisa membentuk pribadi yang tangguh dan mandiri.
✔ Orang tua tidak harus selalu memberikan kemewahan kepada anak; yang lebih penting adalah mendidik mereka dengan nilai-nilai kehidupan yang kuat.
11. Sosok Kakek Bisa Berperan Besar dalam Pendidikan Anak
✅ Dalam kisah ini, ‘Abdul Muththalib berperan sebagai sosok yang sangat berpengaruh dalam masa kecil Rasulullah ﷺ.
-
Meski hanya mengasuh Rasulullah ﷺ selama dua tahun, ia memberikan kasih sayang, perlindungan, dan rasa percaya diri yang besar kepada beliau.
-
Hal ini menunjukkan bahwa peran kakek-nenek dalam membentuk karakter cucu mereka sangat penting.
📌 Pelajaran:
✔ Kakek-nenek bukan hanya sebagai anggota keluarga yang lebih tua, tetapi bisa menjadi figur pendidik dan pemberi motivasi bagi cucu-cucunya.
✔ Perhatian dan kasih sayang dari kakek-nenek dapat memberikan pengaruh besar terhadap kepribadian anak.
12. Sikap Menghormati Orang Tua dan Orang yang Lebih Tua dalam Tradisi Quraisy
✅ Anak-anak ‘Abdul Muththalib tidak berani duduk di tempat duduk kehormatannya sebagai bentuk penghormatan.
-
Ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat Quraisy, ada nilai adab dan penghormatan kepada orang tua dan pemimpin keluarga.
-
Rasulullah ﷺ, meskipun duduk di tempat tersebut, tetap mendapat izin dari kakeknya, yang berarti kehormatan bisa diberikan kepada yang lebih muda jika ia memiliki keistimewaan.
📌 Pelajaran:
✔ Mengajarkan anak-anak tentang adab dan penghormatan kepada orang yang lebih tua adalah hal yang penting dalam membangun karakter mereka.
✔ Namun, penghormatan kepada orang yang lebih muda juga bisa diberikan jika mereka memiliki keutamaan.
13. Kebiasaan Hidup Dekat dengan Ka’bah Mempengaruhi Kepribadian Rasulullah ﷺ
✅ Sejak kecil, Rasulullah ﷺ sering berada di sekitar Ka’bah karena kedudukan kakeknya.
-
Ini menjadikan beliau terbiasa melihat berbagai peristiwa penting di sekitar Ka’bah, termasuk aktivitas ibadah dan interaksi sosial masyarakat.
-
Hal ini bisa menjadi salah satu faktor yang membentuk kepekaan sosial dan jiwa kepemimpinan beliau sejak kecil.
📌 Pelajaran:
✔ Lingkungan tempat anak tumbuh memiliki pengaruh besar terhadap kepribadiannya.
✔ Membiasakan anak berada di tempat-tempat yang baik dan bermanfaat dapat membantu membentuk karakter mereka di masa depan.
Penutup Kajian Sirah
Hadirin yang dirahmati Allah,
Telah kita simak bersama satu fase penting dalam kehidupan Rasulullah ﷺ, yaitu saat beliau berada dalam asuhan kakeknya, ‘Abdul Muththalib. Meskipun masa itu hanya berlangsung singkat—sekitar dua tahun—namun dampaknya sangat besar dalam membentuk kepribadian dan akhlak Rasulullah ﷺ.
Melalui kajian ini, kita telah menyelami:
✅ Bagaimana kasih sayang dan kebijaksanaan ‘Abdul Muththalib menumbuhkan rasa aman dan percaya diri dalam diri cucunya yang yatim piatu
.
✅ Bagaimana Rasulullah ﷺ tumbuh di tengah masyarakat Quraisy yang kompleks, dan mewarisi nilai-nilai kepemimpinan, kemuliaan akhlak, serta kepekaan sosial.
✅ Betapa besar peran lingkungan, keluarga, dan orang tua dalam membentuk karakter seorang anak, bahkan ketika kondisi keluarga tidak ideal.
✅ Dan yang tak kalah penting: kesadaran akan pentingnya menanamkan nilai-nilai kebaikan sejak dini, bahkan dalam situasi terbatas.
💡 Ringkasan Faedah Kajian
📌 1. Teladan kasih sayang dalam pengasuhan anak.
📌 2. Pentingnya membangun kepercayaan diri dan rasa aman pada anak.
📌 3. Kemuliaan akhlak dan kepedulian lebih utama dari status atau harta.
📌 4. Nilai pendidikan keluarga dan lingkungan sangat berpengaruh pada masa depan anak.
📌 5. Kemandirian dan ketangguhan bisa lahir dari ujian hidup.
🌱 Harapan dan Penutup
Hadirin sekalian,
Sirah bukan sekadar cerita masa lalu. Ia adalah cermin yang menuntun kita untuk memperbaiki masa kini dan masa depan. Maka, setelah memahami kisah ini, mari kita ambil pelajaran untuk:
✔ Menjadi orang tua atau anggota keluarga yang peduli dan bijaksana.
✔ Menumbuhkan akhlak mulia dan kepekaan sosial dalam diri dan anak-anak kita.
✔ Serta terus menghadirkan keteladanan Rasulullah ﷺ dalam rumah tangga, masyarakat, dan kehidupan sehari-hari.
Semoga Allah menjadikan kita semua pecinta Rasulullah ﷺ yang sejati, yang bukan hanya mengenal sirahnya, tetapi juga berusaha meneladani setiap langkahnya dalam hidup kita.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُحِبِّينَ لِرَسُولِكَ، الْمُتَّبِعِينَ لَهُ، السَّائِرِينَ عَلَى نَهْجِهِ، الثَّابِتِينَ عَلَى سُنَّتِهِ حَتَّى نَلْقَاكَ
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mencintai Rasul-Mu, yang mengikuti jejaknya, yang berjalan di atas petunjuknya, dan yang teguh berpegang pada sunnahnya hingga kami berjumpa dengan-Mu.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ
وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ
إِلَيْكَ
وَصَلَّى اللَّهُ
عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
وَاللَّهُ
الْمُوَفِّقُ إِلَى أَقْوَمِ الطَّرِيقِ،
وَالسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرَزْقًا وَاسِعًا، وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ
دَاءٍ