Sirah Nabawiyah (5): Wafatnya Abdul Muththalib dan Wasiat kepada Paman Nabi ﷺ


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Hadirin yang dirahmati Allah,

Di tengah kehidupan modern saat ini, kita menyaksikan banyak permasalahan yang berkaitan dengan pengasuhan anak yatim, krisis keteladanan dalam keluarga, serta kurangnya kesadaran akan pentingnya keberkahan dalam hidup. Banyak anak yang kehilangan kasih sayang dan bimbingan orang tua, baik karena wafatnya orang tua mereka atau karena kelalaian dalam mendidik mereka. Selain itu, kehidupan yang serba materialistis membuat manusia lupa bahwa keberkahan jauh lebih penting daripada sekadar kelimpahan harta.

Dari sinilah urgensi kita mempelajari kisah asuhan Abu Thalib terhadap Rasulullah ﷺ. Sirah Nabawiyah bukan hanya sekadar sejarah, tetapi cerminan dari bagaimana Allah ﷻ membentuk pribadi manusia terbaik melalui berbagai ujian dan kasih sayang. Kisah ini mengajarkan kepada kita tentang pentingnya peran keluarga dalam mendidik anak, bagaimana menghadapi kehilangan dan ujian hidup, serta bagaimana keberkahan bisa mengubah keadaan.

Maka dari itu, pada kesempatan ini, kita akan mengkaji bagaimana Rasulullah ﷺ tumbuh setelah kehilangan kakeknya, bagaimana Abu Thalib mengambil peran sebagai pelindung, dan apa saja pelajaran berharga yang bisa kita ambil darinya untuk diterapkan dalam kehidupan kita.

Semoga kajian ini membawa manfaat dan mendekatkan kita kepada pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan Rasulullah ﷺ sebagai suri teladan terbaik bagi umat manusia.


Wafatnya Abdul Muththalib dan Wasiat kepada Paman Nabi


وَفَاةُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَوَصِيَّتُهُ لِأَبِي طَالِبٍ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

الْعَامُ الْهِجْرِيُّ: ٤٦ قَبْلَ الْهِجْرَةِ — الْعَامُ الْمِيلَادِيُّ: ٥٧٧م

Wafatnya Abdul Muththalib dan Wasiatnya kepada Abu Thalib tentang Rasulullah .
Tahun Hijriah: 46 sebelum hijrah — Tahun Masehi: 577 M


تَفَاصِيلُ الْحَدَثِ:
لَمَّا بَلَغَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَمَانِيَ سِنِينَ، تُوُفِّيَ جَدُّهُ عَبْدُ الْمُطَّلِبِ.

Rincian Peristiwa:
Ketika Rasulullah mencapai usia delapan tahun, kakeknya, Abdul Muththalib, wafat.


وَكَانَ عَبْدُ الْمُطَّلِبِ لَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ، أَوْصَى ابْنَهُ أَبَا طَالِبٍ بِحِفْظِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَحِيَاطَتِهِ، وَالْقِيَامِ عَلَيْهِ،

Dan ketika ajal menjemput Abdul Muththalib, ia berwasiat kepada putranya, Abu Thalib, agar menjaga Rasulullah , melindunginya, serta mengurusnya.

وَأَوْصَى بِهِ إِلَى أَبِي طَالِبٍ؛ لِأَنَّ عَبْدَ اللهِ — وَالِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ — وَأَبَا طَالِبٍ كَانَا لِأُمٍّ وَاحِدَةٍ.

Ia mewasiatkan Rasulullah kepadanya karena Abdullah—ayah Nabi —dan Abu Thalib adalah saudara seibu.


فَلَمَّا مَاتَ عَبْدُ الْمُطَّلِبِ، كَانَ أَبُو طَالِبٍ هُوَ الَّذِي يَلِي أَمْرَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ جَدِّهِ.

Maka, setelah Abdul Muththalib wafat, Abu Thalib menjadi orang yang bertanggung jawab atas urusan Rasulullah setelah kakeknya.


وَرَوَى ابْنُ سَعْدٍ، وَابْنُ عَسَاكِرَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، وَغَيْرِهِ، قَالُوا:
لَمَّا تُوُفِّيَ عَبْدُ الْمُطَّلِبِ، قَبَضَ أَبُو طَالِبٍ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،

Ibnu Sa'd dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما serta yang lainnya, mereka berkata:
"Ketika Abdul Muththalib wafat, Abu Thalib mengambil Rasulullah dalam asuhannya.

فَكَانَ يَكُونُ مَعَهُ، وَكَانَ يُحِبُّهُ حُبًّا شَدِيدًا، لَا يُحِبُّ وَلَدَهُ مِثْلَهُ،.

Ia selalu bersama beliau dan mencintainya dengan kecintaan yang sangat besar, bahkan melebihi cintanya kepada anak-anaknya sendiri.

وَكَانَ لَا يَنَامُ إِلَّا إِلَى جَنْبِهِ، وَكَانَ يَخُصُّهُ بِالطَّعَامِ

Abu Thalib tidak tidur kecuali di sampingnya dan ia mengutamakan Rasulullah dalam makanan."


وَكَانَ عِيَالُ أَبِي طَالِبٍ إِذَا أَكَلُوا جَمِيعًا أَوْ فُرَادَى لَمْ يَشْبَعُوا،

Keluarga Abu Thalib, jika mereka makan bersama atau sendiri-sendiri, mereka tidak merasa kenyang.

وَإِذَا أَكَلَ مَعَهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، شَبِعُوا.

Namun, jika Rasulullah makan bersama mereka, mereka merasa kenyang.

Rasulullah adalah sosok yang diberi berkah luar biasa sejak kecil. Kehadirannya saja bisa membuat yang sedikit menjadi cukup, yang terbatas menjadi lapang. Ini adalah salah satu tanda kenabian beliau dan bukti keistimewaan yang Allah karuniakan.


وَكَانَ أَبُو طَالِبٍ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُغَدِّيَهُمْ أَوْ يُعَشِّيَهُمْ، يَقُولُ: "كَمَا أَنْتُمْ حَتَّى يَحْضُرَ ابْنِي".

Jika Abu Thalib hendak memberi makan siang atau makan malam kepada keluarganya, ia berkata, "Tunggu sampai anakku datang."

Abu Thalib sangat memperhatikan keberadaan Nabi dalam keseharian mereka, khususnya dalam momen makan bersama, karena beliau telah menyaksikan keberkahan yang hadir bila Nabi ikut makan.

فَيَأْتِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَأْكُلُ مَعَهُمْ، فَيُفْضِلُونَ مِنْ طَعَامِهِمْ،

Lalu Rasulullah datang dan makan bersama mereka, sehingga mereka merasa cukup dengan makanan mereka.

Ini bukan karena makanan bertambah, melainkan karena keberkahan dari keberadaan beliau . Sedikit makanan bisa mencukupi banyak orang.

وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُمْ لَمْ يُشْبِعْهُمْ.

Namun, jika beliau tidak hadir, mereka tidak merasa kenyang.

Ini menguatkan pengakuan Abu Thalib akan keistimewaan dan berkah yang Allah berikan pada keponakannya itu, bahkan sebelum kenabian.


وَإِنْ كَانَ لَبَنًا، شَرِبَ هُوَ أَوَّلَهُمْ،

Jika yang tersedia adalah susu, Rasulullah akan meminumnya terlebih dahulu.

Rasulullah diberi hak minum pertama, menunjukkan penghormatan sekaligus isyarat akan berkah yang akan datang setelahnya.

ثُمَّ يَتَنَاوَلُ الْعِيَالُ الْقَعْبَ — (إِنَاءٌ ضَخْمٌ كَالْقَصْعَةِ) — فَيَشْرَبُونَ مِنْهُ، فَيُرْوَوْنَ عَنْ آخِرِهِمْ مِنَ الْقَعْبِ الْوَاحِدِ، وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيَشْرَبُ قَعْبًا وَحْدَهُ

Kemudian anak-anak Abu Thalib akan mengambil mangkuk besar (wadah besar seperti baskom), lalu mereka meminumnya, dan semua merasa cukup hanya dari satu mangkuk itu. Padahal sebelumnya, masing-masing dari mereka biasa meminum satu mangkuk penuh sendiri.

Ini adalah keberkahan luar biasa yang Allah letakkan pada Rasulullah , bahkan sebelum beliau menjadi rasul.

، فَيَقُولُ أَبُو طَالِبٍ: "إِنَّكَ لَمُبَارَكٌ!"


Melihat hal ini, Abu Thalib berkata, "Sungguh, engkau adalah anak yang penuh berkah!"

Sumber: https://dorar.net/history/event/5


Pelajaran dari Kajian Sirah Ini


Dari kisah ini, kita belajar bahwa Allah selalu menjaga Rasul-Nya, keberkahan bisa datang melalui orang-orang shalih, kasih sayang keluarga sangat penting, dan ujian hidup adalah bagian dari persiapan untuk tugas besar. Selain itu, kebaikan dan akhlak yang mulia akan selalu diakui oleh orang lain, bahkan yang belum beriman.

Dari kisah wafatnya Abdul Muththalib dan peran Abu Thalib dalam mengasuh Rasulullah ﷺ, terdapat beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil:


1. Kasih Sayang Allah terhadap Nabi-Nya ﷺ

Allah ﷻ telah mengatur kehidupan Rasulullah ﷺ sejak kecil dengan penuh perhatian. Ketika beliau kehilangan ayahnya sebelum lahir, lalu ibunya pada usia 6 tahun, dan kakeknya pada usia 8 tahun, Allah menggantikannya dengan orang-orang yang mencintai dan melindunginya, seperti Abdul Muththalib dan Abu Thalib.
➜ Pelajaran:

  • Allah selalu menjaga hamba-Nya yang terpilih dan tidak akan membiarkan mereka sendirian.

  • Kehilangan dalam hidup adalah bagian dari ujian, tetapi Allah akan selalu menggantinya dengan pertolongan yang lebih besar.


2. Peran Abu Thalib sebagai Pelindung Rasulullah ﷺ

Abu Thalib mengambil peran sebagai wali Rasulullah ﷺ dengan penuh kasih sayang, bahkan lebih dari anak-anaknya sendiri. Dia selalu menemani, mengutamakan, dan melindungi Rasulullah ﷺ sepanjang hidupnya.
➜ Pelajaran:

  • Sosok wali atau pengasuh memiliki peran besar dalam pembentukan karakter anak.

  • Kasih sayang seorang wali bisa menggantikan figur orang tua yang telah tiada.

  • Memperlakukan anak asuh dengan baik adalah bagian dari akhlak mulia yang dicontohkan Abu Thalib.


3. Keberkahan yang Dibawa oleh Rasulullah ﷺ

Dikisahkan bahwa jika Rasulullah ﷺ makan bersama keluarga Abu Thalib, mereka semua merasa kenyang. Jika beliau tidak ada, mereka tetap merasa lapar. Hal ini juga terjadi saat minum susu; satu wadah cukup untuk semua ketika beliau meminumnya terlebih dahulu.
➜ Pelajaran:

  • Rasulullah ﷺ adalah sumber keberkahan dalam keluarga yang merawatnya.

  • Keberkahan adalah sesuatu yang tidak terlihat secara langsung tetapi bisa dirasakan manfaatnya dalam kehidupan.

  • Menghormati dan mencintai orang-orang shalih bisa membawa keberkahan dalam hidup.


4. Ujian dan Didikan Allah untuk Rasulullah ﷺ

Sejak kecil, Rasulullah ﷺ sudah diuji dengan kehilangan dan kehidupan yang sederhana. Namun, ini adalah cara Allah mendidik dan membentuk beliau menjadi pemimpin yang tangguh dan bijaksana.
➜ Pelajaran:

  • Ujian di masa kecil bisa menjadi bentuk persiapan Allah bagi seseorang untuk peran besar di masa depan.

  • Kesederhanaan dalam hidup melatih seseorang untuk kuat dan tidak bergantung pada kemewahan dunia.


5. Pentingnya Hubungan Keluarga dan Saling Menjaga

Abu Thalib merawat Rasulullah ﷺ bukan hanya karena kasih sayang, tetapi juga karena hubungan darah dan tanggung jawab keluarga. Ini menunjukkan pentingnya menjaga silaturahmi dan menolong saudara.
➜ Pelajaran:

  • Menjaga hubungan keluarga adalah ajaran penting dalam Islam.

  • Membantu saudara atau keluarga yang membutuhkan adalah bentuk kebaikan yang besar.

  • Jangan mengabaikan anak yatim atau kerabat yang memerlukan perlindungan.


6. Pengakuan Abu Thalib terhadap Keberkahan Rasulullah ﷺ

Di akhir kisah, Abu Thalib berkata kepada Rasulullah ﷺ:
"إِنَّكَ لَمُبَارَكٌ!""Sungguh, engkau adalah anak yang penuh berkah!"
Meskipun Abu Thalib tidak masuk Islam, ia tetap mengakui keistimewaan Rasulullah ﷺ.
➜ Pelajaran:

  • Orang yang jujur dan adil bisa melihat keberkahan meskipun mereka tidak menerima Islam.

  • Keberkahan seseorang bisa diakui oleh orang lain melalui kebaikan dan manfaat yang mereka berikan.

  • Akhlak mulia Rasulullah ﷺ membuat banyak orang menghormatinya, bahkan yang belum beriman kepadanya.


7. Pendidikan Karakter Sejak Dini Melalui Pengalaman Hidup

Rasulullah ﷺ sejak kecil mengalami berbagai tantangan, termasuk kehilangan orang-orang terdekat. Hal ini menempa beliau menjadi sosok yang kuat, mandiri, dan berempati terhadap orang lain.
➜ Pelajaran:

  • Karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya sejak kecil.

  • Anak-anak yang mengalami kesulitan hidup cenderung tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh jika dididik dengan baik.

  • Ketabahan dan kepercayaan kepada Allah adalah kunci dalam menghadapi ujian hidup.


8. Allah Menggunakan Orang-orang Non-Muslim untuk Menjaga Rasulullah ﷺ

Abu Thalib yang merawat Rasulullah ﷺ hingga dewasa tetap dalam keadaan musyrik hingga akhir hayatnya. Namun, Allah menjadikannya sebagai pelindung bagi Rasulullah ﷺ.
➜ Pelajaran:

  • Allah bisa menugaskan siapa saja, termasuk non-Muslim, untuk membantu hamba-hamba-Nya yang shalih.

  • Jangan meremehkan kebaikan seseorang hanya karena agamanya berbeda.

  • Islam mengajarkan kita untuk tetap berbuat baik kepada semua orang, tanpa melihat keyakinan mereka.


9. Pentingnya Figur Orang Dewasa dalam Membentuk Karakter Anak

Meskipun Rasulullah ﷺ telah kehilangan ayah, ibu, dan kakeknya, beliau tetap tumbuh dengan bimbingan sosok dewasa yang kuat, yaitu Abu Thalib.
➜ Pelajaran:

  • Kehadiran figur wali atau pengasuh yang penuh kasih sangat penting dalam perkembangan anak.

  • Anak yatim atau yang kehilangan orang tua tetap bisa tumbuh baik jika ada orang dewasa yang membimbing dengan perhatian dan kasih sayang.

  • Masyarakat harus peduli terhadap anak-anak yang membutuhkan bimbingan agar mereka bisa berkembang secara optimal.


10. Keutamaan Sabar dalam Menghadapi Kesulitan Hidup

Rasulullah ﷺ mengalami berbagai kehilangan sejak kecil, tetapi beliau tidak pernah mengeluh atau menunjukkan sikap putus asa.
➜ Pelajaran:

  • Kesabaran dalam menghadapi kesulitan akan menghasilkan kepribadian yang kuat dan berwibawa.

  • Setiap ujian dalam hidup adalah bagian dari persiapan menuju peran yang lebih besar.

  • Orang yang memiliki misi besar dalam hidupnya pasti akan diuji dengan tantangan berat sejak dini.


11. Rezeki Tidak Selalu Ditentukan oleh Banyaknya Makanan, tetapi oleh Keberkahan

Kisah keberkahan makanan dalam keluarga Abu Thalib menunjukkan bahwa bukan jumlah makanan yang menentukan kecukupan, tetapi keberkahannya.
➜ Pelajaran:

  • Keberkahan dalam hidup lebih penting daripada sekadar kelimpahan materi.

  • Jika ada keberkahan, sesuatu yang sedikit bisa mencukupi banyak orang.

  • Salah satu cara mendapatkan keberkahan adalah dengan mengutamakan orang-orang shalih dan menjaga silaturahmi.


12. Pentingnya Menghormati Wasiat dan Amanah

Abdul Muththalib mempercayakan Rasulullah ﷺ kepada Abu Thalib, dan Abu Thalib menjalankan amanah itu dengan sepenuh hati.
➜ Pelajaran:

  • Amanah harus dijaga dengan baik, terutama jika menyangkut hak dan kesejahteraan seseorang.

  • Wasiat dari orang tua atau orang yang telah meninggal adalah tanggung jawab besar yang tidak boleh diabaikan.

  • Menjadi wali atau pengasuh bagi seorang anak yatim adalah tugas mulia yang harus dijalankan dengan penuh cinta dan tanggung jawab.


13. Kedekatan Emosional Lebih Kuat daripada Hubungan Biologis Semata

Abu Thalib mencintai Rasulullah ﷺ lebih dari anak-anaknya sendiri, meskipun beliau bukan ayah kandungnya.
➜ Pelajaran:

  • Kasih sayang tidak hanya ditentukan oleh hubungan darah, tetapi juga oleh kedekatan emosional dan perhatian yang diberikan.

  • Anak asuh atau anak angkat bisa mendapatkan cinta yang sama seperti anak kandung jika diasuh dengan kasih sayang yang tulus.

  • Seorang wali atau pengasuh yang baik bisa memiliki peran yang sama pentingnya dengan orang tua kandung dalam membentuk karakter anak.


14. Pemimpin Harus Mengalami Kesulitan agar Bisa Memahami Rakyatnya

Rasulullah ﷺ tumbuh dalam kondisi penuh tantangan, sehingga ketika beliau menjadi pemimpin, beliau sangat memahami penderitaan umatnya.
➜ Pelajaran:

  • Seorang pemimpin yang baik adalah yang memahami penderitaan rakyatnya karena ia pernah mengalaminya sendiri.

  • Kesulitan hidup dapat membentuk jiwa kepemimpinan yang penuh empati dan keadilan.

  • Pengalaman menghadapi kesulitan membuat seseorang lebih siap untuk memimpin dengan bijaksana.


15. Allah Selalu Menjaga Orang yang Dipilih-Nya, Bahkan di Tengah Kesulitan

Sejak kecil, Rasulullah ﷺ kehilangan banyak orang yang ia cintai, tetapi Allah selalu menempatkan orang-orang yang melindunginya.
➜ Pelajaran:

  • Jika seseorang memiliki tugas besar dalam hidupnya, Allah akan selalu menjaga dan menolongnya, meskipun jalan yang ditempuh penuh ujian.

  • Kepercayaan kepada Allah harus selalu diutamakan dalam setiap keadaan.

  • Tidak ada cobaan yang datang tanpa hikmah dan rencana baik dari Allah.

 


Anak-anak Abdul Muththalib


Anak-anak Abdul Muththalib bin Hasyim

[Jumlah Mereka dan Nama Ibu-ibu Mereka]

Ibnu Hisyam berkata: Abdul Muththalib bin Hasyim memiliki sepuluh orang putra dan enam orang putri, yaitu:

  • Putra-putranya:
    Al-‘Abbās, Ḥamzah, ‘Abdullāh, Abū Ṭālib (nama aslinya adalah ‘Abd Manāf), Az-Zubayr, Al-Ḥārith, Ḥaǧl (dikenal juga dengan julukan Al-Ghaydāq karena banyaknya kebaikan dan luasnya kekayaan yang dimilikinya), Al-Muqawwim, Ḍirār, dan Abū Lahab (nama aslinya adalah ‘Abd Al-‘Uzzā).

  • Putri-putrinya:
    Ṣafiyyah, Umm Ḥakīm Al-Bayḍā’, ‘Ātikah, Ummaymah, Arwā, dan Barrah.


Nama-nama Ibu Mereka:

  • Ibu dari Al-‘Abbās dan Ḍirār adalah:
    Nakīlah binti Janāb bin Kulayb bin Mālik bin ‘Amr bin ‘Āmir bin Zayd Manāt bin ‘Āmir – yang dikenal juga dengan nama Aḍ-Ḍiḥyān – bin Sa‘d bin Al-Khazraj bin Taymullāt bin An-Namr bin Qāsiṭ bin Hinb bin Afṣā bin Jadīlah bin Asad bin Rabī‘ah bin Nizār.
    Ada juga yang mengatakan bahwa Afṣā adalah bin Du‘amī bin Jadīlah.

  • Ibu dari Ḥamzah, Al-Muqawwim, Ḥaǧl (Al-Ghaydāq), dan Ṣafiyyah adalah:
    Hālah binti Wahb bin ‘Abd Manāf bin Zuhrah bin Kilāb bin Murrah bin Ka‘b bin Lu’ayy.

  • Ibu dari ‘Abdullāh, Abū Ṭālib, Az-Zubayr, dan seluruh putri lainnya selain Ṣafiyyah adalah:
    Fāṭimah binti ‘Amr bin ‘Āyidh bin ‘Imrān bin Makhzūm bin Yaqẓah bin Murrah bin Ka‘b bin Lu’ayy bin Ghālib bin Fihr bin Mālik bin An-Naḍr.

    • Ibu dari Fāṭimah (nenek dari Rasulullah ﷺ dari jalur ayah) adalah:
      Ṣakhrā’ binti ‘Abd bin ‘Imrān bin Makhzūm bin Yaqẓah bin Murrah bin Ka‘b bin Lu’ayy bin Ghālib bin Fihr bin Mālik bin An-Naḍr.

    • Ibu dari Ṣakhrā’ (buyut dari Rasulullah ﷺ dari jalur ayah) adalah:
      Takhmur binti ‘Abd bin Quṣayy bin Kilāb bin Murrah bin Ka‘b bin Lu’ayy bin Ghālib bin Fihr bin Mālik bin An-Naḍr.

  • Ibu dari Al-Ḥārith bin Abdul Muththalib adalah:
    Samrā’ binti Jundub bin Juḥayr bin Ri’āb bin Ḥabīb bin Suwā’ah bin ‘Āmir bin Ṣa‘ṣa‘ah bin Mu‘āwiyah bin Bakr bin Hawāzin bin Manṣūr bin ‘Ikrimah.

  • Ibu dari Abū Lahab (‘Abd Al-‘Uzzā) adalah:
    Lubnā binti Hājir bin ‘Abd Manāf bin Ḍāṭir bin Ḥabashiyyah bin Sulūl bin Ka‘b bin ‘Amr Al-Khuzā‘ī.


Sumber: https://www.islamweb.net/ar/library/content/200/16488

Dari anak-anak Abdul Muththalib, beberapa di antaranya masuk Islam, sedangkan yang lain tidak masuk Islam hingga wafatnya

Berikut ini rinciannya berdasarkan sumber-sumber terpercaya dalam sirah dan sejarah Islam:


Anak-anak Abdul Muththalib yang Masuk Islam:

  1. Al-‘Abbās bin Abdul Muththalib

    • Masuk Islam sebelum Fathu Makkah, namun menyembunyikan keislamannya (disebut "muṣtaḍ‘af") sampai penaklukan Makkah.

    • Termasuk sahabat Nabi ﷺ dan memiliki peran penting di masa Nabi ﷺ dan masa khilafah.

    • Keturunannya kelak mendirikan Daulah ‘Abbāsiyyah.

  2. Ḥamzah bin Abdul Muththalib

    • Dikenal sebagai “Asadullāh wa Asad Rasūlih” (Singa Allah dan Singa Rasul-Nya).

    • Masuk Islam di Makkah setelah Nabi ﷺ mengalami gangguan dari Abu Jahl.

    • Meninggal sebagai syahid dalam Perang Uhud.

  3. Aṣ-Ṣafiyyah binti Abdul Muththalib

    • Satu-satunya dari anak perempuan Abdul Muththalib yang disebut dengan tegas masuk Islam.

    • Ia adalah ibu dari Az-Zubair bin Al-‘Awwām, sahabat utama Rasulullah ﷺ.

    • Memiliki semangat jihad dan peran luar biasa saat Perang Khandaq.


Anak-anak Abdul Muththalib yang Tidak Masuk Islam:

  1. Abū Ṭālib (Abd Manāf)

    • Sangat mencintai dan melindungi Nabi ﷺ selama hidupnya.

    • Namun wafat tidak dalam keadaan Islam, meskipun Rasulullah ﷺ sangat berharap ia masuk Islam.

    • Allah menurunkan ayat: "Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi..." (QS. Al-Qashash: 56).

  2. Abū Lahab (‘Abd Al-‘Uzzā)

    • Sangat memusuhi Nabi ﷺ dan menjadi tokoh antagonis dalam dakwah awal Islam.

    • Allah menurunkan surat Al-Lahab (Al-Masad) untuk mengecamnya.

    • Meninggal dalam kekafiran dan kehinaan.

  3. Al-Ḥārith bin Abdul Muththalib

    • Ada perbedaan pendapat, namun umumnya disepakati bahwa ia tidak masuk Islam.


🟡 Anak-anak lainnya seperti:

  • Al-Muqawwim, Ḍirār, Ḥaǧl (Al-Ghaydāq), Az-Zubayr bin Abdul Muththalib,
    serta putri-putri lainnya seperti Umm Hakīm al-Bayḍā’, ‘Ātikah, Arwā, Ummaymah, Barrah
    tidak semuanya memiliki riwayat jelas terkait keislaman mereka, dan banyak ulama sejarah berbeda pendapat tentang status mereka. Namun sebagian mereka ada yang masuk Islam menurut riwayat yang lemah atau tidak pasti.




Berikut adalah tabel ringkas anak-anak Abdul Muththalib bin Hasyim dengan keterangan status keislaman mereka:


🧾 Tabel Anak-anak Abdul Muththalib dan Status Keislaman

NoNamaJenis KelaminStatus KeislamanKeterangan Tambahan
1Al-‘AbbāsLaki-laki✅ Masuk IslamSahabat Nabi ﷺ; ayah dari pendiri Dinasti Abbasiyah
2ḤamzahLaki-laki✅ Masuk IslamSyahid dalam Perang Uhud; Singa Allah
3‘AbdullāhLaki-laki— (Wafat sebelum bi’tsah)Ayah Nabi ﷺ, wafat saat Nabi masih dalam kandungan
4Abū Ṭālib (Abd Manāf)Laki-laki❌ Tidak masuk IslamMelindungi Nabi, wafat dalam kekafiran
5Az-ZubayrLaki-laki❓ Tidak jelasTidak banyak disebut dalam sirah
6Al-ḤārithLaki-laki❌ Tidak masuk Islam*Mayoritas riwayat menyebut wafat dalam kekafiran
7Ḥaǧl (Al-Ghaydāq)Laki-laki❓ Tidak jelasJarang disebut dalam riwayat Islam
8Al-MuqawwimLaki-laki❓ Tidak jelasTidak banyak riwayat yang menjelaskan
9ḌirārLaki-laki❓ Tidak jelasInformasi minim dalam sumber sejarah
10Abū Lahab (‘Abd Al-‘Uzzā)Laki-laki❌ Tidak masuk IslamMusuh besar Nabi; disebut dalam surat Al-Lahab
11ṢafiyyahPerempuan✅ Masuk IslamIbu dari Az-Zubair bin Al-‘Awwām; ikut jihad Khandaq
12Umm Ḥakīm al-Bayḍā’Perempuan❓ Tidak jelasSaudari kandung ‘Abdullāh dan Abū Ṭālib
13‘ĀtikahPerempuan❓ Ada riwayat masuk Islam*Tapi tidak disepakati kuat oleh ulama
14UmmaymahPerempuan❓ Tidak jelasSedikit riwayat
15ArwāPerempuan❓ Tidak jelasTermasuk kerabat Nabi ﷺ
16BarrahPerempuan❓ Tidak jelasMinim informasi

🔹 Keterangan simbol:
✅ = Masuk Islam
❌ = Tidak masuk Islam
❓ = Status tidak jelas / ada khilaf / minim riwayat
— = Tidak relevan (meninggal sebelum Islam datang)


Pelajaran dan Hikmah dari Status Keislaman Anak-anak Abdul Muththalib


    

🌿 Pelajaran dan Hikmah dari Status Keislaman Anak-anak Abdul Muththalib

1.   Hidayah adalah murni milik Allah, bukan warisan keluarga.
Meskipun berasal dari keluarga mulia seperti Bani Hasyim, tidak semua anggota keluarga Nabi masuk Islam. Bahkan, Abū Ṭālib yang sangat mencintai dan melindungi Nabi wafat dalam keadaan tidak beriman. Ini mengajarkan bahwa hidayah tidak bisa dipaksakan, dan hanya Allah yang bisa memberikannya.

2.   Dekatnya hubungan darah tidak menjamin keselamatan di akhirat.
Abū Lahab adalah paman Nabi , namun menjadi musuh utama dakwah Islam, bahkan dikutuk dalam Al-Qur'an. Ini menunjukkan bahwa hubungan keluarga bukan jaminan keselamatan, jika seseorang menolak iman.

3.   Sebagian keluarga Nabi menjadi teladan luar biasa dalam keimanan dan pengorbanan.
Seperti Ḥamzah dan Ṣafiyyah, yang keduanya masuk Islam dan membela agama ini dengan penuh keberanian. Ini membuktikan bahwa keluarga bisa menjadi pendukung utama dakwah, bila mendapat hidayah dan kesungguhan dalam iman.

4.   Pentingnya peran ibu dalam membentuk karakter anak-anak.
Perbedaan ibu di antara anak-anak Abdul Muththalib mungkin turut berkontribusi dalam perbedaan jalan hidup mereka. Misalnya, Ḥamzah dan Ṣafiyyah satu ibu (Hālah binti Wahb) dan keduanya sangat tangguh dalam iman dan perjuangan.

5.   Perbedaan nasib akhir seseorang bukan karena nasab, tapi karena pilihan pribadi.
Ini mengajarkan kita bahwa amal perbuatan dan pilihan hidup adalah penentu utama nasib seseorang di akhirat, bukan status keturunan.

6.   Jangan menilai dakwah dari respons keluarga semata.
Nabi sendiri menghadapi penolakan dari paman-pamannya, padahal mereka melihat akhlak dan kejujurannya. Ini pelajaran bagi para dai agar tidak patah semangat saat dakwah ditolak, bahkan oleh orang terdekat.

7.   Muliakan yang beriman, meski bukan kerabat; jangan fanatik pada keluarga yang menentang iman.
Islam mendidik kita untuk mengutamakan keimanan di atas fanatisme keluarga. Nabi bahkan tidak bisa menolong pamannya yang meninggal dalam kekafiran, dan beliau tetap tegas terhadap Abū Lahab.


Penutup Kajian Sirah


Hadirin yang dirahmati Allah,

Dari kisah wafatnya Abdul Muththalib dan asuhan Abu Thalib terhadap Rasulullah ﷺ, kita telah memetik banyak pelajaran berharga. Di antaranya, Allah senantiasa menjaga hamba-Nya yang terpilih, pentingnya peran keluarga dalam membentuk karakter seorang anak, serta bagaimana keberkahan dalam hidup lebih bernilai daripada sekadar kelimpahan materi. Selain itu, kita juga belajar bahwa ujiannya para nabi adalah bentuk pendidikan Allah agar mereka siap mengemban misi besar, dan bagaimana keteladanan Abu Thalib sebagai pengasuh memberikan inspirasi dalam mendidik dan melindungi generasi muda.

Namun, kajian ini tidak hanya sekadar teori yang kita dengarkan dan lupakan begitu saja. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan. Oleh karena itu, mari kita terapkan pelajaran dari kajian ini dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita lebih peduli terhadap anak-anak yatim, lebih perhatian dalam mendidik keluarga kita, dan lebih bersyukur atas keberkahan yang Allah berikan. Janganlah kita menjadi orang yang hanya mencari kelimpahan materi tetapi melupakan nilai keberkahan dalam rezeki kita.

Semoga Allah ﷻ memberikan taufik kepada kita semua untuk mengamalkan ilmu ini, menjadikannya sebagai bekal di dunia dan akhirat, serta menguatkan kita dalam meneladani kehidupan Rasulullah ﷺ.

Akhir kata, kita memohon kepada Allah ﷻ agar mengkaruniakan kita hati yang lembut, rezeki yang berkah, dan keluarga yang shalih. Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Aamiin, Yā Rabbal 'Ālamīn.

Kita tutup kajian ini dengan membaca doa kafaratul majelis:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَى أَقْوَمِ الطَّرِيقِ،

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers