Hikmah: Motivasi Imam Syafi'i untuk Merantau Mencari Ilmu dan Rezeki
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji
hanya milik Allah, Tuhan semesta alam, yang dengan kasih sayang-Nya memberikan
petunjuk dan bimbingan kepada kita melalui wahyu-Nya yang mulia. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya yang setia
mengikuti sunnah-Nya hingga akhir zaman.
Merantau,
dalam perspektif Islam, bukan hanya sekadar perjalanan fisik, tetapi juga
perjalanan menuju peningkatan ilmu, pengalaman, dan kedewasaan spiritual.
Islam mengajarkan umatnya untuk tidak
hanya berdiam di tempat yang nyaman, tetapi untuk mencari ilmu dan peluang mencari
rezeki di tempat lain, sebagaimana yang tercermin dalam banyak ayat Al-Quran
dan hadits, antara lain Allah berfirman:
وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِى ٱلْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ
" Dan yang lain
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah,." (QS. Al-Muzammil: 20). Ayat ini menunjukkan bahwa
bepergian untuk mencari rezeki adalah bagian dari usaha yang diperbolehkan
dalam Islam, sebagaimana orang yang berjuang di jalan Allah.
Tentang bersafar mencari ilmu, Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا، سَلَكَ اللَّهُ بِهِ
طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ.
"Barangsiapa
menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju surga." HR
Abu Dawud (3641), Tirmidzi (2682), Ibn Majah (223), dan Ahmad (21715)
Ini mengambarkan bahwa setiap langkah
menuju pencarian ilmu, bahkan melalui perjalanan jauh, akan mendatangkan pahala
dan kemudahan menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dengan demikian, merantau bukan hanya
dianjurkan sebagai cara untuk menambah rezeki, tetapi lebih dari itu, sebagai
cara untuk memperkaya diri dengan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat.
Inspirasi dari Imam Syafi’i
Imam Syafi'i (محمد بن إدريس الشافعي) -seorang ulama besar pendiri mazhab Syafi'i- menuliskan
pengalaman pribadi beliau menuntut ilmu dalam bait-bait syair. Syair ini diajarkan
di pesantren-pesantren dalam pelajaran mahfudzat.
Syair
ini memberikan nasihat yang sangat mendalam tentang pentingnya merantau
keluar dari zona nyaman, bekerja keras, dan menerima perubahan sebagai bagian
dari dinamika kehidupan.
Ini sesuai dengan perjalanan hidup Imam Syafi'i yang tidak menetap di satu
tempat, tetapi terus mencari ilmu dan mengajarkan ilmu. Beliau lahir di Gaza pada
tahun 150 H (767 M) dan sejak kecil sudah merantau untuk menuntut ilmu ke Makkah, Madinah, Yaman, Irak,
dan Mesir.
Beliau mengajarkan bahwa kehidupan yang baik bukanlah
kehidupan yang statis, melainkan penuh dengan perjuangan dan perubahan.
Seperti
air yang harus mengalir, singa yang harus keluar berburu, dan emas yang harus
meninggalkan tempat asalnya untuk dihargai—demikian pula manusia harus berani
keluar dari zona nyamannya untuk meraih kesuksesan dan kemuliaan.
Mari kita simak syair ini untuk menyelami suasana
hati Imam Syafi’i ketika menuliskan syair ini, dan pelajaran dari setiap bait
syair:
سَافِرْ تَجِدْ عِوَضًا
عَمَّنْ تُفَارِقُهُ
(Merantaulah (bersafarlah / bepergianlah),
niscaya engkau akan menemukan pengganti bagi orang yang kau tinggalkan).
Hikmah dari bait syair ini:
Perpisahan dengan hal-hal yang kita
kenal (seperti keluarga, teman, atau tempat asal) sering kali menjadi titik
tolak bagi pertumbuhan pribadi. Ketika
meninggalkan orang-orang yang dicintai di kampung halaman, maka kita
mendapatkan saudara-saudara baru di tanah rantau.
Meninggalkan zona nyaman sering kali
membuka peluang besar, di mana kita bisa menemukan hal-hal yang lebih baik dan
lebih memadai dalam perjalanan hidup kita. Jangan takut meninggalkan sesuatu demi
perubahan yang lebih baik. Perjalanan akan membuka kesempatan baru.
Apa yang kita tinggalkan dalam
perjalanan hidup sering kali digantikan oleh sesuatu yang lebih baik atau lebih
bermakna. Sebagai contoh, seseorang yang merantau untuk belajar atau bekerja di
tempat baru sering kali menemukan kesempatan yang lebih baik dan pengalaman
yang lebih berharga dari apa yang mereka tinggalkan.
Hikmah dari bait syair ini:
hidup
yang penuh dengan perjuangan dan usaha yang keras memiliki kelezatan dan
kebahagiaan tersendiri. Imam Syafi'i mengingatkan bahwa tidak ada kebahagiaan
sejati tanpa adanya usaha yang seimbang. Usaha yang dilakukan dengan penuh
kesungguhan dan ketekunan akan memberikan hasil yang memuaskan.
Kebahagiaan dan kepuasan hidup tidak hanya
datang dari hasil akhir, tetapi juga dari proses yang kita jalani. Kesulitan,
perjuangan, dan tantangan dalam hidup memberikan rasa kepuasan dan kelezatan
tersendiri yang tidak bisa didapatkan tanpa adanya usaha. Dalam konteks ini,
"النصب"
(usaha keras) bukanlah hal yang menyakitkan, melainkan bagian dari keindahan
hidup yang penuh makna.
Imam
Syafi'i menyampaikan bahwa dalam setiap kerja keras yang dilakukan, ada proses
pembelajaran yang berharga. Proses ini membentuk karakter dan memberikan kita
kebahagiaan tersendiri, karena setiap usaha yang kita lakukan mengandung nilai
yang tak ternilai.
Bait
ini juga mengingatkan kita untuk tidak berpuas diri dalam kenyamanan dan
kemalasan. Dalam kehidupan ini, jika kita tidak berusaha dan hanya mengharapkan
kenyamanan, kita mungkin tidak akan mendapatkan apa yang kita inginkan.
Keinginan untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan membutuhkan usaha, dan itu
justru yang membuatnya terasa lebih bermakna.
Hikmah dari bait syair ini:
Stagnasi atau ketidakbergerakan
dalam hidup akan menyebabkan kerusakan atau kebusukan. Seperti halnya air yang
berhenti mengalir, ia akan menjadi kotor dan tidak berguna. Begitu pula dengan
kehidupan kita, jika kita tidak terus berusaha, berkembang, dan bergerak maju,
kita akan terjebak dalam kebosanan dan kehilangan arah. Hidup yang stagnan bisa
menurunkan semangat dan kreativitas.
Imam
Syafi'i mengingatkan bahwa kita harus terus bergerak dan berubah dalam hidup
kita, baik dalam hal ilmu, pekerjaan, atau tujuan hidup lainnya. Perubahan dan
perkembangan adalah bagian penting dari kehidupan. Jika kita terus berhenti
atau merasa puas dengan keadaan yang ada, kita akan kehilangan kesempatan untuk
tumbuh dan belajar.
Bait syair ini mengingatkan kita untuk
selalu menjaga semangat untuk terus berusaha dan bergerak, meskipun tantangan
atau kesulitan datang. Kehidupan yang penuh dengan pergerakan adalah kehidupan
yang kaya dengan pembelajaran dan perkembangan.
Dalam
kehidupan, ada banyak situasi yang bisa membuat kita merasa seperti air yang
berhenti mengalir, seperti ketika kita dihadapkan dengan masalah atau
kegagalan. Namun, penting bagi kita untuk tidak membiarkan diri kita terhenti
atau terjebak dalam masalah tersebut. Sebaliknya, kita harus mencari cara untuk
mengatasi tantangan dan melanjutkan perjalanan hidup kita. Pergerakan dalam hidup
adalah kunci untuk menemukan solusi dan mengatasi hambatan
Hikmah dari bait syair ini:
Bait
ini mengambil perumpamaan air.
Jika mengalir, maka tetap bersih dan segar (إِنْ سَالَ طَابَ – "Jika ia mengalir, maka ia menjadi baik").
Sebaliknya, jika air berhenti mengalir, ia akan menjadi keruh dan tidak baik
untuk digunakan.
Seperti
air yang harus mengalir untuk tetap bersih, manusia juga harus bergerak dan
mencari peluang baru dalam kehidupan. Inilah salah satu alasan mengapa banyak
ulama dan cendekiawan terdahulu menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu dan
menyebarkannya. Merantau atau hijrah bisa menjadi jalan untuk mendapatkan ilmu,
pengalaman, serta membuka pintu rezeki dan kesuksesan.
Bait
ini juga bisa dihubungkan dengan pentingnya produktivitas dan inovasi. Seorang
yang terus berkarya dan berusaha akan menemukan banyak manfaat dalam hidupnya.
Sementara itu, seseorang yang berhenti berusaha atau tidak mau berkembang akan
kehilangan kualitasnya dan menjadi kurang bernilai, sebagaimana air yang tidak
mengalir akan menjadi kotor dan tidak bermanfaat.
Kehidupan yang terus bergerak akan
membawa manfaat dan keberkahan, sementara stagnasi dapat membawa keburukan.
Hikmah dari bait syair ini:
Kesuksesan butuh keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Singa adalah raja
hutan, tetapi jika ia hanya tinggal diam di dalam hutan tanpa berburu, maka ia
tidak akan mendapatkan makanannya. Demikian pula manusia, jika hanya berdiam di
satu tempat tanpa mencari peluang baru, ia tidak akan berkembang atau mencapai
kesuksesan.
Bait
ini mengajarkan bahwa seseorang yang berani meninggalkan kampung halamannya
untuk mencari ilmu, pengalaman, atau pekerjaan di tempat lain memiliki peluang
lebih besar untuk sukses. Banyak orang besar dalam sejarah yang mencapai
kejayaan setelah merantau dan menghadapi tantangan di tempat baru.
Jika
singa tetap berada di hutan tanpa berburu, ia akan kelaparan. Hal ini
mengajarkan bahwa orang yang malas dan tidak mau berusaha tidak akan
mendapatkan hasil. Keberhasilan hanya bisa diraih oleh mereka yang berani
berjuang dan menghadapi kesulitan.
Hikmah dari bait syair ini:
Anak
panah harus dilepaskan agar bisa mengenai target. Begitu juga dalam kehidupan,
seseorang harus berani mengambil tindakan nyata untuk mencapai impian dan
cita-citanya. Keberanian untuk bertindak jauh lebih penting daripada sekadar
memiliki rencana.
Saat
masih dalam busur, anak panah memiliki potensi tetapi belum mencapai tujuannya.
Begitu pula seseorang yang terlalu bergantung pada lingkungan atau orang lain,
ia tidak akan berkembang. Untuk mencapai kesuksesan, seseorang harus mandiri
dan siap menghadapi dunia dengan usahanya sendiri.
Anak
panah yang melesat melewati udara menghadapi tekanan angin sebelum mencapai
sasaran. Ini mengajarkan bahwa perjalanan menuju keberhasilan tidaklah mudah;
ada rintangan yang harus dihadapi. Namun, mereka yang bertahan dan terus melaju
akan mencapai tujuan mereka.
Seseorang harus
berani keluar dari zona nyaman, mengambil risiko, dan menghadapi tantangan
untuk mencapai tujuannya.
Hikmah dari bait syair ini:
Matahari
yang terus terbit dan terbenam menciptakan siklus kehidupan yang seimbang.
Begitu pula dalam kehidupan manusia, perubahan adalah hal yang alami dan harus
diterima. Jika seseorang tetap dalam satu kondisi tanpa perubahan, jika sesuatu berlangsung secara
monoton tanpa perubahan, ia akan kehilangan semangat dan makna hidup dan merasa bosan.
Sesuatu yang sangat bermanfaat
seperti matahari pun, jika tidak mengalami perubahan dalam pergerakannya, akan
menimbulkan kejenuhan bagi manusia. Dengan adanya pergantian siang dan malam,
manusia bisa bekerja di siang hari dan beristirahat di malam hari. Begitu pula
dalam kehidupan, seseorang perlu mengalami berbagai situasi—kesuksesan dan
kegagalan, suka dan duka—agar dapat berkembang dan memahami makna hidup dengan
lebih baik.Ini mengajarkan bahwa kehidupan perlu variasi agar tetap bermakna.
Melalui bait ini, Imam Syafi'i menyampaikan pentingnya perjalanan
dan merantau, perlunya mobilitas
dan perubahan tempat agar memberikan
pengalaman baru yang berharga. Jika seseorang terus berada di satu tempat tanpa
keluar mencari pengalaman, ia akan mengalami kejenuhan dan kehilangan peluang
untuk berkembang.
Hikmah dari bait syair ini:
Emas
yang belum digali dan masih tersembunyi di dalam tanah tidak dianggap berharga
oleh orang-orang di sekitarnya.
Kayu
gaharu, yang merupakan kayu bernilai tinggi karena aromanya, jika masih berada
di hutan, tidak akan dianggap istimewa.
Hal
ini mengajarkan bahwa sesuatu akan bernilai ketika berada di tempat yang tepat
dan dalam kondisi yang sesuai.
Seorang
yang berbakat tetapi hanya berdiam diri di tempat asalnya tanpa menunjukkan
kemampuannya ibarat emas yang masih terkubur.
Jika seseorang ingin dihargai, ia perlu keluar dari zona nyamannya, mencari
lingkungan yang bisa mengenali nilainya, dan berkontribusi dalam kehidupan
masyarakat.
Dengan
merantau dan mencari ilmu atau pengalaman di tempat lain, seseorang bisa
mendapatkan pengakuan dan meningkatkan nilai dirinya. Seseorang sering kali tidak dihargai di
tempat asalnya, tetapi akan bersinar di tempat lain. Pergilah merantau ke tempat baru dapat membuka
peluang lebih besar untuk berkembang dan dihargai.
Sama
seperti emas yang harus ditambang dan kayu gaharu yang harus diolah agar
bernilai, manusia juga harus berusaha dan berjuang untuk mendapatkan pengakuan
dan kesuksesan. Jika seseorang hanya
menunggu kesempatan tanpa berusaha, maka potensinya akan tetap tersembunyi
seperti emas di dalam tanah.
Hikmah dari bait syair ini:
Banyak
tokoh besar dalam sejarah Islam, seperti para ulama dan pedagang sukses, adalah
orang-orang yang merantau untuk menuntut ilmu atau berdagang.
Orang-orang tersebut berani
keluar dari tempatnya dan memiliki
lebih banyak kesempatan untuk berkembang dan dihargai lebih tinggi. Proses merantau sering kali sulit
di awal, tetapi hasil akhirnya akan sepadan dengan perjuangan yang telah
dilakukan.
Orang
yang berusaha keluar dari tempat asalnya dan mencari pengalaman baru akan
mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi.
Penutup
Semoga syair Imam Syafi'i mengispirasi kita untuk keluar dari zona nyaman dalam rangka mencari ilmu dan mencari keluasan rezeki Allah di belahan bumi lainnya.