Ilmu Hadits: Apa Perbedaan antara Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi?
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ﷻ yang telah memberikan kita hidayah dan ilmu. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Jamaah yang dirahmati Allah, dalam perjalanan kita menuntut ilmu, memahami sumber ajaran Islam dengan baik merupakan hal yang sangat penting. Selain Al-Qur’an sebagai kitab suci yang menjadi pedoman utama, ada juga hadits yang menjadi sumber kedua dalam Islam. Namun, di antara hadits-hadits yang disampaikan oleh Nabi ﷺ, terdapat dua kategori yang sering kita dengar, yaitu Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi.
Apa sebenarnya perbedaan antara keduanya? Mengapa sebagian hadits disandarkan langsung kepada Allah ﷻ sementara yang lain hanya kepada Nabi ﷺ? Apa keistimewaan masing-masing dan bagaimana kita memahaminya dalam kehidupan sehari-hari?
Kajian kita hari ini akan membahas secara mendalam mengenai perbedaan antara Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi, baik dari sisi sumber, makna, keutamaan, serta fungsinya dalam ajaran Islam. Dengan pemahaman yang benar, kita dapat lebih menghargai dan mengamalkan ajaran yang telah diwariskan oleh Nabi kita tercinta, Muhammad ﷺ.
-----
ما الفَرْقُ بَيْنَ الحَدِيثِ القُدُسِيِّ وَالحَدِيثِ النَّبَوِيِّ؟
?Apa Perbedaan antara Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi
أَوْحَى اللَّهُ -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- إِلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ
-عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ- بِالقُرْآنِ الكَرِيمِ بِلَفْظِهِ، كَمَا
أَوْحَى لَهُ بِمَا وَرَدَ مِنْ مَعَانٍ فِي الأَحَادِيثِ الشَّرِيفَةِ الَّتِي
رَوَاهَا النَّبِيُّ -عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ-،
Allah ﷻ mewahyukan kepada Nabi-Nya, Muhammad ﷺ, Al-Qur’an dengan lafaznya, sebagaimana Dia juga mewahyukan
kepadanya makna-makna yang terdapat dalam hadits-hadits mulia yang diriwayatkan
oleh Nabi ﷺ.
وَمِنْ هَذِهِ الأَحَادِيثِ الشَّرِيفَةِ مَا قَالَهُ النَّبِيُّ نَاسِبًا
وَرَافِعًا إِيَّاهُ إِلَى اللَّهِ -تَبَارَكَ وَتَعَالَى-، وَهُوَ مَا يُعْرَفُ
بِالحَدِيثِ القُدُسِيِّ
Di antara hadits-hadits mulia tersebut ada
yang disampaikan oleh Nabi ﷺ
dengan menisbatkannya kepada Allah ﷻ, yang dikenal sebagai hadits
qudsi.
وَفِيمَا يَأْتِي بَيَانٌ لِوَجْهِ الفَرْقِ بَيْنَ
الأَحَادِيثِ القُدُسِيَّةِ وَالنَّبَوِيَّةِ مِنْ جَوَانِبَ وَاعْتِبَارَاتٍ
عَدَّةٍ.
Dan berikut ini adalah penjelasan
mengenai perbedaan antara hadits qudsi dan hadits nabawi dari beberapa aspek
dan pertimbangan.
Perbedaan
antara Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi
الفَرْقُ بَيْنَ الحَدِيثِ القُدُسِيِّ وَالحَدِيثِ النَّبَوِيِّ
فَرَّقَ عُلَمَاءُ الحَدِيثِ بَيْنَ الحَدِيثِ القُدُسِيِّ وَالحَدِيثِ
النَّبَوِيِّ وَفْقًا لِاعْتِبَارَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ، وَأَوْضَحُوا الفَرْقَ
بَيْنَهُمَا مِنْ جَوَانِبَ مُخْتَلِفَةٍ، وَفِيمَا يَأْتِي بَيَانٌ لِأَبْرَزِ
هَذِهِ الفَوَارِقِ.
Para
ulama hadits membedakan antara hadits qudsi dan hadits nabawi berdasarkan
berbagai pertimbangan. Mereka menjelaskan perbedaannya dari berbagai sudut
pandang, dan berikut ini adalah beberapa perbedaan yang utama.
1.
Perbedaan antara Keduanya dari Segi Definisi dan Format
الفَرْقُ بَيْنَهُمَا مِنْ حَيْثُ التَّعْرِيفُ وَالصِّيغَةُ
إِنَّ الحَدِيثَ القُدُسِيَّ: هُوَ الحَدِيثُ الَّذِي يَرْوِيهِ النَّبِيُّ
-عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ- مَنْسُوبًا وَمَرْفُوعًا أَوْ مُضَافًا إِلَى
اللَّهِ -تَبَارَكَ وَتَعَالَى-؛
Sesungguhnya Hadits Qudsi adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Nabi ﷺ
dengan disandarkan dan diangkat atau dinisbatkan kepada Allah ﷻ .
فَتَكُونُ صِيَاغَتُهُ بِقَوْلِ الرَّاوِي: "يَقُولُ النَّبِيُّ
-صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِيمَا يَرْوِيهِ عَنْ رَبِّهِ -عَزَّ
وَجَلَّ-"،
Redaksi hadits qudsi biasanya disampaikan dengan ungkapan seperti:
"Rasulullah ﷺ
bersabda dalam hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya 'Azza wa Jalla'."
أَوْ قَوْلِ النَّبِيِّ -عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ-: "يَقُولُ
اللَّهُ -تَبَارَكَ وَتَعَالَى-"،
Atau
dengan ungkapan langsung dari Nabi ﷺ: "Allah
Tabaraka wa Ta'ala berfirman."
وَسُمِّيَ بِالقُدُسِيِّ؛
نِسْبَةً إِلَى القُدُسِ؛ وَهِيَ نِسْبَةُ تَكْرِيمٍ وَإِجْلَالٍ لِلَّهِ
-تَعَالَى-، وَيُسَمَّى كَذَلِكَ بِالحَدِيثِ الرَّبَّانِيِّ أَوْ الحَدِيثِ
الإِلَهِيِّ،
Hadits ini disebut "qudsi"
karena dinisbatkan kepada "Al-Quds" (kesucian), sebagai bentuk
penghormatan dan pengagungan kepada Allah Ta'ala. Hadits qudsi juga disebut
sebagai hadits rabbani atau hadits ilahi.
أَمَّا الحَدِيثُ النَّبَوِيُّ: فَهُوَ مَا رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ
-عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ- مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ أَوْ تَقْرِيرٍ أَوْ
صِفَةٍ.
Adapun
hadits nabawi, ia adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi ﷺ, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun
sifat-sifat.
إِنَّ مَعْنَى الحَدِيثِ القُدُسِيِّ مُوحًى بِهِ مِنَ اللَّهِ -تَعَالَى-،
أَمَّا لَفْظُهُ وَصِيَاغَتُهُ فَمِنَ النَّبِيِّ -عَلَيْهِ الصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ-،
Sesungguhnya
makna hadits qudsi berasal
dari wahyu Allah Ta'ala, sedangkan lafaz dan susunannya berasal dari Nabi ﷺ.
وَالحَدِيثُ النَّبَوِيُّ لَفْظُهُ وَمَعْنَاهُ مِنَ النَّبِيِّ -عَلَيْهِ
الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ-؛ لَكِنَّهُ لَا يَخْرُجُ فِي مَضْمُونِهِ عَنْ مُرَادِ
اللَّهِ -تَعَالَى-؛
Sementara
itu, hadits nabawi baik lafaz maupun maknanya berasal dari Nabi ﷺ, tetapi tetap tidak keluar dari kehendak Allah Ta'ala,
لِأَنَّ النَّبِيَّ -عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ- مُؤَيَّدٌ وَمُصَوَّبٌ مِنَ الوَحْيِ كَمَا جَاءَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى:
Karena Nabi ﷺ mendapat bimbingan dan koreksi dari
wahyu, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ
الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
"Dan
tidaklah dia (Muhammad) berbicara dari hawa nafsunya. Itu tidak lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS.
An-Najm: 3-4)
2.
Perbedaan antara Keduanya dari Segi Tema
الفَرْقُ بَيْنَهُمَا مِنْ حَيْثُ المَوْضُوعَاتِ
يَذْكُرُ العُلَمَاءُ أَنَّ الأَحَادِيثَ القُدُسِيَّةَ فِي مُجْمَلِ
مَوْضُوعَاتِهَا لَمْ تَتَنَاوَلِ الأَحْكَامَ التَّكْلِيفِيَّةَ
وَالمُعَامَلَاتِ، وَلَمْ تَأْتِ إِجَابَةً عَلَى سُؤَالٍ أَوْ فَتْوَى مِنَ
الصَّحَابَةِ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ- لِلنَّبِيِّ -عَلَيْهِ الصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ-؛
Para ulama menjelaskan bahwa hadits-hadits
qudsi pada umumnya tidak membahas hukum-hukum taklifi (kewajiban ibadah) atau
muamalah (interaksi sosial), dan hadits-hadits ini juga bukan merupakan jawaban
atas pertanyaan atau fatwa yang diajukan para sahabat –raḍiyallāhu ‘anhum–
kepada Nabi ﷺ.
إِنَّمَا كَانَ مَضْمُونُهَا تَوْجِيهَاتٍ وَإِرْشَادَاتٍ رَبَّانِيَّةً
مُتَعَلِّقَةً بِتَثْبِيتِ مَعَانِي العَقِيدَةِ وَالأَخْلَاقِ،
Sebaliknya,
hadits qudsi lebih banyak berisi bimbingan dan arahan ilahi
yang berkaitan dengan penguatan nilai-nilai akidah dan akhlak.
أَمَّا الأَحَادِيثُ النَّبَوِيَّةُ فَقَدْ تَعَدَّدَتْ مَضْمُونَاتُهَا
وَجَاءَ كَثِيرٌ مِنْهَا يَتَنَاوَلُ الأَحْكَامَ التَّكْلِيفِيَّةَ،
وَمُعَامَلَاتِ الأَفْرَادِ، أَوْ كَانَتْ إِجَابَةً عَنْ تَسَاؤُلَاتٍ وَفَتَاوَى
لِلصَّحَابَةِ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ-.
Sementara
itu, hadits nabawi memiliki cakupan yang lebih luas. Banyak di antaranya
membahas hukum-hukum syariat, muamalah
dalam kehidupan bermasyarakat, serta menjawab berbagai pertanyaan dan
fatwa yang diajukan para sahabat –raḍiyallāhu ‘anhum– (kepada Rasulullah ﷺ).
3.
Perbedaan antara Keduanya dari Segi Kedudukan
الفَرْقُ بَيْنَهُمَا مِنْ حَيْثُ المَرْتَبَةِ
تَأْتِي الأَحَادِيثُ القُدُسِيَّةُ فِي المَرْتَبَةِ الثَّانِيَةِ بَعْدَ
القُرْآنِ الكَرِيمِ؛ لِكَوْنِ القُرْآنِ الكَرِيمِ لَفْظًا وَمَعْنًى مِنَ
اللَّهِ -تَعَالَى-،
Hadits qudsi menempati peringkat kedua
setelah Al-Qur’an. Hal ini karena Al-Qur’an berasal dari Allah Ta'ala baik dari
lafaz maupun maknanya.
أَمَّا الحَدِيثُ
القُدُسِيُّ؛ فَمَعْنَاهُ فَقَطْ مِنَ اللَّهِ -تَعَالَى- كَمَا أَنَّهُ غَيْرُ
مُعْجِزٍ وَلَا مُتَعَبَّدٌ بِتِلَاوَتِهِ مِثْلَ القُرْآنِ الكَرِيمِ،
Sementara itu, hadits qudsi hanya maknanya
yang berasal dari Allah, sedangkan lafaznya berasal dari Nabi ﷺ. Oleh
karena itu, hadits qudsi tidak bersifat mukjizat dan tidak disyariatkan untuk
dibaca sebagai ibadah seperti Al-Qur’an.
وَتَأْتِي الأَحَادِيثُ النَّبَوِيَّةُ بَعْدَ القُرْآنِ الكَرِيمِ وَالأَحَادِيثِ
القُدُسِيَّةِ فِي المَرْتَبَةِ.
Sedangkan
hadits nabawi berada di urutan setelah Al-Qur’an dan hadits qudsi dalam
hierarki sumber ajaran Islam.
4.
Perbedaan antara Keduanya dari Segi Derajat Mutawatir
الفَرْقُ بَيْنَهُمَا مِنْ حَيْثُ دَرَجَةِ التَّوَاتُرِ
رُوِيَتِ الأَحَادِيثُ القُدُسِيَّةُ كُلُّهَا بِرِوَايَاتِ آحَادٍ، أَمَّا
الأَحَادِيثُ النَّبَوِيَّةُ فَمِنْهَا مَا هُوَ آحَادٌ وَمِنْهَا مَا هُوَ
مُتَوَاتِرٌ لَفْظًا أَوْ مَعْنًى.
Semua hadits qudsi diriwayatkan dengan riwayat ahad, yaitu hadits
yang tidak mencapai derajat mutawatir.
Sementara hadits nabawi ada yang termasuk ahad, tetapi ada juga yang mencapai derajat mutawatir, baik secara lafzi (diriwayatkan dengan lafaz yang sama oleh banyak perawi) maupun secara maknawi (diriwayatkan dengan lafaz yang berbeda tetapi makna yang sama).
وَيُقْصَدُ بِالتَّوَاتُرِ اللَّفْظِيِّ: هُوَ أَنْ
يَرْوِيَ جَمَاعَةٌ كَثِيرَةٌ عَنْ جَمَاعَةٍ كَثِيرَةٍ يَسْتَحِيلُ اتِّفَاقُهُمْ
عَلَى الْكَذِبِ الْحَدِيثَ بِنَفْسِ الْأَلْفَاظِ وَالْكَلِمَاتِ،
Mutawatir lafzi adalah hadits yang
diriwayatkan oleh sekelompok besar perawi dari generasi ke generasi dengan
lafaz yang sama, sehingga mustahil mereka bersepakat untuk berdusta.
وَالْمُتَوَاتِرُ الْمَعْنَوِيُّ: هُوَ أَنْ يَرْوِيَ جَمَاعَةٌ كَثِيرَةٌ
عَنْ جَمَاعَةٍ كَثِيرَةٍ يَسْتَحِيلُ اتِّفَاقُهُمْ عَلَى الْكَذِبِ الْحَدِيثَ
بِأَلْفَاظٍ وَصِيَاغَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ لَكِنْ مَعْنَاهَا وَمَضْمُونُهَا وَاحِدٌ.
Mutawatir maknawi adalah hadits yang
diriwayatkan oleh sekelompok besar perawi dari generasi ke generasi dengan
lafaz yang berbeda-beda, tetapi memiliki makna dan kandungan yang sama.
5.
Perbedaan dari Segi Jumlah
الفَرْقُ بَيْنَهُمَا مِنْ حَيْثُ العَدَدِ
إِنَّ عَدَدَ الأَحَادِيثِ الْقُدُسِيَّةِ قَلِيلٌ جِدًّا مُقَارَنَةً
بِعَدَدِ الأَحَادِيثِ النَّبَوِيَّةِ؛ حَيْثُ ذَكَرَ العُلَمَاءُ أَنَّ
الأَحَادِيثَ الْقُدُسِيَّةَ يَتَجَاوَزُ الْمِئَةَ حَدِيثٍ، وَأَوْصَلَهَا
الْمُنَاوِيُّ إِلَى مِائَتَيْنِ وَاثْنَيْنِ وَسَبْعِينَ حَدِيثًا،
Jumlah
hadits qudsi sangat sedikit dibandingkan dengan hadits nabawi. Para ulama
menyebutkan bahwa jumlah hadits qudsi lebih dari seratus hadits, bahkan menurut
Imam Al-Munawi, jumlahnya mencapai 272 hadits.
أَمَّا الأَحَادِيثُ النَّبَوِيَّةُ فَإِنَّ
أَعْدَادَهَا أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ بِكَثِيرٍ، وَجَمَعَهَا العُلَمَاءُ بِدَرَجَاتِهَا
الْمُخْتَلِفَةِ فِي كُتُبِ الصِّحَاحِ وَالسُّنَنِ وَالأَسَانِيدِ وَالْمَعَاجِمِ
الْحَدِيثِيَّةِ.
Sedangkan hadits nabawi jumlahnya jauh
lebih banyak dari itu dan telah dikumpulkan oleh para ulama dalam berbagai
kitab Shahih, Sunan, Musnad, dan Mu'jam yang berisi hadits-hadits dengan
berbagai tingkatan kualitasnya.
Maraji: https://hadeethshareef.com/
Tabel Perbandingan Antara Hadis Qudsi Dan Hadis Nabawi
Segi Perbandingan |
Hadis Qudsi |
Hadis Nabawi |
Dari segi sumber dan penyampaian |
Maknanya dari Allah, tetapi lafaznya dari Nabi ﷺ. |
Lafaz dan maknanya dari Nabi ﷺ. |
Dari segi isi atau tema |
Berisi petunjuk dan bimbingan dari Allah yang berkaitan dengan akidah
dan akhlak. |
Berisi hukum syariat, seperti kewajiban, larangan, dan jawaban atas
pertanyaan sahabat. |
Dari segi kedudukan |
Berada di peringkat kedua setelah Al-Qur'an. |
Berada di peringkat ketiga setelah hadis qudsi. |
Dari segi derajat periwayatan |
Semuanya diriwayatkan dengan hadis ahad dan tidak ada yang mutawatir. |
Ada yang diriwayatkan dengan hadis ahad dan ada yang mutawatir, baik
secara lafzi maupun maknawi. |
Dari segi jumlah |
Jumlahnya sedikit. |
Jumlahnya sangat banyak. |
Penutup
Kajian
Alhamdulillah, kita telah menyelesaikan kajian kita hari ini yang membahas perbedaan antara Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi. Dari pembahasan ini, kita memahami bahwa Hadits Qudsi adalah wahyu dari Allah ﷻ yang disampaikan melalui lisan Nabi Muhammad ﷺ, sementara Hadits Nabawi sepenuhnya berasal dari Nabi ﷺ, baik dalam lafaz maupun maknanya.
Jamaah yang dirahmati Allah, ilmu yang telah kita pelajari hari ini bukan sekadar untuk menambah wawasan, tetapi lebih dari itu, ia harus menjadi landasan dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan lebih baik. Kita semakin menyadari betapa besar perhatian Allah ﷻ terhadap hamba-Nya dengan memberikan bimbingan melalui Al-Qur’an dan hadits, serta betapa agungnya peran Rasulullah ﷺ dalam menyampaikan dan menjelaskan wahyu-Nya.
Semoga kajian ini menambah keimanan kita, menjadikan kita lebih dekat dengan Allah ﷻ, dan lebih mencintai Rasulullah ﷺ dengan mengikuti ajarannya. Mari kita terus berusaha menuntut ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Terakhir, kita berdoa kepada Allah ﷻ:
اللَّهُمَّ زِدْنَا عِلْمًا نَافِعًا، وَارْزُقْنَا فَهْمًا صَحِيحًا فِي دِينِكَ، وَاجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الَّذِينَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاكَ. اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ، وَثَبِّتْنَا عَلَى طَاعَتِكَ وَسُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ ﷺ.
"Ya Allah, tambahkanlah ilmu yang bermanfaat kepada kami, berikanlah kami pemahaman yang benar dalam agama-Mu, dan jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang selalu mengikuti petunjuk-Mu. Aamiin."
سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك.
Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu an la ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaik.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.