Hadits: Hakikat Silaturahmi Adalah Menyambung yang Terputus, Bukan Sekadar Membalas Kebaikan

 الحمدُ للهِ ربِّ العالمين، والصلاةُ والسلامُ على أشرفِ الأنبياءِ والمرسلين، نبيِّنا محمَّدٍ، وعلى آلهِ وأصحابِه أجمعين. أما بعدُ.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Hadirin yang dirahmati Allah, tema kajian kita hari ini sangat relevan dengan realitas kehidupan masyarakat. Kita hidup di zaman di mana hubungan kekeluargaan dan persaudaraan semakin diuji. Betapa sering kita mendengar kisah keluarga yang bertikai karena masalah warisan, saudara yang tidak lagi bertegur sapa karena perbedaan pendapat, atau hubungan kerabat yang merenggang akibat kesibukan dunia. Bahkan, dalam era digital ini, kemudahan komunikasi tidak selalu mempererat hubungan, justru sering kali menjadi pemicu perpecahan karena kesalahpahaman dan ketidaksabaran dalam bersikap.

Di tengah kondisi ini, hadits Rasulullah ﷺ yang akan kita bahas memberikan pedoman penting tentang hakikat silaturahmi. Setelah mengkaji hadits ini, insyaAllah kita akan lebih memahami bagaimana menghadapi ujian dalam menjaga silaturahmi, serta mendapatkan motivasi untuk tetap menjalin hubungan baik dengan keluarga dan sesama, meskipun dalam keadaan sulit. 

Semoga ilmu yang kita pelajari hari ini menjadi bekal dalam kehidupan kita, agar kita termasuk hamba-hamba yang mendapatkan rahmat dan keberkahan dari Allah ﷻ karena menjaga tali persaudaraan.

Mari kita simak kajian ini dengan hati yang terbuka dan niat yang tulus untuk mengamalkan. Semoga Allah ﷻ memberikan kita taufik dan kemudahan dalam menjalankan perintah-Nya. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

-----

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma: Nabi bersabda:

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

Bukanlah orang yang menyambung silaturahmi itu sekadar orang yang membalas kebaikan, tetapi orang yang benar-benar menyambung silaturahmi adalah yang tetap menjalin hubungan ketika tali silaturahminya diputus.

HR Al-Bukhari (5991)


Syarah Hadits


الأَرْحَامُ:
Para kerabat (hubungan rahim).

هُمْ أَقَارِبُ الإِنْسَانِ،
Mereka adalah kerabat manusia.

وَكُلُّ مَنْ يَرْبِطُهُمْ رَابِطُ نَسَبٍ،
Dan setiap orang yang dihubungkan oleh ikatan nasab.

سَوَاءٌ أَكَانَ وَارِثًا لَهُمْ أَوْ غَيْرَ وَارِثٍ،
Baik yang mewarisi mereka ataupun tidak.

وَتَتَأَكَّدُ الصِّلَةُ بِهِ كُلَّمَا كَانَ أَقْرَبَ إِلَيْهِ نَسَبًا.
Dan kewajiban menyambung hubungan semakin ditekankan ketika semakin dekat hubungan nasabnya.

وَصِلَةُ الرَّحِمِ مِنْ أَفْضَلِ الطَّاعَاتِ الَّتِي يَتَقَرَّبُ بِهَا الْعَبْدُ إِلَى رَبِّهِ،
Menyambung silaturahmi termasuk di antara ibadah terbaik yang digunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Rabb-nya.

وَقَدْ أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى بِهَا،
Dan Allah Ta’ala telah memerintahkannya.

وَبَيَّنَ أَنَّ وَصْلَهَا مُوجِبٌ لِلْمَثُوبَةِ.
Serta menjelaskan bahwa menyambung silaturahmi menyebabkan seseorang mendapatkan pahala.


وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يُخْبِرُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ،
Dalam hadits ini, Nabi memberitahukan bahwa bukanlah orang yang menyambung silaturahmi itu hanya membalas kebaikan.

أَيْ: لَيْسَ الْإِنْسَانُ الْكَامِلُ فِي صِلَةِ الرَّحِمِ وَالْإِحْسَانِ إِلَى الْأَقَارِبِ،
Yakni, bukanlah seseorang yang sempurna dalam menyambung silaturahmi dan berbuat baik kepada kerabatnya.

هُوَ الشَّخْصَ الَّذِي يُقَابِلُ الْإِحْسَانَ بِالْإِحْسَانِ،
Orang yang hanya membalas kebaikan dengan kebaikan.

وَلَكِنِ الْإِنْسَانُ الْكَامِلُ فِي صِلَةِ الرَّحِمِ هُوَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا،
Tetapi orang yang benar-benar menyambung silaturahmi adalah yang tetap menjalin hubungan ketika tali silaturahminya diputus.

أَيْ: إِذَا أَسَاءَ إِلَيْهِ أَقَارِبُهُ أَحْسَنَ إِلَيْهِمْ وَوَصَلَهُمْ.
Yakni, jika para kerabatnya berbuat buruk kepadanya, ia tetap berbuat baik kepada mereka dan tetap menyambung hubungan.


وَقَدْ وَرَدَ الْحَثُّ فِيمَا لَا يُحْصَى مِنَ النُّصُوصِ الشَّرْعِيَّةِ عَلَى صِلَةِ الرَّحِمِ،
Banyak sekali dalil syar’i yang menganjurkan untuk menyambung silaturahmi.

وَلَمْ يَرِدْ لَهَا ضَابِطٌ؛
Namun, tidak ada batasan pasti mengenai caranya.

فَالْمُعَوَّلُ عَلَى الْعُرْفِ،
Sehingga tolak ukur yang digunakan adalah kebiasaan masyarakat.

وَهُوَ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْأَشْخَاصِ وَالْأَحْوَالِ وَالْأَزْمِنَةِ،
Dan hal ini berbeda-beda tergantung individu, situasi, dan zaman.

وَالْوَاجِبُ مِنْهَا مَا يُعَدُّ بِهِ فِي الْعُرْفِ وَاصِلًا،
Kewajiban dalam silaturahmi adalah sesuatu yang dianggap sebagai hubungan yang baik menurut kebiasaan.

وَمَا زَادَ فَهُوَ تَفَضُّلٌ وَمَكْرُمَةٌ،
Sedangkan jika melebihi batas minimalnya, maka itu adalah keutamaan dan kebaikan tambahan.

وَأَظْهَرُهَا: مُعَاوَدَتُهُمْ،
Di antara bentuk silaturahmi yang paling jelas adalah sering berkunjung kepada mereka.

وَبَذْلُ الصَّدَقَاتِ فِي فُقَرَائِهِمْ،
Memberikan sedekah kepada kerabat yang miskin.

وَالْهَدَايَا لِأَغْنِيَائِهِمْ.
Serta memberikan hadiah kepada kerabat yang kaya.


مِنْ فَوَائِدِ الْحَدِيثِ:
Beberapa faedah dari hadits ini:

فِي الْحَدِيثِ: أَنَّ الصِّلَةَ إِذَا كَانَتْ نَظِيرَ مُكَافَأَةٍ مِنَ الطَّرَفِ الْآخَرِ لَا تَكُونُ صِلَةً كَامِلَةً؛
Hadits ini menunjukkan bahwa silaturahmi yang hanya sebatas membalas kebaikan tidak dianggap sebagai silaturahmi yang sempurna.

لِأَنَّهَا مِنْ بَابِ تَبَادُلِ الْمَنَافِعِ،
Karena hal itu termasuk dalam kategori tukar-menukar manfaat.

وَهَذَا مِمَّا يَسْتَوِي فِيهِ الْأَقَارِبُ وَالْأَبَاعِدُ.
Dan hal seperti ini bisa dilakukan baik kepada kerabat maupun orang lain yang bukan kerabat.

وَفِيهِ: عَدَمُ الْمُعَامَلَةِ بِالْمِثْلِ، بَلْ بِالْإِحْسَانِ إِلَى الْمُسِيءِ وَالْمُقَصِّرِ.
Dalam hadits ini juga terdapat anjuran untuk tidak sekadar membalas perbuatan dengan setimpal, tetapi justru dengan berbuat baik kepada orang yang bersikap buruk atau lalai dalam menjaga hubungan.

وَفِيهِ: صِلَةُ الرَّحِمِ الْكَامِلَةُ شَرْعًا أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ مِنْهُمْ،
Dalam hadits ini juga disebutkan bahwa silaturahmi yang sempurna secara syar’i adalah menyambung hubungan dengan mereka yang memutuskannya dengan kita.

وَتَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَكَ،
Serta memaafkan orang yang menzalimi kita.

وَتُعْطِيَ مَنْ حَرَمَكَ،
Dan memberi kepada orang yang tidak mau memberi kita.

وَلَيْسَتْ صِلَةُ الْمُقَابَلَةِ وَالْمُجَازَاةِ.
Dan bukan sekadar membalas kebaikan dengan kebaikan.

وَفِيهِ: صِلَةُ الرَّحِمِ تَكُونُ بِالزِّيَارَةِ وَاللِّقَاءِ وَالتَّوَاصُلِ،
Silaturahmi bisa dilakukan dengan berkunjung, bertemu, dan berkomunikasi.

وَإِيصَالِ مَا أُمْكِنَ مِنَ الْخَيْرِ مِنَ الْمَالِ وَالدُّعَاءِ وَالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ وَنَحْوِهَا،
Juga dengan menyampaikan kebaikan berupa harta, doa, amar ma’ruf nahi munkar, dan lainnya.

وَدَفْعِ مَا أُمْكِنَ مِنَ الشَّرِّ عَنْهُمْ.
Serta mencegah keburukan dari mereka sebisa mungkin.

 

Maraji:  
https://dorar.net/hadith/sharh/4336
https://hadeethenc.com/ar/browse/hadith/3854


Pelajaran dari Hadits ini


 

1. Silaturahmi Adalah Ibadah yang Ditekankan dalam Islam

  • Silaturahmi termasuk ibadah terbaik yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah.
  • Allah memerintahkannya secara langsung dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi ﷺ.
  • Menjalin hubungan dengan keluarga mendatangkan pahala besar dan merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah.

2. Hakikat Silaturahmi yang Sebenarnya

  • Silaturahmi bukan sekadar membalas kebaikan dengan kebaikan.
  • Seseorang belum disebut benar-benar menyambung silaturahmi jika hanya membalas kunjungan, memberi hadiah ketika diberi, atau berbuat baik kepada kerabat yang sudah berbuat baik kepadanya.
  • Hakikat silaturahmi sejati adalah menyambung hubungan dengan orang yang memutuskannya.

3. Balas Keburukan dengan Kebaikan

  • Orang yang sempurna dalam silaturahmi adalah orang yang tetap berbuat baik meskipun diperlakukan buruk oleh kerabatnya.
  • Jika seseorang diputus silaturahminya, dia harus tetap menjalin hubungan.
  • Ini adalah ujian keimanan dan menjadi ciri orang yang memiliki akhlak mulia.

4. Silaturahmi Tidak Memiliki Batasan yang Pasti

  • Islam tidak menetapkan standar tertentu dalam menyambung hubungan keluarga.
  • Ukuran silaturahmi berbeda-beda tergantung kondisi, kebiasaan masyarakat, dan situasi zaman.
  • Yang menjadi patokan adalah kebiasaan umum (urf) dalam masyarakat:
    • Jika sesuatu dianggap sebagai bentuk silaturahmi, maka itu cukup.
    • Jika lebih dari itu, maka termasuk keutamaan dan kebaikan tambahan.

5. Bentuk-Bentuk Silaturahmi

Silaturahmi bisa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya:

  1. Mengunjungi keluarga dan sering bersilaturahmi secara langsung.
  2. Berkomunikasi dengan mereka, baik melalui telepon, pesan, atau surat.
  3. Memberikan bantuan keuangan, terutama kepada keluarga yang membutuhkan.
  4. Memberikan hadiah kepada keluarga yang mampu, sebagai bentuk perhatian.
  5. Mendoakan kebaikan untuk mereka, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
  6. Menasihati mereka dengan amar ma'ruf nahi munkar, jika mereka melakukan kesalahan.
  7. Menghindarkan mereka dari keburukan, baik dari gangguan fisik, emosional, maupun finansial.

6. Silaturahmi Adalah Kunci Keberkahan Hidup

Dari hadits-hadits lain, kita juga mengetahui bahwa silaturahmi membawa banyak keberkahan, di antaranya:

  • Memperpanjang umur dan meluaskan rezeki.
  • Menjadi sebab seseorang masuk surga.
  • Mendatangkan cinta dan kasih sayang dalam keluarga.
  • Mencegah datangnya keburukan dan menolak bala.

7. Perbedaan Silaturahmi dan Saling Menguntungkan

  • Jika seseorang hanya membalas kebaikan yang diterima, maka ini adalah hubungan timbal balik biasa, bukan silaturahmi yang sebenarnya.
  • Silaturahmi sejati adalah saat seseorang tetap menjalin hubungan meskipun pihak lain tidak membalasnya.
  • Dalam Islam, kita diajarkan untuk tidak memperlakukan orang lain hanya berdasarkan apa yang mereka lakukan kepada kita, tetapi harus tetap berbuat baik meskipun kita disakiti.

8. Keutamaan Memaafkan dan Berlapang Dada

  • Hadits ini juga mengajarkan kita untuk memaafkan dan tidak menyimpan dendam terhadap keluarga.
  • Dalam Islam, memaafkan lebih utama daripada membalas perbuatan buruk dengan keburukan yang sama.
  • Seseorang yang mampu memaafkan keluarganya dan tetap menjalin hubungan dengannya akan mendapatkan pahala besar dari Allah.



Penutup Kajian


Jamaah yang dirahmati Allah,

Dalam hadits yang telah kita bahas, Rasulullah ﷺ memberikan pemahaman yang lebih dalam: bahwa hakikat silaturahmi bukanlah sekadar membalas kebaikan, tetapi menyambung hubungan dengan mereka yang memutusnya.

Betapa beratnya ujian ini—menjalin hubungan dengan orang yang telah mengabaikan kita, berbuat baik kepada mereka yang mungkin pernah menyakiti kita. Namun di sinilah letak kemuliaan seorang Muslim. Inilah yang membedakan antara hubungan sosial biasa dengan ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah ﷻ.

Maka, mari kita buka hati dan pikiran kita untuk mengamalkan hadits dan pelajaran penting yang terkandung di dalamnya. Semoga setelah kajian ini, kita semakin memahami bahwa silaturahmi sejati adalah bentuk pengorbanan, ujian kesabaran, dan jalan menuju keberkahan hidup.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.

 

 


Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers