Hadits: Larangan Riba Fadhl dalam Jual Beli Barang Sejenis

Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul di majelis ini. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan semua umat Islam yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat nanti.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas sebuah hadits yang sangat penting untuk kita pahami, terutama dalam konteks transaksi ekonomi yang sering kita lakukan sehari-hari. Hadits ini berkaitan dengan prinsip dasar yang diatur dalam syariat Islam mengenai jual beli barang-barang yang sejenis, seperti emas, perak, gandum, kurma, dan lainnya. Prinsip yang ditekankan dalam hadits ini adalah kewajiban untuk melakukan transaksi secara tunai, dan kesetaraan tanpa adanya penambahan atau pengurangan yang dapat menimbulkan unsur riba.

Mari kita kaji haditsnya:

-----

Hadits ke-1:

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ: مِثْلًا بِمِثْلٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَمَنْ زَادَ أَوِ ازْدَادَ فَقَدْ أَرْبَى؛ اَلْآخِذُ وَالْمُعْطِي فِيهِ سَوَاءٌ.

Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir (jenis gandum) dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam: harus sama ukurannya dan dilakukan secara tunai. Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan riba; baik yang menerima maupun yang memberi dalam hal ini adalah sama (sama berdosa).

Arti per kalimat:

اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ
Emas dengan emas,

وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ
Perak dengan perak,

وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ
Gandum dengan gandum,

وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ
Sya'ir (jenis gandum) dengan sya'ir,

وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ
Kurma dengan kurma,

وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ
Garam dengan garam,

مِثْلًا بِمِثْلٍ
Harus sama ukurannya,

يَدًا بِيَدٍ
Dan harus dilakukan secara langsung (tunai),

فَمَنْ زَادَ أَوِ ازْدَادَ فَقَدْ أَرْبَى
Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan riba,

اَلْآخِذُ وَالْمُعْطِي فِيهِ سَوَاءٌ
Baik yang mengambil maupun yang memberi dalam hal ini adalah sama (sama berdosa).

HR Muslim (1584)



Hadits ke-2:

Dari Abu Said Al-khudri, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

جَمَعَ المَنْزِلُ بَيْنَ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ وَبَيْنَ مُعَاوِيَةَ، فَقَالَ عُبَادَةُ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنْ نَبِيعَ الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ، وَالوَرِقَ بِالوَرِقِ، وَالْبُرَّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرَ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرَ بِالتَّمْرِ.

قَالَ أَحَدُهُمَا: وَالْمِلْحَ بِالْمِلْحِ، وَلَمْ يَقُلِ الآخَرُ: إِلَّا سَوَاءً بِسَوَاءٍ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، قَالَ أَحَدُهُمَا: مَنْ زَادَ أَوِ ازْدَادَ فَقَدْ أَرْبَى. وَلَمْ يَقُلِ الآخَرُ: وَأُمِرْنَا أَنْ نَبِيعَ الذَّهَبَ بِالوَرِقِ، وَالوَرِقَ بِالذَّهَبِ، وَالْبُرَّ بِالشَّعِيرِ، وَالشَّعِيرَ بِالْبُرِّ يَدًا بِيَدٍ كَيْفَ شِئْنَا.

فَبَلَغَ هَذَا الحَدِيثُ مُعَاوِيَةَ، فَقَامَ فَقَالَ: مَا بَالُ رِجَالٍ يُحَدِّثُونَ أَحَادِيثَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ صَحِبْنَاهُ، وَلَمْ نَسْمَعْهُ مِنْهُ،

فَبَلَغَ ذَلِكَ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ، فَقَامَ، فَأَعَادَ الحَدِيثَ، فَقَالَ: لَنُحَدِّثَنَّ بِمَا سَمِعْنَاهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِنْ رَغِمَ مُعَاوِيَةُ.

Suatu tempat telah mempertemukan antara ‘Ubadah bin Ash-Shamit dan Mu’awiyah. Maka ‘Ubadah berkata: “Rasulullah melarang kami menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir (sejenis gandum) dengan sya'ir, dan kurma dengan kurma”.

Salah seorang dari mereka menambahkan: “dan garam dengan garam”. Sedangkan yang lain tidak menyebutkannya: “kecuali (harus) sama ukurannya dan setara”.

Salah seorang dari mereka berkata: “Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka dia telah melakukan riba”, dan yang lain tidak menyebutkannya.

Kami juga diperintahkan untuk menjual emas dengan perak, perak dengan emas, gandum dengan sya'ir, dan sya'ir dengan gandum secara tunai sesuai keinginan kami.

Ketika berita ini sampai kepada Mu’awiyah, ia berdiri dan berkata: “Ada apa dengan orang-orang yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah , sedangkan kami telah menyertai beliau, tetapi tidak pernah mendengarnya dari beliau?”.

Ketika hal itu sampai kepada ‘Ubadah bin Ash-Shamit, ia berdiri, lalu mengulang kembali hadits tersebut dan berkata: “Kami akan tetap menyampaikan apa yang telah kami dengar dari Rasulullah , meskipun Mu’awiyah membencinya”.

Arti per kalimat:

جَمَعَ المَنْزِلُ بَيْنَ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ وَبَيْنَ مُعَاوِيَةَ

Suatu tempat telah mempertemukan antara ‘Ubadah bin Ash-Shamit dan Mu’awiyah

فَقَالَ عُبَادَةُ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Maka ‘Ubadah berkata: Rasulullah melarang

أَنْ نَبِيعَ الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ، وَالوَرِقَ بِالوَرِقِ، وَالْبُرَّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرَ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرَ بِالتَّمْرِ

Menjual emas dengan emas perak dengan perak gandum dengan gandum sya'ir dengan sya'ir dan kurma dengan kurma

قَالَ أَحَدُهُمَا: وَالْمِلْحَ بِالْمِلْحِ، وَلَمْ يَقُلِ الآخَرُ

Salah seorang dari keduanya menambahkan: dan garam dengan garam sedangkan yang lain tidak menyebutkannya

إِلَّا سَوَاءً بِسَوَاءٍ، مِثْلًا بِمِثْلٍ

Kecuali (harus) sama ukurannya dan setara

قَالَ أَحَدُهُمَا: مَنْ زَادَ أَوِ ازْدَادَ فَقَدْ أَرْبَى

Salah seorang dari keduanya berkata: Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan maka dia telah melakukan riba

وَلَمْ يَقُلِ الآخَرُ

Dan yang lain tidak menyebutkannya

وَأُمِرْنَا أَنْ نَبِيعَ الذَّهَبَ بِالوَرِقِ، وَالوَرِقَ بِالذَّهَبِ، وَالْبُرَّ بِالشَّعِيرِ، وَالشَّعِيرَ بِالْبُرِّ يَدًا بِيَدٍ كَيْفَ شِئْنَا

Dan kami diperintahkan untuk menjual emas dengan perak perak dengan emas gandum dengan sya'ir dan sya'ir dengan gandum secara tunai sesuai keinginan kami

فَبَلَغَ هَذَا الحَدِيثُ مُعَاوِيَةَ، فَقَامَ فَقَالَ

Ketika berita ini sampai kepada Mu’awiyah ia berdiri lalu berkata

مَا بَالُ رِجَالٍ يُحَدِّثُونَ أَحَادِيثَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ صَحِبْنَاهُ، وَلَمْ نَسْمَعْهُ مِنْهُ

Ada apa dengan orang-orang yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah sedangkan kami telah menyertai beliau tetapi tidak pernah mendengarnya dari beliau

فَبَلَغَ ذَلِكَ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ، فَقَامَ، فَأَعَادَ الحَدِيثَ

Ketika hal itu sampai kepada ‘Ubadah bin Ash-Shamit ia berdiri dan mengulang kembali hadits tersebut

فَقَالَ: لَنُحَدِّثَنَّ بِمَا سَمِعْنَاهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِنْ رَغِمَ مُعَاوِيَةُ

Kemudian ia berkata: Kami akan tetap menyampaikan apa yang telah kami dengar dari Rasulullah meskipun Mu’awiyah membencinya..

HR Muslim (1587), Ayub As-Sikhtiyani dalam (Ahaditsuhu) (28), Abu Nu'aim dalam (Hilyat Al-Awliya') (2/297) dengan lafaz seperti ini, An-Nasa'i (4562), dan Abdurrazzaq (14193).


Syarah Hadits


كَانَ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah sebaik-baik umat ini setelah Nabi .

وَكَانُوا يَقُومُونَ بِالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ بِمَا عِنْدَهُمْ مِنْ عِلْمٍ بِالْأَوَامِرِ وَالنَّوَاهِي

 Mereka menjalankan amar ma'ruf nahi munkar dengan ilmu yang mereka miliki tentang perintah dan larangan.

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يَقُولُ مُسْلِمُ بْنُ يَسَارٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُبَيْدٍ

 Dalam hadis ini, Muslim bin Yasar dan Abdullah bin Ubaid berkata:

جَمَعَ الْمَنْزِلُ بَيْنَ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ وَبَيْنَ مُعَاوِيَةَ

 Suatu tempat telah mempertemukan antara ‘Ubadah bin Ash-Shamit dan Mu‘awiyah.”

أَيِ: اجْتَمَعَا فِي مَنْزِلٍ وَاحِدٍ، وَالْمُرَادُ: فِي بَلْدَةٍ وَاحِدَةٍ، لَا فِي بَيْتٍ وَاحِدٍ

 Maksudnya: Keduanya berkumpul dalam satu tempat, yakni dalam satu kota, bukan dalam satu rumah.

فَقَالَ عُبَادَةُ: “نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنْ نَبِيعَ الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ، وَالْوَرِقَ بِالْوَرِقِ

 Lalu ‘Ubadah berkata: “Rasulullah melarang kami menjual emas dengan emas, dan perak dengan perak.”

وَهُوَ: الْفِضَّةُ

 Yang dimaksud dengan “الْوَرِق” adalah perak.

وَالْبُرَّ بِالْبُرِّ”، وَهُوَ: الْقَمْحُ

 “Gandum dengan gandum,” yang dimaksud adalah biji gandum.

وَالشَّعِيرَ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرَ بِالتَّمْرِ

 “Jelai dengan jelai, dan kurma dengan kurma.”

- قَالَ أَحَدُهُمَا، أَيِ: مُسْلِمٌ أَوْ عَبْدُ اللَّهِ فِي رِوَايَتِهِ عَنِ الْآخَرِ: وَالْمِلْحَ بِالْمِلْحِ

 Salah satu dari keduanya (Muslim atau Abdullah) dalam periwayatannya dari yang lain mengatakan: “Dan garam dengan garam.”

وَلَمْ يَقُلِ الْآخَرُ: إِلَّا سَوَاءً بِسَوَاءٍ، مِثْلًا بِمِثْلٍ

 Dan yang lain tidak menyebutkan kecuali dengan kesetaraan (sama beratnya), satu banding satu.

أَيِ: يَكُونُ الْبَيْعُ وَالشِّرَاءُ فِي الطَّعَامِ الْوَاحِدِ مِنْ نَفْسِ الصِّنْفِ بِنَفْسِ الْوَزْنِ وَالْمِقْدَارِ

 Maksudnya: jual beli bahan makanan yang sejenis harus dengan timbangan dan takaran yang sama.

قَالَ أَحَدُهُمَا”، أَيِ: أَحَدُ الرَّاوِيَيْنِ: “مَنْ زَادَ”، أَيِ: زَادَ عَنِ الْقَدْرِ فِي الطَّعَامِ الْمَبِيعِ

 Salah satu perawi berkata: “Siapa yang menambah,” yaitu menambah takaran dalam jual beli makanan.

أَوِ ازْدَادَ”، أَيِ: طَلَبَ الزِّيَادَةَ فِي الرَّدِّ، “فَقَدْ أَرْبَى

 “Atau meminta tambahan,” yaitu meminta kelebihan dalam pengembalian, maka ia telah melakukan riba.

وَخَرَجَ عَنْ كَوْنِهِ بَيْعًا

 Maka transaksi tersebut keluar dari kategori jual beli yang sah.

وَفِي الْحَدِيثِ: الْحَثُّ عَلَى تَبْلِيغِ السُّنَنِ، وَنَشْرِ الْعِلْمِ، وَإِنْ كَرِهَهُ مَنْ كَرِهَهُ

 Dalam hadis ini terdapat anjuran untuk menyampaikan sunnah dan menyebarkan ilmu, meskipun ada yang tidak menyukainya.

وَفِيهِ: الْقَوْلُ بِالْحَقِّ مَتَى عَلِمَهُ، وَإِنْ كَانَ الْمَقُولُ لَهُ كَبِيرًا أَوْ أَمِيرًا

 Dan dalam hadis ini juga terdapat pelajaran untuk tetap mengatakan kebenaran ketika mengetahuinya, meskipun kepada orang besar atau pemimpin.

 

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/111140


Pelajaran dari Hadits ini


1. Keutamaan Para Sahabat

  • Sahabat adalah sebaik-baik umat setelah Nabi ﷺ
    Hadis ini menegaskan bahwa para sahabat Nabi ﷺ adalah generasi terbaik setelah beliau. Mereka memiliki ilmu dan pemahaman yang mendalam tentang agama serta memiliki semangat tinggi dalam menjalankan amar ma'ruf nahi munkar.

  • Sikap para sahabat dalam berdakwah
    Mereka tidak hanya memahami ajaran Islam secara teoritis, tetapi juga menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan menyampaikannya kepada generasi berikutnya.


2. Amar Ma'ruf Nahi Munkar dengan Ilmu

  • Kewajiban menyampaikan kebenaran
    Sahabat bukan hanya mengamalkan Islam untuk diri sendiri, tetapi mereka juga aktif dalam amar ma'ruf nahi munkar. Namun, mereka melakukannya dengan ilmu yang benar, bukan sekadar semangat tanpa pemahaman.

  • Pentingnya ilmu dalam berdakwah
    Hadis ini menunjukkan bahwa dalam berdakwah dan menegakkan hukum Islam, seseorang harus memiliki ilmu yang memadai agar tidak menyampaikan sesuatu yang keliru.


3. Prinsip dalam Jual Beli Islam (Riba dan Pertukaran Barang Sejenis)

  • Larangan menjual barang sejenis dengan tambahan
    Rasulullah ﷺ melarang pertukaran barang sejenis seperti emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, kecuali dengan takaran dan timbangan yang sama.

  • Riba dalam jual beli (riba fadhl)
    Jika ada tambahan dalam pertukaran barang sejenis, maka itu termasuk dalam riba fadhl yang dilarang dalam Islam.

  • Boleh menukar barang berlainan jenis dengan perbedaan takaran, asalkan tunai
    Jika barang yang ditukar berbeda jenis, misalnya emas dengan perak atau gandum dengan jelai, maka boleh terjadi perbedaan dalam takaran atau timbangan, asalkan transaksi dilakukan secara tunai (yadan bi yadin).


4. Sikap dalam Menyampaikan Ilmu dan Menegakkan Sunnah

  • Keteguhan dalam menyampaikan sunnah
    Dalam hadis ini, ‘Ubadah bin Ash-Shamit tetap menyampaikan hadis Rasulullah ﷺ meskipun mendapat penolakan dari Mu‘awiyah. Ini menunjukkan pentingnya keteguhan dalam menyampaikan ilmu, meskipun ada pihak yang tidak setuju.

  • Tidak takut kepada penguasa dalam menyampaikan kebenaran
    Sahabat tidak takut mengoreksi kesalahan, bahkan jika yang melakukan kesalahan adalah seorang pemimpin. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, kebenaran harus ditegakkan tanpa memandang kedudukan seseorang.

  • Pentingnya menjelaskan dalil dalam perbedaan pendapat
    Jika terjadi perbedaan pendapat dalam suatu masalah agama, hendaknya dikembalikan kepada dalil yang shahih dari Rasulullah ﷺ. Dalam hadis ini, ‘Ubadah tetap menyampaikan dalil yang ia ketahui meskipun ada penolakan dari Mu‘awiyah.


5. Sikap dalam Menghadapi Perbedaan Pendapat

  • Pentingnya berdiskusi dengan dalil
    Perbedaan pendapat dalam masalah agama seharusnya didiskusikan berdasarkan dalil yang kuat, bukan hanya berdasarkan kebiasaan atau pendapat pribadi.

  • Menolak hadis tanpa dasar yang jelas adalah kesalahan
    Dalam hadis ini, Mu‘awiyah menolak hadis yang disampaikan oleh ‘Ubadah dengan alasan bahwa ia tidak mendengar hadis itu langsung dari Rasulullah ﷺ. Namun, ini tidak cukup sebagai alasan untuk menolak hadis yang disampaikan oleh sahabat lain yang tsiqah (terpercaya).

  • Sikap seorang muslim ketika mendengar hadis yang bertentangan dengan kebiasaannya
    Jika seseorang mendengar suatu hadis yang bertentangan dengan kebiasaannya, maka ia harus meneliti keshahihan hadis tersebut sebelum menolaknya.


6. Keutamaan Menyebarkan Ilmu dan Sunnah

  • Menyampaikan ilmu adalah kewajiban meskipun ada yang tidak suka
    Hadis ini mengajarkan bahwa ilmu harus disampaikan kepada umat, meskipun ada orang yang tidak menyukainya. Ilmu yang benar tidak boleh disembunyikan.

  • Seseorang harus tetap menyampaikan kebenaran meskipun kepada orang yang lebih tinggi kedudukannya
    Seorang muslim harus berani menyampaikan kebenaran kepada siapa pun, meskipun kepada pemimpin atau orang yang lebih tinggi kedudukannya.


Kesimpulan

Hadis ini memberikan banyak pelajaran penting dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam:

  1. Keutamaan sahabat dan sikap mereka dalam berdakwah
  2. Pentingnya amar ma'ruf nahi munkar dengan ilmu
  3. Hukum jual beli dalam Islam, khususnya terkait riba
  4. Keteguhan dalam menyampaikan sunnah meskipun menghadapi penolakan
  5. Sikap dalam menghadapi perbedaan pendapat dalam agama
  6. Keutamaan menyebarkan ilmu dan kebenaran tanpa takut kepada manusia

Hadis ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang berdasarkan ilmu dan dalil, bukan sekadar tradisi atau pendapat pribadi. Selain itu, seorang muslim harus selalu berpegang teguh pada kebenaran meskipun menghadapi tantangan atau penolakan dari orang lain. 


----- Penutup Kajian -----

Hadirin yang dirahmati Allah,
Hadits ini memberikan kita petunjuk yang sangat jelas tentang bagaimana seharusnya kita melakukan transaksi dengan barang yang sejenis, agar terhindar dari dosa riba. Riba dalam jual beli sejenis ini terjadi ketika ada penambahan atau pengurangan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat. Sebagai contoh, jika kita membeli emas dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga yang setara, maka hal ini bisa jatuh pada praktik riba yang sangat dilarang dalam Islam.

Pada kajian ini, kita telah menggali lebih dalam tentang bagaimana kita bisa menghindari riba dalam setiap transaksi kita, bagaimana cara kita menjaga prinsip keadilan dan kejujuran dalam jual beli, serta bagaimana syariat Islam memberikan pedoman yang sangat relevan untuk kehidupan ekonomi kita. Semoga kita semua dapat memahami dan mengamalkan pelajaran dari hadits ini, agar setiap usaha yang kita lakukan selalu diberkahi oleh Allah SWT.

Aamiin.



Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers