Hadits: Menangani Barang Temuan menurut Sunnah - Luqathah
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul dalam majelis ilmu ini. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan umat Islam yang selalu berusaha meneladani ajaran-ajaran beliau.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas sebuah hadits yang sangat penting, yang berbicara tentang masalah harta yang hilang atau barang temuan (luqatah), serta bagaimana Islam mengajarkan kita untuk menjaga hak orang lain dan bertindak adil dalam menghadapi harta yang bukan milik kita. Hadits ini juga mengandung ajaran tentang kejujuran dan tanggung jawab dalam menangani harta yang tidak jelas asal-usulnya.
Mari kita baca haditsnya:
-----
Dari Abdullah bin Amar radhiyallahu’anhuma, dia berkata:
أنَّهُ سُئِلَ عنِ
الثَّمَرِ المُعَلَّقِ فقالَ مَن أَصابَ بِفِيهِ مِن ذِي حاجةٍ غَيرَ مُتَّخِذٍ
خُبْنَةً، فلا شَيءَ عَلَيهِ، ومَن خَرَجَ بِشَيءٍ مِنهُ، فَعَلَيهِ غَرامةُ
مِثلَيْهِ والعُقوبَةُ، ومَن سَرَقَ مِنهُ شَيئًا بَعدَ أَن يُؤوِيَهُ الجَرِينُ،
فبَلَغَ ثَمَنَ المِجَنِّ، فَعَلَيهِ القَطْعُ. وَذَكَرَ في ضالَّةِ الإِبِلِ
والغَنَمِ كَما ذَكَرَهُ غَيرُهُ. قالَ وسُئِلَ عنِ اللُّقَطَةِ، فقالَ ما كانَ
مِنها في طَرِيقِ المِيْتَاءِ أَوِ القَرْيَةِ الجَامِعَةِ فَعَرِّفْهَا سَنَةً،
فإنْ جاءَ طالِبُها فادفَعْها إِلَيْهِ، وإنْ لَمْ يَأتِ فهي لَكَ، وما كانَ في
الخَرابِ – يَعْنِي – فَفيها وفي الرِّكازِ الخُمُسُ.
Arti per kalimat:
أنَّهُ سُئِلَ عنِ الثَّمَرِ المُعَلَّقِ
فقالَ:
Sesungguhnya Nabi ﷺ ditanya
tentang buah yang masih tergantung, lalu ia berkata
مَن أَصابَ بِفِيهِ مِن ذِي حاجةٍ غَيرَ
مُتَّخِذٍ خُبْنَةً، فلا شَيءَ عَلَيهِ
Barang siapa makan darinya dengan mulutnya karena
kebutuhan, tanpa menjadikannya sebagai bekal, maka tidak ada (dosa) atasnya.
ومَن خَرَجَ بِشَيءٍ مِنهُ، فَعَلَيهِ غَرامةُ
مِثلَيْهِ والعُقوبَةُ
Namun barang siapa membawa sesuatu darinya ke luar, maka
atasnya denda dua kali lipat dari nilai barang tersebut dan hukuman.
ومَن سَرَقَ مِنهُ شَيئًا بَعدَ أَن يُؤوِيَهُ
الجَرِينُ، فبَلَغَ ثَمَنَ المِجَنِّ، فَعَلَيهِ القَطْعُ
Dan barang siapa mencuri sesuatu darinya setelah buah
tersebut disimpan di tempat pengeringan, dan nilai barang yang dicuri mencapai
harga perisai, maka ia dikenai hukuman potong tangan.
وَذَكَرَ في ضالَّةِ الإِبِلِ والغَنَمِ كَما
ذَكَرَهُ غَيرُهُ
Dan ia menyebutkan tentang hewan unta atau kambing yang
hilang sebagaimana yang disebutkan oleh selainnya.
قالَ وسُئِلَ عنِ اللُّقَطَةِ، فقالَ
Ia berkata Dan ia ditanya tentang barang temuan, lalu ia
menjawab
ما كانَ مِنها في طَرِيقِ المِيْتَاءِ أَوِ
القَرْيَةِ الجَامِعَةِ فَعَرِّفْهَا سَنَةً
Barang temuan yang ditemukan di jalan umum atau desa yang
ramai, maka umumkan selama satu tahun.
فإنْ جاءَ طالِبُها فادفَعْها إِلَيْهِ، وإنْ
لَمْ يَأتِ فهي لَكَ
Jika pemiliknya datang, maka serahkan kepadanya, dan jika
tidak datang, maka barang itu milikmu.
وما كانَ في الخَرابِ – يَعْنِي – فَفيها وفي
الرِّكازِ الخُمُسُ
Dan barang temuan yang ditemukan di reruntuhan, maka di
dalamnya serta dalam harta rikaz (harta terpendam) terdapat kewajiban zakat
seperlimanya.
HR. Abu Dawud (1710), At-Tirmidzi (1289), dan An-Nasa'i
(4958)
Syarah Hadits
كانَ الصَّحابةُ على عهدِ رسولِ اللهِ صلَّى
اللهُ علَيهِ وسلَّمَ يَستَفْتونَهُ في أُمورِ دِينِهِمْ فيُفْتِيهِمْ
Para sahabat pada masa Rasulullah ﷺ meminta
fatwa kepada beliau dalam urusan agama mereka, lalu beliau memberi fatwa kepada
mereka.
وفي هذا الحَديثِ يَرْوي عبدُ اللهِ بنُ
عَمْرِو بنِ العاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُما
Dalam hadits ini, Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhuma
meriwayatkan
أنَّ رَسولَ اللهِ
صلَّى اللهُ علَيهِ وسلَّمَ سُئِلَ عنِ الثَّمَرِ المُعَلَّقِ
Bahwa Rasulullah ﷺ ditanya tentang buah yang
masih tergantung.
أي المُتَدَلِّي مِنَ الشَّجَرِ والنَّخِيلِ
(Yaitu buah) yang menggantung dari pohon atau kurma.
فقالَ مَن أصابَ بِفِيهِ مِن ذِي حاجةٍ
Beliau bersabda Barang siapa memakan dengan mulutnya karena
kebutuhan...
أي مَن أكَلَ بِفَمِهِ لِسَدِّ حاجَتِهِ مِنَ
الجُوعِ
Yaitu orang yang memakan dengan mulutnya untuk
menghilangkan rasa lapar.
غَيرَ مُتَّخِذٍ
خُبْنَةً
Tanpa menjadikan buah itu sebagai bekal.
أي ولَمْ يُخَبِّئْ في
خُبْنَةِ ثَوْبِهِ شيئًا
Yakni tanpa menyembunyikannya di dalam saku bajunya.
فلا شَيءَ عَلَيهِ
Maka tidak ada dosa atau hukuman atasnya.
وقَدْ قِيلَ إنَّ هذا يَكونُ في مَكانٍ عُرِفَ
فيهِ المُسامَحَةُ في ذلكَ
Telah dikatakan bahwa ini berlaku di tempat yang dikenal
adanya kelonggaran dalam hal tersebut.
ومَن خَرَجَ بِشَيءٍ مِنهُ، أي الثَّمَرِ
Barang siapa membawa sesuatu dari buah itu ke luar...
فَعَلَيهِ غَرامَةُ مِثلَيْهِ
Maka dia wajib membayar denda dua kali lipat dari apa yang dia ambil.
قِيلَ إنَّ هذا كانَ في أوَّلِ الإسلامِ
Dikatakan bahwa ini berlaku pada masa awal Islam.
ثُمَّ صارَ الأَمْرُ أنْ يَدْفَعَ ما أخَذَ
فقَطْ
Kemudian aturan berubah menjadi cukup membayar sebesar yang diambil.
قالَ والعُقوبَةُ، أي يُعاقِبُهُ القاضِي
حَسَبَ ما يَرَى
Beliau berkata Dan hukuman, yakni hakim menjatuhkan hukuman sesuai yang dia nilai.
ومَن سَرَقَ مِنهُ شَيئًا بَعْدَ أنْ
يُؤْوِيَهُ الجَرِينُ
Barang siapa mencuri darinya setelah buah itu disimpan di tempat pengeringan.
والجَرِينُ مَوْضِعٌ تُجَفَّفُ فيهِ الثِّمارُ
أوْ تُخْزَنُ
Tempat pengeringan adalah lokasi di mana buah dikeringkan atau disimpan.
فَبَلَغَ ثَمَنَ المِجَنِّ
Dan nilai barang yang dicuri mencapai harga perisai.
والمِجَنُّ هو ما يَسْتَتِرُ بِهِ المُحارِبُ
مِنَ التُّرْسِ وغَيْرِهِ
Perisai adalah alat yang digunakan oleh pejuang untuk berlindung, seperti tameng.
وكانَتْ قِيمَتُهُ رُبْعَ دينارٍ
Yang nilainya adalah seperempat dinar.
فَعَلَيهِ القَطْعُ، أي تُقْطَعُ يَدُهُ
Maka dia wajib dihukum potong tangan.
وذَكَرَ، أي راوِي الحَديثِ
Dan perawi menyebutkan...
في ضالَّةِ الإبِلِ والغَنَمِ كَما ذَكَرَهُ
غَيْرُهُ
Tentang hewan unta atau kambing yang hilang sebagaimana disebutkan oleh perawi lain.
حيثُ قالَ النَّبِيُّ صلَّى اللهُ علَيهِ
وسلَّمَ إنَّها لَكَ أوْ لأَخِيكَ أوْ لِلذِّئْبِ إنْ تَرَكْتَها
Bahwa Nabi ﷺ bersabda Hewan itu milikmu, saudaramu, atau serigala jika engkau meninggalkannya.
وفي رِوايَةٍ أُخْرى قالَ في ضالَّةِ الشَّاءِ
Dan dalam riwayat lain, beliau bersabda tentang kambing yang hilang
فاجْمَعْها حتَّى يَأْتِيَها باغِيها
Ambillah ia sampai pemiliknya datang.
أي حُكْمُ الشَّاةِ الَّتِي تَضِيعُ مِن
صاحِبِها أنْ يَجْمَعَها
Yakni hukum kambing yang hilang dari pemiliknya adalah untuk mengumpulkannya.
أي يَأْخُذَها ويَضُمَّها معَ غَنَمِهِ حتَّى
يَأْتِيَها باغِيها
Yakni mengambilnya dan menyatukannya dengan kambing
miliknya hingga pemiliknya datang.
قَالَ عَبْدُ اللهِ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ:
Berkata Abdullah radhiyallahu ‘anhu:
وَسُئِلَ، أَيْ: النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan beliau ditanya, yaitu Nabi ﷺ
عَنِ اللُّقَطَةِ
tentang barang temuan (luqathah),
وَاللُّقَطَةُ مِقْدَارُ مَا يَجِدُهُ
أَحَدُهُمْ مِنْ مَالٍ ضَائِعٍ فِي الطَّرِيقِ لَا يُعْرَفُ لَهُ صَاحِبٌ
dan luqathah adalah sesuatu yang ditemukan seseorang berupa harta yang hilang
di jalan yang tidak diketahui pemiliknya.
فَقَالَ مَا كَانَ مِنْهَا فِي طَرِيقِ
الْمِيتَاءِ
Maka beliau berkata Apa yang ditemukan di jalan umum,
أَيْ مَا سَقَطَ فِي الطَّرِيقِ الْعَامِّ
الَّذِي يَسْلُكُهُ النَّاسُ
yaitu yang terjatuh di jalan yang dilewati oleh banyak orang,
أَوِ الْقَرْيَةِ الْجَامِعَةِ
atau di perkampungan yang ramai,
أَيْ الْعَامِرَةِ بِالسُّكَّانِ
yaitu yang dihuni banyak penduduk,
فَعَرِّفْهَا سَنَةً
maka umumkanlah selama satu tahun,
أَيْ أَبْلِغِ النَّاسَ وَعَرِّفْهُمْ
بِأَنَّكَ وَجَدْتَ لُقَطَةً
yaitu beritahukan kepada orang-orang dan umumkan bahwa kamu menemukan barang
temuan.
فَإِنْ جَاءَ طَالِبُهَا
Jika datang pemiliknya,
أَيْ صَاحِبُهَا الَّذِي يُدْلِي
بِأَوْصَافِهَا وَيَعْرِفُهَا جَيِّدًا
yaitu pemiliknya yang memberikan ciri-ciri barang itu dengan tepat,
فَادْفَعْهَا إِلَيْهِ
maka serahkan barang itu kepadanya.
وَإِنْ لَمْ يَأْتِ, أَيْ: صَاحِبُهَا
Namun jika tidak ada yang datang, yaitu pemiliknya,
فَهِيَ لَكَ
maka barang itu menjadi milikmu.
وَمَا كَانَ فِي الْخَرَابِ
Adapun apa yang ditemukan di tempat yang rusak,
أَيْ الْأَمَاكِنِ الْمُهْمَلَةِ وَلَيْسَ
بِهَا عِمْرَانٌ
yaitu tempat yang kosong dan tidak berpenghuni,
فَفِيهَا الْخُمُسُ
maka dari barang tersebut dikeluarkan seperlimanya (khumus),
وَالْخُمُسُ مَا يَخْرُجُ لِلَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ، وَيُصْرَفُ فِي مَصَارِفِهِ الْمَعْرُوفَةِ
dan khumus adalah bagian yang dikeluarkan untuk Allah, yang disalurkan kepada
pihak-pihak yang berhak menerimanya.
وَفِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ
Adapun harta rikaz juga wajib dikeluarkan seperlimanya.
وَالرِّكَازُ هُوَ الْمَالُ وَالْكُنُوزُ
الْمَدْفُونَةُ فِي الْأَرْضِ
Rikaz adalah harta atau benda berharga yang terpendam di dalam tanah,
وَالْمُرَادُ أَنَّ مَا يُوجَدُ مِنْ مَالٍ
ظَاهِرٍ أَوْ مَدْفُونٍ فِي هَذِهِ الْأَرَاضِي الَّتِي لَا يُعْرَفُ أَصْحَابُهَا
dan yang dimaksud adalah harta yang ditemukan, baik di permukaan maupun yang
terpendam di tanah yang tidak diketahui pemiliknya,
فَإِنَّهُ يُخْرِجُ مِنْهُ خُمُسَهُ، ثُمَّ
يَكُونُ الْبَاقِي لَهُ
maka diwajibkan mengeluarkan seperlimanya, dan sisanya menjadi milik penemunya.
Maraji:
https://dorar.net/hadith/sharh/86436
Pelajaran dari hadits ini
1. Prinsip Keadilan dalam Pengambilan Hasil Kebun
Konsumsi untuk Keperluan Darurat
Nabi ﷺ memperbolehkan seseorang yang dalam keadaan darurat untuk makan langsung dari buah-buahan yang tergantung di pohon tanpa meminta izin pemiliknya, selama hanya untuk memenuhi kebutuhan mendesak (menghilangkan rasa lapar) dan tidak mengambil lebih dari itu.
Islam memberikan toleransi kepada mereka yang membutuhkan dengan syarat tidak ada niat untuk mencuri atau berbuat curang.Tidak Boleh Menyembunyikan Hasil Curian
Jika seseorang mengambil buah dan menyimpannya (misalnya di saku atau lipatan baju), maka ini dianggap sebagai tindakan melanggar, dan ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
Islam memisahkan antara kebutuhan mendesak dengan tindakan berencana yang merugikan orang lain.Kompensasi untuk Kerugian
Jika seseorang mengambil buah tanpa izin dan membawanya keluar dari kebun, ia diwajibkan membayar dua kali lipat dari nilai buah yang diambil.
Hukum Islam bertujuan untuk menegakkan keadilan dengan memberikan kompensasi kepada pemilik atas kerugian yang diderita.
2. Hukuman bagi Pencurian yang Sudah Tersimpan
- Ketika Hasil Panen Sudah Disimpan
Jika hasil panen telah ditempatkan di tempat penyimpanan (الجرين), lalu ada yang mencurinya, maka hal ini termasuk pencurian besar.- Jika nilai barang yang dicuri mencapai kadar tertentu (seukuran harga perisai pada masa itu, yaitu 1/4 dinar), maka pelakunya dikenakan hukuman potong tangan.
Islam memberikan hukuman tegas untuk pencurian yang disengaja, terutama ketika barang sudah tersimpan rapi, untuk melindungi hak milik orang lain dan menjaga stabilitas masyarakat.
- Jika nilai barang yang dicuri mencapai kadar tertentu (seukuran harga perisai pada masa itu, yaitu 1/4 dinar), maka pelakunya dikenakan hukuman potong tangan.
3. Aturan Mengenai Barang Temuan (Luqathah)
Barang yang Ditemukan di Tempat Umum atau Pemukiman
Barang temuan di tempat yang ramai, seperti jalan umum atau desa yang dihuni, harus diumumkan selama satu tahun. Jika pemiliknya datang dengan memberikan ciri-ciri barang tersebut, maka barang tersebut harus dikembalikan. Jika tidak ada yang datang, maka barang itu boleh dimiliki oleh yang menemukannya.
Islam mendorong transparansi dan kejujuran dalam menangani barang temuan untuk memastikan hak pemiliknya.Barang yang Ditemukan di Tempat Sepi
Barang temuan di tempat sepi atau tak berpenghuni (الخراب) termasuk dalam kategori yang mengandung "khumus" (seperlima dari nilai barang diserahkan kepada Allah melalui negara atau lembaga zakat, dan sisanya menjadi milik penemu).
Islam mengakui kepemilikan atas barang temuan di tempat yang tidak memiliki tanda kepemilikan, tetapi tetap mengingatkan untuk menyisihkan sebagian dari harta tersebut untuk kepentingan umum.
4. Harta Karun (Rikaz)
- Harta karun yang ditemukan di dalam tanah (الركاز), baik berupa emas, perak, atau lainnya, wajib dikeluarkan khumus-nya (seperlima dari nilainya).
Islam memandang bahwa harta karun adalah anugerah Allah yang harus dimanfaatkan sebagian untuk kepentingan umat, bukan hanya dimiliki sepenuhnya oleh individu.
5. Prinsip Dasar Hukum Islam:
Menjaga Hak Pemilik
Hukum Islam sangat menjaga hak pemilik barang atau hasil panen, dengan memberikan aturan rinci agar hak-hak ini tidak dilanggar.Memastikan Keberpihakan kepada yang Membutuhkan
Islam memberikan kelonggaran kepada mereka yang membutuhkan secara darurat, selama tidak merugikan orang lain secara berlebihan.Keseimbangan antara Toleransi dan Hukuman
Islam memiliki keseimbangan antara memberikan kemudahan bagi mereka yang membutuhkan dan memberikan hukuman tegas kepada pelaku pelanggaran yang disengaja.Distribusi Harta kepada Kepentingan Umum
Dalam harta temuan dan harta karun, ada kewajiban untuk menyisihkan sebagian untuk kemaslahatan umat.
Kesimpulan Utama:
Hadits ini menunjukkan keadilan, keseimbangan, dan perhatian Islam terhadap kebutuhan individu dan hak-hak masyarakat secara keseluruhan. Aturannya mendorong tanggung jawab, kejujuran, dan penghormatan terhadap kepemilikan orang lain, sambil tetap memberikan solusi bagi mereka yang membutuhkan.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Hadits ini mengingatkan kita akan prinsip dasar dalam Islam bahwa harta orang lain, meskipun ditemukan dalam keadaan terasing atau terlupakan, tetap menjadi hak pemiliknya. Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk bertindak jujur dan tidak menginginkan harta yang bukan milik kita, serta memberikan petunjuk jelas tentang bagaimana cara menangani barang temuan dengan cara yang benar.
Jika kita menemukan barang atau benda yang hilang, kita diwajibkan untuk mengumumkan dan mencari pemiliknya terlebih dahulu, dan hanya boleh memanfaatkannya jika tidak ada yang mengklaim.
Melalui kajian hadits ini, kita telah belajar bersama bagaimana Islam sangat menjaga hak-hak orang lain dan mengajarkan kita untuk menghindari kezaliman serta membangun masyarakat yang adil dan penuh tanggung jawab.
Semoga kajian ini memberi pencerahan bagi kita semua dalam menjalani kehidupan sehari-hari, khususnya dalam hal memelihara harta dan menjaga kejujuran.
Aamiin.
Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa
harakat