Kajian: Adab Makan – Sebelum Makan (Kitab Minhajul Muslim)
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita banyak nikmat, termasuk nikmat makanan dan minuman yang menjadi salah satu anugerah yang harus kita syukuri. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, yang dengan akhlaknya yang mulia mengajarkan kita bagaimana cara menikmati hidup ini dengan cara yang benar, termasuk dalam hal makan dan minum.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan kali ini kita akan mengkaji tentang adab sebelum makan, yang bukan hanya sekedar tata cara, tetapi lebih kepada cara kita menghargai dan bersyukur atas nikmat Allah. Makanan dan minuman dalam pandangan Islam bukanlah sekadar untuk memuaskan hawa nafsu, tetapi merupakan sarana untuk menjaga kesehatan tubuh agar kita bisa beribadah dengan baik kepada Allah. Oleh karena itu, adab-adab sebelum makan sangatlah penting untuk kita ikuti, agar setiap langkah yang kita ambil dalam makan menjadi bagian dari amal ibadah yang mendatangkan pahala.
Mari kita kaji Bab Makan dan Minum yang bersumber dari Kitab Minhajul Muslim karya Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi:
-----
آدَابُ الأَكْلِ
وَالشُّرْبِ
المُسْلِمُ يَنْظُرُ
إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، بِاعْتِبَارِهِمَا وَسِيلَةً إِلَى غَيْرِهِمَا،
لَا غَايَةً مَقْصُودَةً لِذَاتِهَا،
Seorang
Muslim memandang makanan dan minuman sebagai sarana, bukan tujuan utama.
فَهُوَ يَأْكُلُ وَيَشْرَبُ مِنْ أَجْلِ
المُحَافَظَةِ عَلَى سَلَامَةِ بَدَنِهِ ٱلَّذِي بِهِ يُمْكِنُهُ أَنْ يَعْبُدَ
ٱللَّهَ تَعَالَى،
Ia
makan dan minum untuk menjaga kesehatan tubuhnya, agar dapat beribadah kepada
Allah.
تِلْكَ العِبَادَةُ ٱلَّتِي تُؤَهِّلُهُ
لِكَرَامَةِ ٱلدَّارِ ٱلْآخِرَةِ وَسَعَادَتِهَا، فَلَيْسَ هُوَ يَأْكُلُ
وَيَشْرَبُ لِذَاتِ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَشَهْوَتِهِمَا،
Itulah ibadah yang akan membawanya kepada kemuliaan dan
kebahagiaan di akhirat. Oleh karena itu, ia tidak makan dan minum hanya untuk
kesenangan semata.
فَلِذَا هُوَ لَوْ لَمْ يَجُعْ لَمْ يَأْكُلْ،
وَلَوْ لَمْ يَعْطَشْ لَمْ يَشْرَبْ، وَقَدْ وَرَدَ عَنْهُ - صَلَّى ٱللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَوْلُهُ: "نَحْنُ قَوْمٌ لَا
نَأْكُلُ حَتَّى نَجُوعَ، وَإِذَا أَكَلْنَا فَلَا نَشْبَعَ".
Jika ia tidak lapar, ia tidak makan. Jika tidak haus, ia tidak minum. Nabi ﷺ bersabda: "Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum lapar, dan jika makan tidak sampai kenyang." (sanadnya dho’if)
وَمِنْ هُنَا كَانَ
المُسْلِمُ يَلْتَزِمُ فِي مَأْكَلِهِ وَمَشْرَبِهِ بِآدَابٍ شَرْعِيَّةٍ
خَاصَّةٍ، مِنْهَا:
Dari sinilah, seorang Muslim berpegang pada adab-adab
syar'i dalam makan dan minumnya, di antaranya:
(dalam kitab
Minhajul dibagi menjadi adab sebelum makan, adab ketika makan dan adab setelah
makan)
آدَابُ مَا قَبْلَ
الأَكْلِ، وَهِيَ:
Adab sebelum makan, yaitu:
Satu,
أَنْ يَسْتَطِيبَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ بِأَنْ يُعِدَّهُمَا مِنَ
ٱلحَلَالِ ٱلطَّيِّبِ ٱلْخَالِي مِنْ شَوَائِبِ ٱلحَرَامِ وَٱلشُّبَهِ، لِقَوْلِهِ
تَعَالَى:
Memastikan makanan dan minumannya baik (thoyyib) dengan menyiapkannya
dari yang halal dan baik, yang bersih dari unsur haram dan syubhat, berdasarkan
firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ
آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
"Wahai orang-orang yang beriman,
makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kalian."
(QS.
Al-Baqarah: 172)
وَٱلطَّيِّبُ هُوَ ٱلحَلَالُ ٱلَّذِي لَيْسَ
بِمُسْتَقْذَرٍ وَلَا مُسْتَخْبَثٍ.
Dan (yang dimaksud dengan) thayyib (baik) itu adalah
makanan halal yang tidak menjijikkan dan tidak kotor.
Dua,
أَنْ يَنْوِيَ
بِأَكْلِهِ وَشُرْبِهِ ٱلتَّقْوِيَةَ عَلَى عِبَادَةِ ٱللَّهِ تَعَالَى، لِيُثَابَ
عَلَى مَا أَكَلَهُ أَوْ شَرِبَهُ،
Berniat
dengan makan dan minumnya untuk menguatkan diri dalam beribadah kepada Allah
Ta’ala, sehingga ia diberi pahala atas apa yang ia makan atau minum.
فَٱلمُبَاحُ يَصِيرُ
بِحُسْنِ ٱلنِّيَّةِ طَاعَةً يُثَابُ عَلَيْهَا ٱلمُسْلِمُ.
Maka amalan yang mubah - dengan niat yang baik- bisa menjadi (ibadah) ketaatan yang diberi pahala atas niatnya.
Tiga,
أَنْ يَغْسِلَ يَدَيْهِ
قَبْلَ الأَكْلِ إِنْ كَانَ بِهِمَا أَذًى، أَوْ لَمْ يَتَأَكَّدْ مِنْ
نَظَافَتِهِمَا.
Mencuci kedua tangannya sebelum makan jika
terdapat kotoran di tangannya atau dia tidak yakin akan kebersihannya.
Empat,
أَنْ يَضَعَ طَعَامَهُ
عَلَى سُفْرَةٍ فَوْقَ الأَرْضِ لَا عَلَى مَائِدَةٍ، إِذْ هَذَا أَقْرَبُ إِلَى
ٱلتَّوَاضُعِ، وَلِقَوْلِ أَنَسٍ - رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُ
:
Meletakkan makanannya di atas sufrah
(alas makan) di atas tanah (lantai), bukan di atas meja makan. Hal ini lebih mendekatkan
kepada sifat tawadhu (rendah hati), sebagaimana perkataan Anas radhiyallahu
‘anhu:
مَا أَكَلَ رَسُولُ ٱللَّهِ
- صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَلَى خِوَانٍ، وَلَا فِي سُكْرَجَةٍ
"Rasulullah ﷺ
tidak pernah makan di atas meja makan (khawan) dan tidak pula di piring
kecil (sukrajah)."
Lima,
5-
أَنْ يَجْلِسَ مُتَوَاضِعًا بِأَنْ يَجْثُوَ عَلَى رُكْبَتَيْهِ،
وَيَجْلِسَ عَلَى ظَهْرِ قَدَمَيْهِ، أَوْ يُنْصِبَ رِجْلَهُ ٱليُمْنَى،
وَيَجْلِسَ عَلَى ٱليُسْرَى، كَمَا كَانَ رَسُولُ ٱللَّهِ - صَلَّى ٱللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَجْلِسُ،
Duduk dengan tawadhu, yaitu dengan bertumpu pada kedua lututnya dan duduk di atas
punggung kakinya, atau dengan menegakkan kaki kanannya dan duduk di atas kaki
kirinya, sebagaimana Rasulullah ﷺ biasa duduk.
وَلِقَوْلِهِ - صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ -: "لَا آكُلُ مُتَّكِئًا،
إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ آكُلُ كَمَا يَأْكُلُ ٱلعَبْدُ، وَأَجْلِسُ كَمَا يَجْلِسُ
ٱلعَبْدُ".
Beliau ﷺ bersabda:
"Aku tidak
makan dengan bersandar. Aku hanyalah seorang hamba, aku makan sebagaimana
seorang hamba makan, dan aku duduk sebagaimana seorang hamba duduk."
Enam,
أَنْ يَرْضَى
بِٱلمَوْجُودِ مِنَ ٱلطَّعَامِ، وَأَنْ لَا يَعِيبَهُ، وَإِنْ أَعْجَبَهُ أَكَلَ،
وَإِنْ لَمْ يُعْجِبْهُ تَرَكَ،
Ridha dengan makanan yang ada dan tidak mencelanya. Jika ia
menyukainya, ia memakannya, dan jika tidak menyukainya, ia tinggalkan.
لِحَدِيثِ أَبِي
هُرَيْرَةَ - رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُ:
Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
"مَا
عَابَ رَسُولُ ٱللَّهِ - صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - طَعَامًا قَطُّ،
إِنِ ٱشْتَهَاهُ أَكَلَ، وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَ".
"Rasulullah ﷺ tidak pernah
mencela makanan sama sekali. Jika beliau menyukainya, beliau memakannya, dan
jika tidak menyukainya, beliau meninggalkannya."
Tujuh,
7-
أَنْ يَأْكُلَ مَعَ غَيْرِهِ مِنْ ضَيْفٍ أَوْ أَهْلٍ أَوْ وَلَدٍ، أَوْ
خَادِمٍ، لِخَبَرِ:
Makan bersama orang lain, baik dengan tamu, keluarga,
anak-anak, atau pelayan, berdasarkan hadits:
"ٱجْتَمِعُوا عَلَى
طَعَامِكُمْ وَٱذْكُرُوا ٱسْمَ ٱللَّهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ".
"Berkumpullah kalian dalam
makan dan sebutlah nama Allah, maka makanan itu akan diberkahi untuk
kalian."
Pelajaran dari Kajian ini
1. Tujuan Makan dan Minum dalam Islam
- Seorang Muslim tidak makan dan minum hanya untuk memenuhi hawa nafsunya, tetapi sebagai sarana menjaga kesehatan tubuh agar dapat menjalankan ibadah kepada Allah.
- Prinsip ini didasarkan pada pemahaman bahwa kehidupan dunia hanyalah perjalanan menuju akhirat, dan ibadah merupakan tujuan utama keberadaan manusia.
2. Kesederhanaan dalam Makan dan Minum
- Islam mengajarkan pengendalian diri dalam pola makan, bertujuan untuk menjaga kesehatan serta menghindari sikap berlebihan (isrāf) yang dilarang dalam Islam.
3. Adab Sebelum Makan dalam Islam
- Mencari makanan halal dan baik (ṭayyib)
- Hal ini berdasarkan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 172, yang menekankan pentingnya memilih makanan yang halal dan tidak mengandung unsur haram atau syubhat.
- Menata niat untuk ibadah
- Dengan niat yang benar, aktivitas duniawi seperti makan dan minum bisa bernilai ibadah.
- Mencuci tangan jika kotor
- Islam menekankan kebersihan sebelum makan sebagai bagian dari menjaga kesehatan.
- Makan di atas alas (sufrah), bukan meja makan
- Ini menunjukkan sikap tawadhu’ (rendah hati) dan mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ.
- Duduk dengan rendah hati
- Rasulullah ﷺ mencontohkan duduk dengan posisi rendah, menunjukkan sikap bahwa makan bukan sekadar kenikmatan duniawi.
- Tidak mencela makanan
- Rasulullah ﷺ tidak pernah mencela makanan; jika suka, beliau makan, jika tidak, beliau tinggalkan tanpa mengomentarinya secara negatif.
- Makan bersama orang lain
- Makan bersama keluarga atau tamu membawa keberkahan sebagaimana dinyatakan dalam hadis, "Berkumpullah saat makan dan sebutlah nama Allah, maka makanan kalian akan diberkahi."
- Mencari makanan halal dan baik (ṭayyib)
4. Implikasi dalam Kehidupan Sehari-hari
- Spiritual: Dengan menyadari bahwa makan adalah ibadah, seorang Muslim lebih bersyukur dan menghindari sikap rakus.
- Kesehatan: Pola makan yang sesuai sunnah membantu menjaga kesehatan dan menghindari penyakit akibat makan berlebihan.
- Sosial: Berbagi makanan dan makan bersama meningkatkan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim).
Penutup
Kajian
Insya Allah kita akan melanjutkan kajian adab ketika makan dan adab setelah makan pada pertemuan selanjutnya. Semoga kajian ini memberikan pencerahan dan agar hidup kita lebih diberkahi oleh Allah dan kita dapat mengaplikasikan adab-adab tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh keikhlasan.