Kajian: Tentang Jizyah, Kharaj dan Nafl (Kitab Minhajul Muslim )
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَعَلٰى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ.
Hadirin yang saya hormati, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di masyarakat kita yang mayoritas Muslim, seringkali kita dihadapkan pada berbagai masalah yang berkaitan dengan ekonomi, hukum, dan sosial. Salah satu topik yang menjadi perbincangan dan terkadang menimbulkan kebingungan di tengah umat adalah tentang pengelolaan kekayaan negara dan pajak dalam perspektif Islam, terutama mengenai pajak tanah (al-kharāj), jizyah, serta pengelolaan harta rampasan perang (ghanimah) dan hak-hak tawanan perang.
Dalam masyarakat kita, meskipun banyak yang telah mengetahui dasar-dasar hukum Islam, sering kali konsep-konsep tersebut belum diterapkan secara maksimal atau malah disalahpahami. Hal ini bisa berdampak pada ketidakadilan ekonomi, ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban, serta kesalahan dalam menentukan kebijakan publik. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menggali lebih dalam bagaimana Islam mengatur hal-hal tersebut, baik dari segi teoretis maupun praktis, sehingga setiap kebijakan yang diambil dapat bermanfaat bagi umat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Kajian kita hari ini sangat penting karena akan membahas secara komprehensif tentang kharāj, jizyah, dan nafl dalam syariat Islam. Dengan memahami tema ini, kita tidak hanya akan memperoleh pengetahuan tentang sejarah dan penerapan syariat dalam hal ini, tetapi juga memahami urgensi penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam kehidupan modern, di tengah tantangan dunia globalisasi yang semakin kompleks. Apa yang akan kita pelajari nanti bukan hanya sekadar teori, tetapi juga bagaimana hal tersebut dapat diterapkan dalam konteks masyarakat Indonesia masa kini.
Setelah mengikuti kajian ini, peserta akan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana sistem ekonomi dan perpajakan dalam Islam dirancang untuk menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan umat. Selain itu, kajian ini juga akan memberikan panduan bagi kita semua untuk memahami dan menyikapi masalah-masalah yang berkaitan dengan hak-hak ekonomi dan sosial dalam perspektif fikih muamalah. Dengan begitu, kita dapat berperan lebih optimal dalam membawa masyarakat menuju kehidupan yang lebih adil dan sesuai dengan prinsip syariat.
Semoga dengan mengikuti kajian ini, kita semua bisa mendapatkan manfaat yang besar, baik untuk pribadi kita, keluarga, dan juga untuk umat Islam pada umumnya.
Materi Kajian
الخَرَاجُ:
Al-Kharāj (Pajak Tanah)
الخَرَاجُ هُوَ مَا
يُضْرَبُ عَلَى الأَرَاضِي الَّتِي احْتَلَّهَا المُسْلِمُونَ عَنْوَةً؛
Al-Kharāj adalah
pajak yang dikenakan atas tanah yang dikuasai oleh kaum Muslimin secara paksa
(ghanimah).
فَإِنَّ الإِمَامَ مُخَيَّرٌ
عِنْدَ احْتِلَالِهِ أَرْضًا بِالقُوَّةِ بَيْنَ أَنْ يَقْسِمَهَا بَيْنَ
المُقَاتِلِينَ وَبَيْنَ أَنْ يُوقِفَهَا عَلَى المُسْلِمِينَ،
Ketika seorang
imam (pemimpin) menaklukkan suatu wilayah dengan kekuatan, ia memiliki dua
pilihan: membagi tanah tersebut di antara para pejuang atau menjadikannya sebagai
harta wakaf untuk kaum Muslimin.
وَيَضْرِبَ عَلَى مَنْ
هِيَ تَحْتَ يَدِهِ مِنْ مُسْلِمٍ وَذِمِّيٍّ خَرَاجًا سَنَوِيًّا مُسْتَمِرًّا
يُنْفَقُ بَعْدَ جِبَايَتِهِ فِي صَالِحِ المُسْلِمِينَ العَامِّ،
Kemudian, ia menetapkan pajak tahunan yang berkelanjutan
atas tanah tersebut, baik yang dimiliki oleh Muslim maupun non-Muslim (dzimmi).
Pajak ini dikumpulkan dan digunakan untuk kepentingan umum kaum Muslimin.
كَمَا فَعَلَ عُمَرُ -
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - فِيمَا فَتَحَهُ مِنْ أَرْضِ الشَّامِ، وَالعِرَاقِ،
وَمِصْرَ (فِي الصَّحِيحِ(
Hal ini
sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khattab - radhiyallahu ‘anhu -
terhadap tanah yang ditaklukkan di Syam, Irak, dan Mesir (sebagaimana
disebutkan dalam hadits yang shahih).
[تَنْبِيهٌ]:
[Catatan]:
لَوْ صَالَحَ الإِمَامُ
العَدُوَّ عَلَى خَرَاجٍ مُعَيَّنٍ مِنْ أَرْضِهِمْ، ثُمَّ أَسْلَمَ أَهْلُ تِلْكَ
الأَرْضِ، فَإِنَّ الخَرَاجَ يَسْقُطُ عَنْهُمْ لِمُجَرَّدِ إِسْلَامِهِمْ،
بِخِلَافِ مَا فُتِحَ عَنْوَةً، فَإِنَّهُ وَإِنْ أَسْلَمَ أَهْلُهُ فِيمَا
بَعْدُ، يَسْتَمِرُّ مَضْرُوبًا عَلَى تِلْكَ الأَرْضِ.
Jika seorang
imam membuat perjanjian damai dengan musuh dengan menetapkan pajak kharāj
tertentu atas tanah mereka, lalu penduduknya masuk Islam, maka pajak ini
otomatis dihapuskan dari mereka karena keislaman mereka. Namun, berbeda dengan
tanah yang ditaklukkan secara paksa (ghanimah), maka meskipun penduduknya masuk
Islam setelahnya, pajak kharāj tetap dikenakan atas tanah tersebut.
د- الجِزْيَةُ:
Jizyah (Pajak bagi Non-Muslim):
الجِزْيَةُ: ضَرِيبَةٌ
مَالِيَّةٌ تُؤْخَذُ مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ نِهَايَةَ الحَوْلِ، وَقَدْرُهَا
مِمَّنْ فُتِحَتْ بِلَادُهُمْ عَنْوَةً أَرْبَعَةُ دَنَانِيرَ ذَهَبًا، أَوْ
أَرْبَعُونَ دِرْهَمًا فِضَّةً.
Jizyah adalah pajak keuangan yang diambil dari kaum dzimmi
(non-Muslim yang hidup di bawah pemerintahan Islam) pada akhir tahun.
Besarannya bagi mereka yang wilayahnya ditaklukkan secara paksa adalah empat
dinar emas atau empat puluh dirham perak.
تُؤْخَذُ مِنَ
الرِّجَالِ البَالِغِينَ دُونَ الأَطْفَالِ وَالنِّسَاءِ، وَتَسْقُطُ عَنِ
الفَقِيرِ المُعْدِمِ وَالعَاجِزِ عَنِ الكَسْبِ مِنْ مَرِيضٍ وَشَيْخٍ هَرِمٍ،
Pajak ini hanya dikenakan atas laki-laki dewasa, tidak
termasuk anak-anak dan perempuan. Selain itu, jizyah tidak diwajibkan bagi
fakir miskin, orang yang tidak mampu bekerja, orang sakit, atau lansia yang
lemah.
أَمَّا أَهْلُ
الصُّلْحِ فَيُؤْخَذُ مِنْهُمْ مَا صَالَحُوا عَلَيْهِ، وَبِإِسْلَامِهِمْ
تَسْقُطُ عَنْهُمْ كَافَّةً، وَحُكْمُ الجِزْيَةِ أَنَّهَا تُصْرَفُ فِي
المَصَالِحِ العَامَّةِ.
Adapun bagi penduduk yang membuat perjanjian damai (ahl
al-shulh), maka pajak yang dikenakan sesuai dengan kesepakatan mereka. Jika
mereka masuk Islam, maka pajak ini akan gugur seluruhnya. Hasil dari jizyah digunakan untuk
kepentingan umum kaum Muslimin.
وَالأَصْلُ فِيهَا
قَوْلُهُ تَعَالَى: {قَاتِلُوا الَّذِينَ
لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِاليَوْمِ الآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا
حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الحَقِّ مِنَ الَّذِينَ
أُوتُوا الكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ} [التَّوْبَةِ: 29].
Dasarnya adalah firman Allah Ta'ala:
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah dan Hari Akhir, yang tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah
dan Rasul-Nya, serta tidak beragama dengan agama yang benar (Islam), dari
kalangan Ahli Kitab, sampai mereka membayar jizyah dengan tangan mereka sendiri
dalam keadaan tunduk." (QS. At-Taubah: 29).
هـ- النَّفَلُ:
An-Nafl (Tambahan bagi Pasukan Perang):
النَّفَلُ: مَا
يَجْعَلُهُ الإِمَامُ لِمَنْ طَلَبَ إِلَيْهِ القِيَامَ بِمُهِمَّةٍ حَرْبِيَّةٍ،
فَيُعْطِيهِمْ زِيَادَةً عَلَى سِهَامِهِمْ شَيْئًا مِنَ الغَنِيمَةِ بَعْدَ إِخْرَاجِ
خُمُسِهَا،
An-Nafl adalah hadiah tambahan yang diberikan oleh imam (pemimpin) kepada mereka yang
ditugaskan dalam misi perang tertentu. Maka imam memberikan mereka bagian tambahan dari harta rampasan
perang (ghanimah) setelah mengeluarkan seperlima bagian (khumus) untuk
kepentingan umum.
عَلَى أَنْ لَا يَزِيدَ
هَذَا النَّفَلُ عَلَى الرُّبُعِ، إِذَا كَانَ إِرْسَالُهُمْ عِنْدَ دُخُولِ
أَرْضِ العَدُوِّ،
Ketentuannya, tambahan
ini tidak boleh lebih dari seperempat bagian jika mereka dikirim dalam misi sebelum masuk ke wilayah musuh,
وَلَا عَلَى الثُّلُثِ
إِنْ كَانَ بَعْدَ رُجُوعِهِمْ مِنْهَا،
Dan tidak
melebihi sepertiga bagian jika setelah kembali dari misi.
لِقَوْلِ حَبِيبِ بْنِ
مُسْلِمَةَ: "شَهِدْتُ رَسُولَ
اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي نَفَلَ الرُّبُعَ فِي
البِدَايَةِ، وَالثُّلُثَ فِي الرَّجْعَةِ".
Dalilnya adalah sabda Habiib bin Maslamah:
"Aku menyaksikan Rasulullah ﷺ memberikan tambahan seperempat bagian pada awal peperangan dan
sepertiga bagian saat pulang dari peperangan."
Maraji: Minhajul
Muslim
Pelajaran dari
Bab ini
Bab ini membahas beberapa konsep penting dalam ekonomi Islam yang sering ditemui dalam sejarah Islam, khususnya terkait dengan pengelolaan sumber daya negara, pajak, dan pengelolaan harta dalam peperangan. Berikut adalah pelajaran yang dapat diambil dari setiap bagian dalam bab ini:
1. Pengelolaan Pajak Tanah (Al-Kharāj):
- Pentingnya Keadilan dalam Pembagian Sumber Daya:
Al-Kharāj merupakan pajak yang dikenakan pada tanah yang dikuasai secara paksa dalam peperangan. Imam (pemimpin negara Islam) diberikan kebebasan untuk memilih apakah akan membagikan tanah tersebut kepada pejuang atau menjadikannya wakaf bagi umat Islam. Hal ini mengajarkan kita tentang pentingnya keadilan dalam pembagian kekayaan negara, sehingga hak-hak setiap pihak, baik pejuang maupun masyarakat, dapat terpenuhi. - Mekanisme Pembayaran Pajak:
Dalam kasus tanah yang ditaklukkan secara paksa, pajak dikenakan kepada orang-orang yang tinggal di wilayah tersebut, baik Muslim maupun non-Muslim (dzimmi). Ini menunjukkan bahwa kewajiban untuk membayar pajak dalam Islam tidak hanya berlaku bagi Muslim saja, tetapi juga bagi non-Muslim yang tinggal di bawah naungan pemerintahan Islam. - Peran Pajak dalam Kepentingan Umum:
Pajak yang terkumpul digunakan untuk kepentingan umum umat Islam, yang mengajarkan kita bahwa pajak bukanlah beban semata, tetapi harus digunakan untuk kemaslahatan umat, seperti dalam pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan pelayanan publik.
2. Jizyah (Pajak bagi Non-Muslim):
- Pajak yang Disesuaikan dengan Kemampuan Individu:
Jizyah hanya dikenakan pada laki-laki dewasa yang mampu dan tidak dikenakan pada anak-anak, perempuan, fakir miskin, atau lansia. Ini mengajarkan kita tentang pentingnya kesesuaian beban pajak dengan kemampuan individu, yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat. - Kebijakan yang Berkeadilan terhadap Non-Muslim:
Jizyah diterapkan pada non-Muslim yang hidup di bawah pemerintahan Islam (dzimmi). Konsep ini menunjukkan bahwa dalam Islam, umat non-Muslim memiliki hak untuk hidup damai dan aman dalam pemerintahan Islam, dan mereka juga memiliki kewajiban untuk menyumbang bagi kepentingan umum melalui pajak jizyah. - Bukti Keberagaman dalam Islam:
Islam mengakui dan menghargai keberagaman agama, dengan memberikan kebebasan beragama kepada non-Muslim dan memperlakukan mereka dengan adil. Pajak jizyah juga menunjukkan adanya kebijakan yang memungkinkan hidup berdampingan dalam keberagaman.
3. An-Nafl (Hadiah Tambahan bagi Pasukan Perang):
- Kepemimpinan yang Adil dalam Pembagian Harta Rampasan:
An-Nafl adalah hadiah tambahan yang diberikan kepada pasukan yang berperang. Hal ini mengajarkan kita tentang pentingnya keadilan dalam pembagian harta rampasan perang. Pemimpin harus memastikan bahwa setiap pasukan yang ikut dalam perang mendapatkan bagian yang sesuai dengan kontribusinya. - Pengelolaan Keuntungan dari Perang dengan Bijak:
Dengan adanya aturan tentang batasan nafkah yang bisa diberikan kepada pasukan, kita belajar bahwa pemimpin harus mengelola hasil perang dengan bijak dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pembagian yang terlalu besar atau tidak adil bisa menyebabkan ketimpangan dalam masyarakat. - Meningkatkan Semangat Berjuang:
Penambahan nafkah untuk pasukan perang memberikan insentif yang dapat meningkatkan semangat juang mereka, serta mendorong untuk berperang dengan tujuan yang jelas dan dengan harapan mendapat bagian dari harta rampasan perang.
4. Poin penting lainnya
- Integrasi antara Hukum dan Keadilan Sosial:
Seluruh pembahasan dalam bab ini mengajarkan kita bahwa hukum Islam tidak hanya mengatur ibadah, tetapi juga mengatur seluruh aspek kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Hukum Islam dirancang untuk menciptakan keadilan, kesejahteraan, dan kemaslahatan umat. - Pentingnya Kepemimpinan yang Bijak:
Pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam diharapkan dapat membuat keputusan yang bijaksana, adil, dan berdasarkan prinsip-prinsip syariat, yang berpihak kepada kepentingan umat dan menjaga keseimbangan dalam masyarakat. - Sumber Daya yang Dimanfaatkan untuk Kemaslahatan Umum:
Pengelolaan pajak, hasil perang, dan hak-hak non-Muslim dalam Islam menunjukkan bahwa segala sumber daya yang ada harus dimanfaatkan untuk kepentingan umum, bukan hanya untuk individu atau kelompok tertentu.
Dengan memahami pelajaran-pelajaran ini, kita diajak untuk menerapkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan maslahat dalam kehidupan sosial dan ekonomi kita. Kajian ini memberikan wawasan penting mengenai bagaimana Islam mengatur urusan duniawi secara menyeluruh, serta memberi pedoman bagi kita untuk menghadapi berbagai masalah sosial dan ekonomi di masyarakat dengan solusi yang adil dan sesuai dengan syariat Islam.
Penutup
Kajian
Alhamdulillah, kita telah sampai di penghujung kajian ini. Semoga pertemuan kita hari ini menjadi majelis ilmu yang penuh berkah, yang semakin menambah wawasan dan pemahaman kita dalam memahami prinsip-prinsip ekonomi Islam dan hukum-hukum yang mengatur kepemilikan serta distribusi kekayaan dalam Islam.
Sebagai kesimpulan, ada beberapa poin penting yang telah kita bahas dalam kajian ini:
Kharāj (Pajak Tanah) – Merupakan pajak yang dikenakan pada tanah yang ditaklukkan dalam peperangan dan digunakan untuk kepentingan umum umat Islam. Ini menunjukkan bahwa Islam memiliki sistem pengelolaan sumber daya yang adil dan berorientasi pada kemaslahatan umat.
Jizyah (Pajak bagi Non-Muslim) – Sebagai bentuk kontribusi dari warga non-Muslim yang tinggal di bawah pemerintahan Islam. Namun, pajak ini tidak membebani mereka yang tidak mampu, seperti anak-anak, perempuan, dan orang lanjut usia, yang menunjukkan prinsip keadilan Islam dalam perlakuan terhadap non-Muslim.
An-Nafl (Tambahan bagi Pasukan Perang) – Islam memberikan insentif bagi mereka yang berjuang dalam jihad dengan pembagian tambahan dari harta rampasan perang, tetapi tetap dalam batas-batas yang ditetapkan syariat agar tidak terjadi ketimpangan dalam distribusi kekayaan.
Dari keseluruhan pembahasan ini, kita dapat melihat bahwa Islam telah menetapkan prinsip-prinsip yang sangat adil dalam mengelola sumber daya ekonomi dan hubungan sosial. Islam bukan hanya agama yang mengatur ibadah, tetapi juga memberikan panduan dalam membangun sistem pemerintahan, ekonomi, dan sosial yang seimbang dan maslahat bagi semua.
Sebagai penutup, ada beberapa saran dan nasihat yang perlu kita renungkan bersama:
Jadikan Ilmu yang Diperoleh sebagai Panduan Hidup
Ilmu yang telah kita pelajari hari ini hendaknya tidak hanya menjadi wawasan, tetapi juga menjadi pegangan dalam memahami realitas sosial dan ekonomi di sekitar kita. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, kita bisa lebih bijak dalam menyikapi kebijakan ekonomi dan pemerintahan yang ada saat ini.Terapkan Prinsip Keadilan dalam Setiap Aspek Kehidupan
Islam mengajarkan keadilan dalam segala aspek, baik dalam pengelolaan harta, dalam relasi sosial, maupun dalam pemerintahan. Sebagai individu, kita harus berusaha menegakkan keadilan di lingkungan kita masing-masing, baik dalam keluarga, bisnis, maupun di masyarakat.Mendorong Kesadaran Ekonomi Islam di Masyarakat
Hendaknya kita tidak hanya berhenti pada pemahaman, tetapi juga berupaya untuk mensosialisasikan konsep ekonomi Islam yang lebih luas kepada masyarakat, agar semakin banyak yang memahami bahwa Islam memiliki solusi terbaik dalam mengatur kehidupan, termasuk dalam urusan keuangan dan perpajakan.
Harapan kami setelah kajian ini, semoga kita semua semakin memahami betapa sempurna dan adilnya ajaran Islam dalam mengatur kehidupan manusia. Semoga ilmu yang kita dapatkan hari ini menjadi ilmu yang bermanfaat, yang menambah ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan menjadi bekal untuk kita dalam menjalani kehidupan dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita, serta menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang berilmu dan beramal dengan ilmu yang benar.
Mari kita tutup majelis ini dengan doa kafaratul majelis:
سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ
وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
(“Maha Suci Engkau ya Allah, dan aku memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”)
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.