Sirah Nabawiyah (6): Perjalanan Nabi ﷺ Bersama Pamannya Abu Thalib ke Syam

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Hadirin sekalian yang dirahmati Allah,

Kita hidup di zaman yang penuh tantangan. Dunia semakin berkembang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi di sisi lain, umat Islam menghadapi banyak permasalahan mendasar dalam kehidupan mereka. Kita melihat krisis identitas, di mana banyak kaum Muslim kehilangan jati diri mereka sebagai umat terbaik. Gaya hidup sekuler dan materialisme semakin menggerus nilai-nilai Islam, membuat sebagian besar umat lebih mengidolakan figur-figur dunia daripada meneladani Rasulullah ﷺ.

Di tengah derasnya arus informasi, umat juga dihadapkan pada krisis pemahaman sejarah Islam. Banyak generasi muda yang lebih mengenal tokoh-tokoh Barat atau pahlawan fiktif daripada mengenal sosok Rasulullah ﷺ yang menjadi sebaik-baik teladan dalam setiap aspek kehidupan. Bahkan, ada yang meragukan sejarah Islam, mempertanyakan keabsahan sirah nabawiyah, atau bahkan menelan fitnah yang disebarkan oleh musuh-musuh Islam.

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Dalam kondisi seperti ini, mempelajari Sirah Nabawiyah menjadi suatu kebutuhan yang mendesak. Sirah bukan sekadar sejarah, tetapi ia adalah petunjuk hidup. Dengan memahami perjalanan hidup Rasulullah ﷺ, kita dapat menemukan solusi atas berbagai tantangan zaman. Sirah bukan hanya sekumpulan kisah, tetapi sebuah pedoman strategis dalam berdakwah, berakhlak, dan memimpin umat.

Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Ahzab ayat 21:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

"Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (QS. Al-Ahzab: 21)

Maka dari itu, pada kesempatan yang penuh berkah ini, kita akan bersama-sama mengkaji salah satu peristiwa penting dalam kehidupan Rasulullah ﷺ, yaitu perjalanannya ke Syam bersama Abu Thalib dan pertemuannya dengan rahib Buhaira. Peristiwa ini bukan sekadar kisah perjalanan, tetapi mengandung pelajaran besar tentang tanda-tanda kenabian, perlindungan Allah terhadap Nabi-Nya, dan isyarat masa depan perjuangan Islam.

Semoga dengan kajian ini, kita semakin mencintai Rasulullah ﷺ, semakin memahami sejarahnya dengan benar, serta mampu meneladani setiap langkahnya dalam kehidupan kita. Mari kita mulai kajian ini dengan niat yang ikhlas, hati yang lapang, dan semangat yang tinggi untuk mendalami perjalanan hidup manusia terbaik yang pernah Allah ciptakan.


Perjalanan Nabi Bersama Pamannya Abu Thalib ke Syam


سَفَرُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ عَمِّهِ أَبِي طَالِبٍ إِلَى الشَّامِ.
العَامُ الهِجْرِيُّ: ٤٢ ق هـ، العَامُ المِيلَادِيُّ: ٥٨١.

Perjalanan Nabi bersama pamannya, Abu Thalib, ke Syam.
Tahun Hijriyah: 42 sebelum Hijrah, Tahun Masehi: 581.


تَفَاصِيلُ الحَدَثِ:
لَمَّا تَمَّ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ العُمُرِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَنَةً، سَافَرَ عَمُّهُ أَبُو طَالِبٍ إِلَى الشَّامِ فِي رَكْبٍ لِلتِّجَارَةِ، فَأَخَذَهُ مَعَهُ.

Ketika Nabi berusia dua belas tahun, pamannya, Abu Thalib, melakukan perjalanan ke Syam dalam rombongan dagang, lalu ia membawa serta Nabi .

وَلَمَّا نَزَلَ الرَّكْبُ (بُصْرَى) مَرُّوا عَلَى رَاهِبٍ هُنَاكَ يُقَالُ لَهُ (بَحِيرَا)، وَكَانَ عَلِيمًا بِالإِنْجِيلِ، خَبِيرًا بِالنَّصْرَانِيَّةِ، وَهُنَاكَ أَبْصَرَ بَحِيرَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَعَلَ يَتَأَمَّلُهُ وَيُكَلِّمُهُ، ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ لَهُ: مَا هَذَا الغُلَامُ مِنْكَ؟

Ketika rombongan tiba di Busra, mereka melewati seorang rahib bernama Buhaira. Ia adalah seorang yang ahli dalam Injil dan sangat memahami ajaran Nasrani. Saat itu, Buhaira melihat Nabi , lalu ia memperhatikannya dengan seksama dan berbicara dengannya. Kemudian ia menoleh kepada Abu Thalib dan bertanya, "Siapa anak muda ini bagimu?"


فَقَالَ: ابْنِي (وَكَانَ أَبُو طَالِبٍ يَدْعُوهُ بِابْنِهِ؛ لِشِدَّةِ مَحَبَّتِهِ لَهُ وَشَفَقَتِهِ عَلَيْهِ).

Abu Thalib menjawab, "Dia adalah anakku." (Abu Thalib biasa menyebut Nabi sebagai anaknya karena kecintaan dan kasih sayangnya yang mendalam kepadanya).

فَقَالَ لَهُ بَحِيرَا: مَا هُوَ بِابْنِكَ، وَمَا يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ أَبُو هَذَا الغُلَامِ حَيًّا.

Buhaira berkata, "Dia bukan anakmu. Tidak seharusnya ayah anak ini masih hidup."

فَقَالَ: هُوَ ابْنُ أَخِي. قَالَ: فَمَا فَعَلَ أَبُوهُ؟ قَالَ: مَاتَ وَأُمُّهُ حُبْلَى بِهِ. قَالَ بَحِيرَا: صَدَقْتَ.

Abu Thalib menjawab, "Dia adalah anak saudaraku." Buhaira bertanya lagi, "Apa yang terjadi dengan ayahnya?" Abu Thalib menjawab, "Ia meninggal ketika ibunya sedang mengandungnya." Buhaira berkata, "Benar (kamu telah jujur dengan) apa yang kau katakan."


فَارْجِعْ بِهِ إِلَى بَلَدِهِ وَاحْذَرْ عَلَيْهِ يَهُودَ؛ فَوَاللَّهِ لَئِنْ رَأَوْهُ هُنَا لَيَبْغُونَّهُ شَرًّا؛ فَإِنَّهُ كَائِنٌ لِابْنِ أَخِيكَ هَذَا شَأْنٌ عَظِيمٌ. فَأَسْرَعَ بِهِ أَبُو طَالِبٍ عَائِدًا إِلَى مَكَّةَ.

"Kembalikan dia ke negerinya dan lindungilah dia dari orang-orang Yahudi. Demi Allah, jika mereka melihatnya di sini, mereka pasti akan berbuat jahat kepadanya. Sebab, anak saudaramu ini memiliki urusan besar di masa depan." Maka, Abu Thalib segera membawa Nabi kembali ke Makkah.


وَرَوَى التِّرْمِذِيُّ: أَنَّ أَبَا طَالِبٍ خَرَجَ إِلَى الشَّامِ، وَخَرَجَ مَعَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَشْيَاخٍ مِنْ قُرَيْشٍ؛ فَلَمَّا أَشْرَفُوا -اقْتَرَبُوا- عَلَى الرَّاهِبِ -يَعْنِي: بَحِيرَا- هَبَطُوا فَحَلُّوا رِحَالَهُمْ؛

At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Abu Thalib melakukan perjalanan ke Syam, dan Nabi ikut serta bersama beberapa pembesar Quraisy. Ketika mereka mendekati tempat tinggal rahib (yakni, Buhaira), mereka berhenti dan menurunkan perbekalan mereka.

فَخَرَجَ إِلَيْهِمُ الرَّاهِبُ، وَكَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ يَمُرُّونَ بِهِ فَلَا يَخْرُجُ إِلَيْهِمْ وَلَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهِمْ، قَالَ: وَهُمْ يَحُلُّونَ رِحَالَهُمْ؛ فَجَعَلَ يَتَخَلَّلُهُمُ الرَّاهِبُ

Lalu, rahib itu keluar menemui mereka. Sebelumnya, mereka sering melewati tempatnya, tetapi ia tidak pernah keluar untuk menyambut mereka atau memperhatikan mereka. Ketika mereka sedang menurunkan barang-barangnya, rahib itu berjalan di antara mereka

حَتَّى جَاءَ فَأَخَذَ بِيَدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: هَذَا سَيِّدُ الْعَالَمِينَ، هَذَا رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ، يَبْعَثُهُ اللَّهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ،

sampai ia mendekati Nabi , kemudian ia menggenggam tangan Nabi dan berkata, "Inilah pemimpin seluruh alam, inilah utusan Tuhan semesta alam. Allah akan mengutusnya sebagai rahmat bagi seluruh alam."


فَقَالَ لَهُ أَشْيَاخٌ مِنْ قُرَيْشٍ: مَا عِلْمُكَ؟

Beberapa pembesar Quraisy bertanya kepadanya, "Bagaimana engkau bisa mengetahui hal ini?"

قَالَ: إِنَّكُمْ حِينَ أَشْرَفْتُمْ مِنَ الْعَقَبَةِ لَمْ يَبْقَ شَجَرٌ وَلَا حَجَرٌ إِلَّا خَرَّ سَاجِدًا، وَلَا يَسْجُدَانِ إِلَّا لِنَبِيٍّ، وَإِنِّي أَعْرِفُهُ بِخَاتَمِ النُّبُوَّةِ أَسْفَلَ مِنْ غُضْرُوفِ كَتِفِهِ مِثْلِ التُّفَّاحَةِ،

Buhaira menjawab, "Ketika kalian turun dari perbukitan tadi, tidak ada satu pohon atau batu pun yang tidak bersujud kepadanya. Padahal, mereka tidak sujud kecuali kepada seorang nabi. Dan aku juga mengenalinya melalui tanda kenabian yang terdapat di bawah tulang rawan pundaknya, yang bentuknya seperti buah apel."


ثُمَّ رَجَعَ فَصَنَعَ لَهُمْ طَعَامًا، فَلَمَّا أَتَاهُمْ بِهِ، وَكَانَ هُوَ -أَيْ: الرَّسُولُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِي رِعْيَةِ الْإِبِلِ، قَالَ: أَرْسِلُوا إِلَيْهِ.

Kemudian, Buhaira kembali dan menyiapkan makanan untuk mereka. Ketika ia membawakan makanan, Nabi sedang menggembala unta. Buhaira berkata, "Panggillah dia."

فَأَقْبَلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ غَمَامَةٌ تُظِلُّهُ، فَلَمَّا دَنَا مِنَ الْقَوْمِ، وَجَدَهُمْ قَدْ سَبَقُوهُ إِلَى فَيْءِ -ظِلِّ- الشَّجَرَةِ، فَلَمَّا جَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَالَ فَيْءُ الشَّجَرَةِ عَلَيْهِ،

Lalu Nabi datang dengan awan yang menaunginya. Ketika beliau mendekati mereka, beliau mendapati bahwa mereka telah lebih dahulu duduk di bawah naungan pohon. Namun, begitu Nabi duduk, bayangan pohon itu pun berpindah menaungi beliau.


فَقَالَ بَحِيرَا: انْظُرُوا إِلَى فَيْءِ الشَّجَرَةِ مَالَ عَلَيْهِ!

Buhaira berkata, "Lihatlah bagaimana bayangan pohon berpindah kepadanya!"

قَالَ: فَبَيْنَمَا هُوَ قَائِمٌ عَلَيْهِمْ، وَهُوَ يُنَاشِدُهُمْ أَلَّا يَذْهَبُوا بِهِ إِلَى الرُّومِ؛ فَإِنَّ الرُّومَ إِنْ رَأَوْهُ عَرَفُوهُ بِالصِّفَةِ فَيَقْتُلُونَهُ،

Kemudian, ia memperingatkan mereka agar tidak membawa Nabi ke wilayah Romawi, karena jika orang-orang Romawi melihatnya dan mengenali ciri-cirinya, mereka pasti akan membunuhnya.


فَالْتَفَتَ فَإِذَا بِسَبْعَةٍ قَدْ أَقْبَلُوا مِنَ الرُّومِ فَاسْتَقْبَلَهُمْ، فَقَالَ: مَا جَاءَ بِكُمْ؟

Kemudian, Buhaira menoleh dan melihat ada tujuh orang Romawi yang datang menghampiri. Ia pun menghadang mereka dan bertanya, "Apa yang membawa kalian ke sini?"

قَالُوا: جِئْنَا أَنَّ هَذَا النَّبِيَّ خَارِجٌ فِي هَذَا الشَّهْرِ، فَلَمْ يَبْقَ طَرِيقٌ إِلَّا بُعِثَ إِلَيْهِ بِأُنَاسٍ، وَإِنَّا قَدْ أُخْبِرْنَا خَبَرَهُ، فَبُعِثْنَا إِلَى طَرِيقِكَ هَذَا،

Mereka menjawab, "Kami dikirim karena bulan ini seorang nabi akan muncul. Tidak ada satu jalur/lorong pun kecuali ada orang yang dikirim untuk mengawasinya. Kami telah diberitahu tentangnya, maka kami dikirim ke jalur ini untuk mencarinya."


فَقَالَ: هَلْ خَلَفَكُمْ أَحَدٌ هُوَ خَيْرٌ مِنْكُمْ؟ قَالُوا: إِنَّمَا أُخْبِرْنَا خَبَرَهُ إِلَى طَرِيقِكَ هَذَا.

Buhaira bertanya kepada mereka, "Apakah ada orang lain yang lebih baik dari kalian yang dikirim untuk tugas ini?" Mereka menjawab, "Kami hanya diberi informasi tentangnya di jalur ini."

قَالَ: أَفَرَأَيْتُمْ أَمْرًا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَقْضِيَهُ، هَلْ يَسْتَطِيعُ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ رَدَّهُ؟ قَالُوا: لَا، قَالَ: فَبَايَعُوهُ، وَأَقَامُوا مَعَهُ عِنْدَهُ.

Buhaira berkata, "Bagaimana pendapat kalian jika Allah telah menetapkan sesuatu, apakah ada manusia yang bisa menghalanginya?" Mereka menjawab, "Tidak." Maka, mereka pun berjanji tidak akan berbuat jahat kepadanya dan tetap tinggal bersamanya.

 

Sumber: https://dorar.net/history/event/6


Perjalanan ke Syam


Kisah ini adalah salah satu dari banyak bukti kenabian Nabi Muhammad ﷺ yang telah diketahui bahkan sebelum beliau menerima wahyu. Buhaira, sebagai ahli kitab, melihat tanda-tanda yang sesuai dengan nubuat tentang nabi terakhir dan memperingatkan Abu Thalib akan bahaya yang mungkin mengancam Nabi ﷺ.

Peristiwa ini menunjukkan bagaimana Allah senantiasa menjaga Nabi Muhammad ﷺ dan bagaimana kebenaran Islam sudah disinggung dalam kitab-kitab sebelumnya.

Beberapa poin penting yang perlu dijelaskan lebih lanjut:

1. Konteks Perjalanan ke Syam

  • Pada masa itu, perjalanan dagang ke Syam adalah hal yang umum dilakukan oleh masyarakat Quraisy, terutama Bani Hasyim dan suku-suku lain di Makkah.

  • Syam (sekarang mencakup wilayah Suriah, Yordania, Palestina, dan Lebanon) adalah pusat perdagangan besar yang menghubungkan antara dunia Arab, Persia, dan Romawi.

  • Abu Thalib, sebagai salah satu tokoh terkemuka Quraisy, ikut serta dalam perjalanan ini, yang menunjukkan pentingnya hubungan dagang dengan Syam bagi keluarganya.


2. Mengapa Abu Thalib Membawa Nabi ﷺ?

  • Nabi ﷺ saat itu berusia sekitar 12 tahun, usia yang masih sangat muda untuk terlibat dalam perdagangan, tetapi Abu Thalib membawanya kemungkinan karena:

    1. Rasa sayang dan tanggung jawabnya kepada Nabi ﷺ setelah ayahnya, Abdullah, wafat.

    2. Mengenalkan dunia perdagangan kepada Nabi ﷺ sejak dini, sebagaimana budaya masyarakat Quraisy saat itu.

    3. Mengawasi dan melindungi Nabi ﷺ dalam perjalanan jauh yang penuh risiko.


3. Siapakah Rahib Buhaira?

  • Buhaira adalah seorang rahib Nasrani yang tinggal di Busra, sebuah kota penting di Syam.

  • Ia dikenal sebagai orang yang ahli dalam Injil dan memiliki pengetahuan mendalam tentang tanda-tanda kenabian.

  • Dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa Buhaira sebelumnya telah mempelajari kitab-kitab suci yang menjelaskan ciri-ciri nabi yang akan datang.


4. Tanda-Tanda Kenabian yang Diketahui oleh Buhaira

Buhaira mengenali Nabi Muhammad ﷺ sebagai seorang nabi melalui beberapa tanda:

  1. Pohon dan batu yang bersujud

    • Ketika rombongan Quraisy mendekati tempat Buhaira, ia melihat bahwa tidak ada satu pun pohon atau batu yang tidak bersujud.

    • Dalam keyakinannya, fenomena ini hanya terjadi untuk seorang nabi.

  2. Awan yang menaungi Nabi ﷺ

    • Sepanjang perjalanan, Buhaira memperhatikan bahwa awan selalu mengikuti dan menaungi Nabi ﷺ dari terik matahari.

    • Hal ini dianggap sebagai tanda perlindungan ilahi terhadap seorang nabi.

  3. Bayangan pohon yang berpindah

    • Saat Nabi ﷺ duduk di bawah pohon, bayangan pohon itu berpindah ke arahnya untuk menaunginya.

  4. Khatamun Nubuwwah (Tanda Kenabian)

    • Buhaira menyebut bahwa Nabi ﷺ memiliki tanda kenabian di antara pundaknya, yang digambarkan seperti buah apel atau segumpal daging yang menonjol.

    • Ini adalah ciri khas yang disebut dalam kitab-kitab sebelumnya tentang nabi terakhir.


5. Mengapa Buhaira Memperingatkan Bahaya dari Kaum Yahudi dan Romawi?

  • Dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa para ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) telah mengetahui tanda-tanda kedatangan seorang nabi baru.

  • Namun, mereka juga menyadari bahwa nabi terakhir ini bukan berasal dari keturunan Bani Israil, melainkan dari bangsa Arab.

  • Jika para pemuka Yahudi melihat Nabi Muhammad ﷺ, mereka mungkin akan berusaha menghalangi atau bahkan membunuhnya sebelum risalahnya berkembang.

  • Buhaira juga memperingatkan bahwa orang-orang Romawi, yang saat itu berkuasa di Syam, memiliki informasi dari kitab-kitab sebelumnya tentang kedatangan seorang nabi yang akan mengguncang dunia.

  • Oleh karena itu, Buhaira menyarankan agar Abu Thalib segera membawa Nabi ﷺ kembali ke Makkah untuk menghindari bahaya.


6. Hikmah dari Peristiwa Ini

Kisah ini memberikan beberapa pelajaran penting:

  1. Allah menjaga Nabi Muhammad ﷺ sejak kecil

    • Dari peringatan Buhaira, terlihat bagaimana Allah melindungi Nabi ﷺ sejak sebelum diangkat menjadi rasul.

  2. Bukti bahwa kenabian Nabi Muhammad ﷺ telah disebutkan dalam kitab-kitab sebelumnya

    • Buhaira, seorang rahib Nasrani, mengonfirmasi bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah nabi yang dijanjikan dalam kitab-kitab sebelumnya.

  3. Peran Abu Thalib sebagai pelindung Nabi ﷺ

    • Abu Thalib sangat mencintai Nabi ﷺ dan selalu berusaha melindunginya, bahkan sebelum mengetahui risalah kenabiannya.

  4. Isyarat tentang masa depan Nabi ﷺ

    • Buhaira menyebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ akan memiliki peran besar di masa depan sebagai rasul yang diutus untuk seluruh alam.

 

 


Pelajaran dari Kajian Sirah Ini


  1. Peran Keluarga dalam Menjaga dan Melindungi Anak Yatim

    • Kisah ini menunjukkan bagaimana Abu Thalib sangat mencintai dan menjaga Nabi Muhammad ﷺ setelah wafatnya Abdul Muthalib.

    • Abu Thalib rela membawa keponakannya dalam perjalanan dagang, meskipun berisiko, sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang.

    • Ini mengajarkan pentingnya keluarga dalam membina dan melindungi anak-anak, terutama mereka yang kehilangan orang tua.

  2. Tanda-Tanda Kenabian Nabi Muhammad ﷺ

    • Rahib Buhaira mengenali tanda-tanda kenabian pada diri Nabi ﷺ melalui ciri fisik (Khatam an-Nubuwwah) dan fenomena alam seperti pohon dan awan yang menaunginya.

    • Ini menunjukkan bahwa tanda-tanda kenabian telah diketahui oleh sebagian ulama Ahlul Kitab yang memahami kitab suci mereka.

    • Kejadian ini memperkuat bukti bahwa Nabi Muhammad ﷺ bukanlah sekadar pemimpin biasa, tetapi benar-benar utusan Allah.

  3. Pentingnya Ilmu dan Ketelitian dalam Mengamati Tanda-Tanda Kebenaran

    • Buhaira tidak langsung menyimpulkan sesuatu tanpa memastikan kebenaran dari berbagai tanda yang ia temui.

    • Sikap kritis dan ketelitian ini menjadi pelajaran bagi umat Islam untuk tidak mudah mempercayai sesuatu tanpa penelitian yang mendalam.

  4. Bahaya yang Mengancam Dakwah Sejak Awal

    • Buhaira memperingatkan Abu Thalib tentang ancaman yang mungkin datang dari orang-orang Yahudi atau Romawi.

    • Ini mengindikasikan bahwa keberadaan dan kemunculan Nabi terakhir adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu oleh berbagai pihak, dan sebagian mereka berusaha mencegahnya.

    • Pelajaran bagi umat Islam bahwa setiap kebaikan dan kebenaran selalu memiliki tantangan dan ancaman dari pihak yang tidak menginginkannya.

  5. Perdagangan Sebagai Bagian dari Kehidupan Nabi ﷺ

    • Sejak usia muda, Nabi Muhammad ﷺ sudah mengenal dunia perdagangan, yang kemudian menjadi bagian penting dari kehidupannya sebelum kenabian.

    • Ini menunjukkan bahwa Islam tidak menolak dunia bisnis dan ekonomi, justru menekankan pentingnya kejujuran dalam berdagang.

  6. Rahib Buhaira dan Kejujuran Ahlul Kitab

    • Buhaira adalah contoh seorang alim Ahlul Kitab yang masih berpegang teguh pada kebenaran dan tidak menyembunyikan pengetahuan yang ia miliki.

    • Ini menjadi pengingat bahwa ada sebagian dari mereka yang jujur dalam keilmuan dan mengakui kebenaran Islam, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:

      "Sesungguhnya di antara Ahli Kitab itu ada yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kalian..." (QS. Ali Imran: 199)

  7. Takdir dan Ketetapan Allah Tidak Dapat Dihindari

    • Ketika utusan dari Romawi datang mencari Nabi ﷺ, Buhaira menegaskan bahwa apa yang telah Allah tetapkan tidak dapat diubah oleh siapa pun.

    • Ini menunjukkan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, dan manusia hanya bisa berusaha, tetapi keputusan akhir tetap milik-Nya.

  8. Kecerdikan dan Kewaspadaan dalam Bertindak

    • Abu Thalib segera membawa kembali Nabi ﷺ ke Makkah setelah peringatan dari Buhaira.

    • Ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi potensi bahaya, seseorang harus segera bertindak untuk melindungi diri dan orang lain.

    • Dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menjaga keselamatan keluarga dan masyarakat.

  9. Keutamaan Nabi Muhammad ﷺ sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin

    • Buhaira menyebut Nabi ﷺ sebagai "Rahmat bagi seluruh alam", yang merupakan pengakuan dari Ahlul Kitab akan keistimewaan beliau.

    • Ini mengingatkan umat Islam untuk meneladani akhlak Rasulullah ﷺ dalam menyebarkan kasih sayang dan keadilan bagi semua makhluk.

  10. Mukjizat yang Diberikan Kepada Nabi ﷺ Sejak Muda

  • Fenomena alam seperti awan yang menaungi dan pohon yang memberikan naungan menunjukkan bahwa Allah telah menjaga Nabi ﷺ sejak kecil.

  • Ini menjadi pengingat bahwa Allah selalu memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang dikehendaki.

 


Penutup Kajian Sirah


Hadirin yang dirahmati Allah,

Setelah menyelami kisah perjalanan Rasulullah ﷺ ke Syam bersama Abu Thalib dan pertemuannya dengan rahib Buhaira, ada banyak pelajaran berharga yang bisa kita petik.

Pertama, kita melihat bagaimana Allah telah menjaga dan mempersiapkan Rasulullah ﷺ sejak kecil, baik melalui tanda-tanda kenabiannya maupun perlindungan dari keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Ini mengajarkan kepada kita bahwa Allah selalu menolong orang-orang yang Dia pilih untuk menegakkan agama-Nya.

Kedua, kisah ini menunjukkan peran keluarga dalam mendidik dan melindungi generasi penerus. Abu Thalib yang begitu mencintai keponakannya menjadi bukti bahwa keluarga memiliki peran penting dalam membimbing dan menjaga anak-anak agar tumbuh dengan baik di tengah tantangan kehidupan.

Ketiga, dari sikap Buhaira, kita belajar bahwa kebenaran harus diterima dengan hati yang bersih dan keberanian untuk menyampaikannya, meskipun bertentangan dengan keyakinan yang dipegang mayoritas di zamannya. Ini menjadi pelajaran bagi kita untuk selalu mencari dan menyampaikan kebenaran dengan jujur serta berlandaskan ilmu.

Keempat, kisah ini mengingatkan kita bahwa perjuangan menyebarkan kebaikan selalu memiliki tantangan, sebagaimana peringatan Buhaira tentang bahaya yang mengancam Rasulullah ﷺ dari orang-orang yang iri dan dengki. Ini menunjukkan bahwa keberhasilan dan kemuliaan tidak datang tanpa ujian, dan setiap Muslim harus siap menghadapi rintangan dalam menjalankan kebenaran.

Hadirin sekalian,

Kajian sirah ini tidak boleh berhenti sebatas pengetahuan sejarah. Kita harus menerapkan faedahnya dalam kehidupan sehari-hari. Kita bisa mulai dengan:

  • Meneladani akhlak Nabi ﷺ, seperti jujur, amanah, dan penuh kasih sayang dalam interaksi sosial.

  • Menanamkan nilai-nilai Islam dalam keluarga kita, sebagaimana Abu Thalib menjaga Nabi ﷺ dengan penuh cinta.

  • Menghadapi tantangan dakwah dan kehidupan dengan kesabaran dan tawakal, sebagaimana Rasulullah ﷺ telah melewati berbagai ujian sejak kecil hingga masa kenabiannya.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang bukan hanya mengetahui sejarah Rasulullah ﷺ, tetapi juga menghidupkan sunnah dan teladannya dalam setiap aspek kehidupan kita.

Akhirnya, marilah kita menutup majelis ini dengan doa penutup majelis: 

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

"Maha Suci Engkau, ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Engkau. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu."

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَى أَقْوَمِ الطَّرِيقِ، 

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ



Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers