Sirah Nabawiyah (7): Perang Fijar

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Hadirin yang dirahmati Allah,

Di tengah dinamika sosial dan budaya yang terus berkembang, kita sering kali mendapati bahwa berbagai konflik antar kelompok, baik itu dalam skala kecil maupun besar, selalu melibatkan perbedaan kepentingan, identitas, dan latar belakang sejarah. Salah satu penyebab utama dari konflik ini adalah fanatisme kelompok, yang sering kali berakar pada kesetiaan yang berlebihan terhadap identitas suku, agama, atau ideologi tertentu. Fenomena ini tidak hanya terjadi di masa lalu, tetapi juga sangat relevan dengan tantangan yang kita hadapi dalam masyarakat saat ini.

Sejarah bangsa Arab sebelum Islam, khususnya perang-perang besar seperti Perang Fijar, memberikan kita gambaran nyata tentang bagaimana fanatisme kesukuan dan perebutan kekuasaan bisa memicu konflik yang merusak perdamaian dan menciptakan penderitaan. 

Perang Fijar, yang terjadi pada masa remaja Nabi Muhammad ﷺ, bukan hanya sebuah konflik fisik antara suku-suku Arab, tetapi juga merupakan cerminan dari pertentangan nilai sosial yang dipicu oleh kesalahpahaman dan egoisme kelompok. Konflik ini terjadi dalam bulan-bulan haram, di mana masyarakat Arab secara tradisional sangat menjaga kedamaian dan keamanan, tetapi keinginan untuk mempertahankan harga diri dan kekuasaan mengalahkan norma-norma yang seharusnya dijaga.

Kajian tentang sirah Nabi Muhammad ﷺ tidak hanya bermanfaat untuk memahami perjalanan hidup Rasulullah, tetapi juga untuk merenungkan nilai-nilai universal yang dapat diambil dari setiap peristiwa yang beliau alami, termasuk Perang Fijar. Perang ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga kedamaian, menghindari fanatisme yang merusak, serta menegakkan keadilan meskipun dalam situasi yang penuh ketegangan. Dengan memahami konteks dan hikmah dari peristiwa ini, kita dapat menggali solusi untuk mengatasi perpecahan dalam masyarakat modern yang sering kali disebabkan oleh perselisihan antar kelompok.

Urgensi kajian ini sangat relevan dengan kondisi dunia saat ini, di mana kita menghadapi berbagai masalah terkait radikalisasi, ekstremisme, dan ketegangan antar kelompok. Mengambil pelajaran dari sejarah, khususnya dari kehidupan Nabi Muhammad ﷺ dan peristiwa-peristiwa seperti Perang Fijar, bisa memberikan kita panduan untuk menghindari kekerasan, meredakan ketegangan antar kelompok, dan membangun masyarakat yang lebih adil dan damai. Selain itu, kajian ini juga memberikan kita pendekatan yang lebih baik dalam menyelesaikan konflik, melalui nilai-nilai yang diusung oleh Islam, seperti dialog, perdamaian, dan musyawarah.

Dalam kajian ini, kita akan menyelami lebih dalam mengenai sebab-sebab perang, dampaknya terhadap masyarakat, serta hikmah yang bisa kita ambil dari peristiwa tersebut. Tujuannya adalah untuk menggali pesan-pesan moral dan prinsip-prinsip kehidupan yang dapat kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan sesama, maupun dalam menyelesaikan perbedaan yang sering muncul dalam masyarakat kita.



Perang Fijar


حَرْبُ الفِجَارِ، وَشُهُودُ النَّبِيِّ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهَا.
Perang Fijar dan Nabi ﷺ Menyaksikan peristwa tersebut
العَامُ الهِجْرِيُّ: ٣٩ ق هـ الشَّهْرُ القَمَرِيُّ: شَوَّال العَامُ المِيلَادِيُّ: ٥٨٥

Tahun Hijriah: 39 Sebelum Hijrah

Bulan Qamariyah: Syawal

Tahun Masehi: 585


تَفَاصِيلُ الحَدَثِ:

Rincian peristiwa:

لَمَّا بَلَغَ رَسُولُ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً أَوْ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً هَاجَتْ حَرْبُ الفِجَارِ بَيْنَ قُرَيْشٍ وَمَنْ مَعَهَا مِنْ كِنَانَةَ وَبَيْنَ قَيْسِ عَيْلَانَ، وَهُوَ مِنْ أَعْظَمِ أَيَّامِ العَرَبِ

Ketika Rasulullah mencapai usia 14 atau 15 tahun, terjadilah Perang Fijar antara Quraisy dan sekutunya dari Bani Kinanah melawan Bani Qais ‘Ailan. Perang ini merupakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah bangsa Arab.


وَكَانَ الَّذِي أَهَاجَهَا: أَنَّ عُرْوَةَ الرَّحَّالَ بْنَ عُتْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ أَجَارَ لَطِيمَةً لِلنُّعْمَانِ بْنِ المُنْذِرِ،

Penyebab perang ini adalah karena ‘Urwah ar-Rahhal bin ‘Utbah bin Rabi‘ah memberikan perlindungan terhadap kafilah dagang (لَطِيمَةً) milik an-Nu‘man bin al-Mundzir.


 فَقَالَ لَهُ البَرَّاضُ بْنُ قَيْسٍ - أَحَدُ بَنِي ضَمْرَةَ بْنِ بَكْرِ بْنِ عَبْدِ مَنَاةَ بْنِ كِنَانَةَ -: أَتُجِيرُهَا عَلَى كِنَانَةَ؟! قَالَ: نَعَمْ، وَعَلَى الخَلْقِ.

Namun, seorang pria dari Bani Kinānāh bernama al-Barradh bin Qais dari Bani Dhamrah bin Bakr bin ‘Abd Manāt bin Kinānāh menentang perlindungan tersebut dan berkata, "Apakah engkau memberikan perlindungan terhadap kafilah ini atas Kinānāh?" ‘Urwah menjawab, "Ya, bahkan terhadap seluruh makhluk!"


فَخَرَجَ عُرْوَةُ الرَّحَّالُ وَخَرَجَ البَرَّاضُ يَطْلُبُ غَفْلَتَهُ حَتَّى إِذَا كَانَ بِتَيْمَنَ ذِي ظِلَالٍ بِالعَالِيَةِ غَفَلَ عُرْوَةُ؛ فَوَثَبَ عَلَيْهِ البَرَّاضُ فَقَتَلَهُ فِي الشَّهْرِ الحَرَامِ؛ فَلِذَلِكَ سُمِّيَ الفِجَارَ.

Kemudian, ‘Urwah ar-Rahhal pergi, sementara al-Barradh mengikutinya dengan maksud menyerangnya saat lengah. Ketika ‘Urwah sampai di daerah Taiman Dzi Dhilal di dataran tinggi, ia lengah, sehingga al-Barradh langsung menyerangnya dan membunuhnya pada bulan suci. Karena itulah peristiwa ini disebut "Fijar" (yang berarti pelanggaran kehormatan bulan suci).


فَأَتَى آتٍ قُرَيْشًا فَقَالَ: إِنَّ البَرَّاضَ قَدْ قَتَلَ عُرْوَةَ وَهُوَ فِي الشَّهْرِ الحَرَامِ بِعُكَاظٍ، فَارْتَحَلُوا وَهَوَازِنُ لَا تَشْعُرُ، ثُمَّ بَلَغَهُمُ الخَبَرُ فَاتَّبَعُوهُمْ فَأَدْرَكُوهُمْ قَبْلَ أَنْ يَدْخُلُوا الحَرَمَ.

Seorang utusan mendatangi Quraisy dan berkata:

إِنَّ البَرَّاضَ قَدْ قَتَلَ عُرْوَةَ وَهُوَ فِي الشَّهْرِ الحَرَامِ بِعُكَاظٍ!"

"Sesungguhnya al-Barradh telah membunuh ‘Urwah di bulan suci di pasar ‘Ukazh." 

Maka, Quraisy segera berangkat sementara suku Hawazin belum menyadari kejadian itu. Ketika berita sampai kepada mereka, mereka segera mengejar Quraisy dan berhasil menyusul mereka sebelum memasuki tanah suci (Makkah).


فَاقْتَتَلُوا حَتَّى جَاءَ اللَّيْلُ وَدَخَلُوا الحَرَمَ فَأَمْسَكَتْ عَنْهُمْ هَوَازِنُ،

Pertempuran pun terjadi hingga malam tiba dan Quraisy masuk ke tanah suci. Setelah itu, Hawazin menghentikan pertempuran (karena menghormati kesucian tanah haram).


ثُمَّ الْتَقَوْا بَعْدَ هَذَا اليَوْمِ أَيَّامًا عَدِيدَةً وَالقَوْمُ يَتَسَانَدُونَ، وَعَلَى كُلِّ قَبِيلٍ مِنْ قُرَيْشٍ وَكِنَانَةَ رَئِيسٌ مِنْهُمْ، وَعَلَى كُلِّ قَبِيلٍ مِنْ قَيْسٍ رَئِيسٌ مِنْهُمْ

Namun, setelah hari itu, pertempuran berlanjut selama beberapa hari, dengan masing-masing pihak saling memberikan dukungan. Setiap suku dari Quraisy dan Kinānāh dipimpin oleh pemimpin mereka, begitu juga dengan suku-suku dari Qais ‘Ailan.


وَشَهِدَ رَسُولُ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْضَ أَيَّامِهِمْ، وَهُوَ يَوْمُ النَّخْلَةِ، وَكَانَ لِرَسُولِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَئِذٍ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً. وَيُقَالُ: عِشْرُونَ سَنَةً.

Rasulullah menyaksikan beberapa hari dari pertempuran ini, salah satunya adalah pada Hari an-Nakhlah. Saat itu, Rasulullah berusia 14 tahun. Namun, ada juga yang mengatakan beliau berusia 20 tahun.


وَبَعْدَ مُنْصَرَفِهِمْ مِنْهُ فِي ذِي القِعْدَةِ كَانَ حِلْفُ الفُضُولِ، وَسَبَبُهُ: أَنَّ رَجُلًا مِنْ زَبِيدٍ مِنْ أَهْلِ اليَمَنِ بَاعَ سِلْعَةً مِنَ العَاصِ بْنِ وَائِلٍ السَّهْمِيِّ فَمَطَلَهُ بِالثَّمَنِ؛ فَصَعِدَ أَبَا قُبَيْسٍ وَصَاحَ وَذَكَرَ ظِلَامَتَهُ. فَعَقَدَتْ قُرَيْشٌ حِلْفَ الفُضُولِ لِنُصْرَةِ المَظْلُومِ، وَقَدْ شَهِدَ النَّبِيُّ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا الحِلْفَ مَعَهُمْ.

Setelah perang ini berakhir pada bulan Dzulqa‘dah, terbentuklah "Hilf al-Fudhul" (Perjanjian al-Fudhul). Perjanjian ini terjadi karena seorang pria dari Zubaid (Yaman) menjual barang dagangannya kepada al-‘Ash bin Wa'il as-Sahmi, tetapi al-‘Ash menunda pembayarannya secara zalim. Laki-laki Zubaid itu lalu naik ke Bukit Abu Qubais dan berseru meminta keadilan atas kezalimannya. Maka, orang-orang Quraisy berkumpul dan membuat perjanjian "Hilf al-Fudhul" untuk menolong orang yang dizalimi. Nabi turut menghadiri perjanjian tersebut bersama mereka.

Sumber: https://dorar.net/history/event/7


Perang Fijar: Uraian Sistematis dan Rinci


Perang Fijar adalah salah satu perang besar yang terjadi sebelum Islam di Jazirah Arab. Konflik ini melibatkan suku Quraisy dan Kinanah di satu pihak melawan suku Qais ‘Ailan di pihak lain. Peristiwa ini disebut "Fijar" (الفجار) karena terjadi di bulan-bulan haram (أشهر الحرم)—bulan yang seharusnya dihindari dari peperangan dan pertumpahan darah.

Agar lebih mudah dipahami, berikut adalah uraian sebab-sebab Perang Fijar secara sistematis:


1. Latar Belakang Umum: Kondisi Sosial Arab Sebelum Islam

Sebelum Islam datang, bangsa Arab hidup dalam sistem kesukuan yang kuat. Beberapa karakteristik utama dari masyarakat saat itu yang berkontribusi terhadap perang ini adalah:

  • Fanatisme Kesukuan (عصبية قبلية)

    • Setiap suku sangat membela anggotanya, bahkan jika mereka berbuat salah.

    • Perselisihan kecil bisa berkembang menjadi perang besar karena setiap suku ingin menunjukkan kekuatannya.

  • Perdagangan sebagai Sumber Kehidupan

    • Suku-suku Arab mengandalkan perdagangan lintas wilayah.

    • Keamanan perjalanan dagang sangat penting bagi stabilitas ekonomi mereka.

  • Bulan Haram (أشهر الحرم) sebagai Masa Perdamaian

    • Ada empat bulan suci di mana perang dilarang: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.

    • Selama bulan ini, para pedagang dan peziarah merasa aman untuk melakukan perjalanan.

    • Perang Fijar disebut demikian karena melanggar kesucian bulan ini.


2. Pemicu Utama: Pembunuhan di Bulan Haram

Perang ini dipicu oleh perselisihan antara dua tokoh besar dari suku Kinanah dan suku Qais ‘Ailan terkait perlindungan kafilah dagang.

a) Tokoh yang Terlibat

  1. ‘Urwah ar-Rahhal bin ‘Utbah (dari suku Qais ‘Ailan)

    • Seorang pedagang yang mendapat amanah membawa kafilah dagang milik an-Nu’man bin al-Mundzir, seorang raja terkenal di kawasan Irak.

    • Ia meminta perlindungan agar kafilahnya aman selama perjalanan.

  2. Al-Barradh bin Qais (dari suku Kinanah)

    • Seorang tokoh dari suku Kinanah yang merasa bahwa suku mereka lebih berhak memberikan perlindungan di wilayah itu.

    • Ia tidak terima/rela ketika ‘Urwah ar-Rahhal memberikan jaminan keamanan atas nama suku Qais ‘Ailan.

b) Insiden Pembunuhan di Bulan Haram

  • Ketika ‘Urwah ar-Rahhal sedang dalam perjalanan dengan kafilahnya, al-Barradh bin Qais membunuhnya di daerah bernama Taiman Dzi Zhilal, yang masih dalam bulan suci.

  • Pembunuhan ini dianggap pelanggaran besar karena:

    1. Terjadi di bulan haram, yang seharusnya bebas dari peperangan.

    2. Menodai janji keamanan yang diberikan oleh ‘Urwah.

    3. Menjadi penghinaan besar bagi suku Qais ‘Ailan, yang merasa harga diri mereka diinjak-injak.


3. Perkembangan Menuju Peperangan

a) Reaksi Suku Qais ‘Ailan

  • Suku Qais ‘Ailan sangat marah karena salah satu tokoh mereka dibunuh secara tidak hormat.

  • Mereka bersumpah untuk membalas dendam terhadap suku Kinanah dan Quraisy yang melindungi pembunuh tersebut.

b) Keterlibatan Quraisy dan Kinanah

  • Suku Quraisy dan Kinanah tidak tinggal diam. Mereka merasa bahwa memberikan perlindungan kepada al-Barradh adalah bagian dari kehormatan mereka.

  • Akibatnya, mereka bersiap untuk menghadapi serangan dari Qais ‘Ailan.

c) Perang Tidak Bisa Dihindari

  • Kedua belah pihak mulai mengumpulkan pasukan.

  • Perang akhirnya pecah di pasar Ukazh, sebuah pusat perdagangan penting di Arab.

  • Peperangan berlangsung beberapa hari, dengan kedua pihak mengalami banyak korban jiwa.


4. Peran Pasar ‘Ukazh dalam Meningkatkan Ketegangan

  • Pasar ‘Ukazh (سوق عكاظ) adalah pusat ekonomi dan budaya Arab saat itu. Selain tempat perdagangan, pasar ini juga menjadi arena untuk puisi, diplomasi, dan pengaruh politik antar-suku.

  • Insiden pembunuhan yang memicu perang terjadi di sekitar wilayah ini, sehingga dampaknya langsung meluas ke banyak suku yang memiliki kepentingan di pasar ini.

✅ Pelajaran:

  • Perang tidak selalu dipicu oleh perselisihan politik atau militer, tetapi juga bisa berasal dari konflik ekonomi dan dominasi wilayah perdagangan.

  • Pengendalian ekonomi sering kali menjadi faktor utama dalam perebutan kekuasaan, yang juga berlaku dalam politik modern.


Ringkasan: Faktor-Faktor Penyebab Perang Fijar

FaktorPenjelasan
Fanatisme kesukuan


Setiap suku merasa harus membela kehormatannya dengan cara apa pun, bahkan jika harus berperang.


Persaingan dalam Perlindungan
Kafilah Dagang

Kinanah tidak terima bahwa Qais ‘Ailan mendapatkan hak perlindungan atas kafilah dagang Raja an-Nu’man bin al-Mundzir.


Pelanggaran Bulan Haram

Pembunuhan ‘Urwah terjadi di bulan haram, yang dianggap sebagai pelanggaran besar di kalangan suku-suku Arab.


Pembalasan Dendam
Qais ‘Ailan merasa harus membalas kehormatan sukunya setelah pembunuhan pemimpin mereka.


 


Pengaruh Perang Fijar terhadap Kepribadian Nabi Muhammad


Perang Fijar terjadi ketika Nabi Muhammad ﷺ masih muda, dan meskipun beliau tidak terlibat langsung dalam pertempuran, pengalaman menyaksikan perang ini memberikan dampak yang mendalam terhadap kepribadian dan pemikiran beliau ﷺ, antara lain: 


1. Menanamkan Rasa Benci terhadap Peperangan yang Tidak Adil

  • Nabi ﷺ melihat langsung bagaimana perang dapat terjadi hanya karena masalah kecil yang dipicu oleh fanatisme kesukuan.

  • Beliau menyaksikan dampak buruk perang, seperti pertumpahan darah, perpecahan, dan penderitaan masyarakat.
    Dampaknya:

  • Setelah menjadi Rasul, beliau menegaskan pentingnya perdamaian dan hanya memperbolehkan perang dalam keadaan terpaksa dan demi membela diri.

  • Dalam Islam, perang memiliki aturan ketat dan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan.

Allah ﷻ berfirman:

﴿وَقَاتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَـٰتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ﴾

(Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, tetapi jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.) – [QS. Al-Baqarah: 190]


2. Menumbuhkan Sikap Bijaksana dalam Menghadapi Konflik

  • Nabi ﷺ belajar bahwa konflik tidak bisa diselesaikan hanya dengan kekerasan, tetapi harus dengan kebijaksanaan.

  • Dalam kehidupan setelahnya, beliau selalu mengutamakan jalan damai sebelum memilih peperangan.
    Dampaknya:

  • Ketika menjadi Rasul, beliau menggunakan strategi damai seperti Perjanjian Hudaibiyah, yang meskipun tampak merugikan, akhirnya membawa kemenangan besar bagi Islam.

Sabda Nabi ﷺ:

"لَا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ العَدُوِّ، وَاسْأَلُوا اللَّهَ العَافِيَةَ"

(Janganlah kalian menginginkan pertemuan dengan musuh (dalam peperangan), tetapi mintalah keselamatan kepada Allah.) – [HR. Bukhari & Muslim]


3. Melatih Keterampilan Kepemimpinan dan Ketahanan Mental

  • Dengan menyaksikan pertempuran dan membantu paman-pamannya, Nabi ﷺ belajar memahami strategi perang dan organisasi kelompok.

  • Beliau juga melihat bagaimana para pemimpin suku mengelola perang dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat.
    Dampaknya:

  • Keterampilan ini membantu beliau saat menjadi pemimpin di Madinah, di mana beliau harus mengatur strategi dalam Perang Badar, Uhud, dan lainnya.

  • Nabi ﷺ menjadi pemimpin yang kuat, sabar, dan memiliki visi jauh ke depan.

Sabda Nabi ﷺ:

"الْمُؤْمِنُ القَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ"

(Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.) – [HR. Muslim]


4. Menguatkan Semangat Keadilan dan Pembelaan terhadap yang Tertindas

  • Setelah perang ini, Nabi ﷺ ikut serta dalam Perjanjian Hilf al-Fudhul, yang bertujuan menolong orang-orang yang dizalimi.

  • Ini menunjukkan bahwa beliau mengambil pelajaran dari perang bahwa konflik seharusnya dihindari, tetapi keadilan harus selalu ditegakkan.
    Dampaknya:

  • Ketika menjadi Rasul, beliau selalu berpihak kepada yang tertindas dan menegakkan keadilan, baik kepada Muslim maupun non-Muslim.

  • Beliau mengajarkan bahwa menolong orang yang dizalimi adalah kewajiban setiap Muslim.

Sabda Nabi ﷺ:

"انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا"

(Tolonglah saudaramu, baik dia berbuat zalim atau dizalimi.)
Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, bagaimana cara menolongnya jika dia berbuat zalim?"
Nabi ﷺ menjawab: "Cegahlah dia dari kezaliman, itulah cara menolongnya." – [HR. Bukhari]


5. Menumbuhkan Sikap Sabar dan Pantang Menyerah

  • Nabi ﷺ belajar dari perang bahwa kemenangan tidak datang dalam waktu singkat, tetapi membutuhkan kesabaran dan strategi.
    Dampaknya:

  • Dalam dakwah Islam, beliau menghadapi banyak tantangan, tetapi tetap sabar dan pantang menyerah.

  • Beliau tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, tetapi selalu mempertimbangkan akibat jangka panjang.

Allah ﷻ berfirman:

﴿وَٱصْبِرْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ ٱلْمُحْسِنِينَ﴾

(Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.) – [QS. Hud: 115]


Pengalaman Nabi ﷺ dalam Perang Fijar membentuk kepribadian beliau menjadi:

  1. Pemimpin yang cinta damai, tetapi siap membela keadilan.

  2. Pemikir yang bijaksana, yang lebih memilih dialog daripada konflik.

  3. Pribadi yang kuat dan sabar, tidak mudah terpancing emosi.

  4. Pembela orang tertindas, yang selalu berusaha menegakkan hak-hak manusia.

  5. Seorang yang memiliki strategi jangka panjang, tidak bertindak gegabah.

Pengalaman ini menjadi bagian dari proses pendidikan alami yang membentuk Nabi Muhammad ﷺ menjadi pemimpin yang sempurna dan rahmat bagi seluruh alam.  


Pelajaran dari Kajian Sirah Ini


1. Bahaya Fanatisme Kesukuan dan Dampaknya

Perang Fijar terjadi karena pertikaian antara individu yang kemudian meluas menjadi konflik antar suku besar. Ini menunjukkan betapa kuatnya fanatisme kesukuan di kalangan bangsa Arab sebelum Islam.
Pelajaran:

  • Fanatisme buta dapat menyebabkan pertumpahan darah yang sia-sia.

  • Islam datang untuk menghapus fanatisme ini dan menggantinya dengan persaudaraan berbasis keimanan, sebagaimana firman Allah ﷻ:

    ﴿إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ﴾

  • (Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara...) – [QS. Al-Hujurat: 10]


2. Pelanggaran terhadap Kesucian Bulan Haram

Pembunuhan terhadap ‘Urwah terjadi pada bulan suci (asyhurul hurum), yang seharusnya dihormati dengan menghindari peperangan dan pertumpahan darah. Namun, karena hawa nafsu dan ketidakadilan, pelanggaran terjadi, sehingga perang ini disebut "Fijar" (perang yang melanggar kehormatan bulan suci).
Pelajaran:

  • Islam mengajarkan untuk menghormati bulan-bulan haram dan menjauhi segala bentuk kezaliman.

  • Allah ﷻ telah melarang perbuatan zalim, terutama di bulan haram:

    ﴿فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ﴾

  • (Maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan-bulan itu...) – [QS. At-Taubah: 36]


3. Peran Nabi ﷺ dalam Perang Fijar

Walaupun Nabi Muhammad ﷺ menyaksikan Perang Fijar, beliau tidak terlibat secara langsung dalam pertempuran. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat, beliau hanya membantu mengumpulkan anak panah untuk paman-pamannya.
Pelajaran:

  • Nabi ﷺ tidak pernah mendukung peperangan yang tidak adil.

  • Dari usia muda, beliau sudah dikenal sebagai sosok yang berhati-hati dalam bertindak.

  • Nabi ﷺ tetap menjaga adab dan nilai-nilai kemuliaan bahkan dalam situasi peperangan.


4. Perjanjian Hilf al-Fudhul: Keadilan untuk Semua

Peristiwa ini menunjukkan bahwa di masa jahiliah pun masih ada orang-orang yang berusaha menegakkan keadilan. Ketika seorang pria dari Yaman dizalimi oleh seorang tokoh Quraisy, masyarakat yang peduli berkumpul untuk membela haknya.
Pelajaran:

  • Islam sangat menjunjung tinggi keadilan. Bahkan Nabi ﷺ mengatakan bahwa perjanjian ini begitu berharga, dan jika ia diajak untuk ikut serta dalam perjanjian serupa setelah Islam datang, ia pasti akan menyetujuinya.

  • Membantu orang yang dizalimi adalah kewajiban, tanpa melihat latar belakangnya.

  • Islam mengajarkan:

  لَا ظُلْمَ وَلَا ظُلْمَةَ
(tidak boleh menzalimi dan tidak boleh dizalimi).

5. Keterlibatan Nabi ﷺ dalam Isu Sosial Sejak Muda

Nabi ﷺ, sejak sebelum diangkat menjadi Rasul, sudah menunjukkan kepedulian terhadap keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Pelajaran:

  • Kepedulian terhadap keadilan harus dimulai sejak dini.

  • Seorang pemimpin yang baik adalah mereka yang sejak muda sudah memiliki rasa tanggung jawab terhadap keadilan dan kemaslahatan orang lain.

  • Nabi ﷺ menjadi contoh bagaimana seorang pemuda harus aktif dalam urusan sosial, tetapi tetap berpegang pada prinsip-prinsip kebenaran.


6. Keutamaan Perdamaian dan Penyelesaian Konflik Secara Bijaksana

Setelah perang Fijar berakhir, masyarakat Quraisy mencari solusi agar peristiwa serupa tidak terulang lagi. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran bahwa konflik berkepanjangan tidak akan membawa manfaat.
Pelajaran:

  • Islam mengajarkan pentingnya menyelesaikan konflik dengan damai.

  • Lebih baik mencari solusi damai daripada membiarkan konflik berlarut-larut.



7. Keberanian dan Kepribadian Kuat Nabi ﷺ

Walaupun masih muda, Nabi ﷺ tidak takut untuk menyaksikan peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di sekitarnya. Bahkan, beliau ikut serta dalam upaya menegakkan keadilan melalui Perjanjian Hilf al-Fudhul.
Pelajaran:

  • Pemuda harus berani mengambil sikap yang benar.

  • Kepribadian kuat dan jujur adalah kunci kepemimpinan sejati.

  • Rasulullah ﷺ sejak kecil sudah dikenal dengan الصَّادِقُ الأَمِينُ (yang jujur dan dapat dipercaya).

 

8. Perspektif Islam tentang Perang Fijar

  • Meskipun Nabi Muhammad ﷺ menyaksikan perang ini, beliau tidak pernah membanggakan keterlibatannya dalam perang tersebut.

  • Ini menunjukkan bahwa Islam memandang perang hanya sebagai jalan terakhir dan bukan sesuatu yang perlu dibanggakan.

  • Setelah diutus sebagai Nabi, beliau menolak fanatisme kesukuan yang menjadi akar dari perang ini.

Pelajaran:

  • Fanatisme kesukuan yang berlebihan adalah penyebab utama konflik, baik di masa lalu maupun sekarang.

  • Islam datang untuk menghapus kesukuan buta dan menggantinya dengan persaudaraan berdasarkan akidah dan keadilan.


Penutup Kajian Sirah


Alhamdulillah, setelah menyelami kajian ini, kita telah memahami bagaimana Perang Fijar bukan sekadar kisah sejarah, tetapi juga sebuah cerminan dari konflik sosial, fanatisme kesukuan, dan perebutan kepentingan yang masih relevan hingga saat ini. Dari peristiwa ini, kita bisa mengambil beberapa faedah penting yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari:

  1. Dampak Buruk Fanatisme dan Egoisme Kelompok

    • Perang Fijar terjadi karena fanatisme kesukuan yang berlebihan dan ketidakmampuan pihak-pihak yang bertikai untuk menahan diri.

    • Ini menjadi pengingat bagi kita untuk tidak terjebak dalam perselisihan hanya karena perbedaan kelompok, suku, atau golongan.

  2. Pentingnya Menjaga Perdamaian dan Menghormati Kesepakatan

    • Bulan haram seharusnya menjadi momen perdamaian, tetapi dilanggar karena ambisi kelompok tertentu.

    • Dalam kehidupan modern, kita pun harus menghormati aturan dan norma yang telah disepakati untuk menciptakan masyarakat yang harmonis.

  3. Kedewasaan Nabi Muhammad ﷺ dalam Menghadapi Konflik

    • Rasulullah ﷺ menyaksikan perang ini, tetapi beliau tidak mengambil jalan fanatisme.

    • Sebaliknya, setelah diutus sebagai Nabi, beliau mengajarkan nilai persaudaraan, keadilan, dan penyelesaian konflik secara damai.

  4. Dari Konflik Menuju Perbaikan Sosial

    • Setelah perang, muncul Hilf al-Fudul, sebuah perjanjian untuk menegakkan keadilan sosial.

    • Ini mengajarkan bahwa setiap krisis bisa menjadi titik awal bagi perubahan yang lebih baik, asalkan kita memiliki kesadaran dan tekad untuk memperbaiki keadaan.

Harapan Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Setelah memahami pelajaran dari Perang Fijar, mari kita tanyakan kepada diri kita masing-masing: Bagaimana kita bisa menerapkan faedah ini dalam kehidupan kita?

🔹 Hindari Fanatisme Berlebihan
Jangan sampai kita terjebak dalam permusuhan atau perpecahan hanya karena perbedaan suku, kelompok, atau organisasi. Perbedaan adalah sunnatullah, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana kita tetap menjaga ukhuwah dan persaudaraan.

🔹 Jadilah Pihak yang Menjaga Perdamaian
Dalam setiap konflik, kita bisa memilih untuk menjadi penyulut api atau menjadi air yang memadamkannya. Rasulullah ﷺ telah memberi contoh bahwa menjadi pendamai adalah sikap yang lebih mulia dan lebih bermanfaat bagi masyarakat.

🔹 Gunakan Sejarah sebagai Cermin Perbaikan Diri
Sejarah tidak hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dijadikan pelajaran. Apa yang terjadi di masa lalu adalah cerminan bagi kita agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan selalu berusaha menciptakan solusi yang lebih baik.

Penutup

Semoga kajian ini tidak hanya menjadi tambahan ilmu, tetapi juga menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kita menjadi pribadi yang lebih bijaksana, lebih adil, dan lebih peduli terhadap perdamaian serta keadilan di sekitar kita.

Wallahu a’lam bish-shawab. Semoga Allah membimbing kita semua ke jalan yang benar dan menjadikan kita sebagai pembawa kedamaian dalam masyarakat. Aamiin. 

Mari kita tutup dengan membaca doa kafaratul majelis: 

 

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ



Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers