Hadits: Hak Syuf'ah Bagi Mitra Untuk Membeli dan Memiliki Dengan Paksa
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menetapkan aturan-aturan yang sempurna dalam syariat-Nya, untuk menjaga hak, keadilan, dan harmoni di tengah-tengah manusia. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah menjadi penerang jalan menuju kehidupan yang penuh dengan keberkahan.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Di antara permasalahan yang sering muncul dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam hal kepemilikan harta bersama, adalah potensi sengketa saat salah satu pihak menjual bagiannya. Bayangkanlah sebuah situasi di mana beberapa orang memiliki tanah secara bersama-sama, lalu salah satu dari mereka menjual bagiannya kepada orang asing tanpa memberi tahu atau menawarkan terlebih dahulu kepada rekan lainnya. Tentu hal ini dapat memunculkan rasa tidak nyaman dan bahkan konflik di antara mereka.
Islam, sebagai agama yang sempurna, memberikan solusi untuk situasi semacam ini melalui konsep syuf‘ah.
Dalam dua hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
--------
Hadits 1:
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَضَى رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالشُّفْعَةِ فِيمَا لَمْ يُقْسَمْ، فَإِذَا
وُقِعَتِ الْحُدُودُ فَلَا شُفْعَةَ.
Rasulullah ﷺ menetapkan hak syuf‘ah (hak mengambil
bagian properti yang dijual dari sekutu) dalam hal yang belum dibagi. Namun,
jika batas-batas (tanah atau kepemilikan) telah ditentukan, maka tidak ada hak
syuf‘ah.
HR Ibnu Majah (2497), Al-Bazzar (7687), dan At-Tahawi dalam
Syarh Ma'ani Al-Atsar (5987)
Hadits 2:
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الشُّفْعَةَ فِي كُلِّ مَالٍ لَمْ يُقْسَمْ،
فَإِذَا وُقِعَتِ الحُدُودُ، وَصُرِّفَتِ الطُّرُقُ، فَلَا شُفْعَةَ.
Rasulullah ﷺ menetapkan hak syuf‘ah pada setiap harta
yang belum dibagi. Namun, apabila batas-batas (kepemilikan) telah ditentukan
dan jalan-jalan (akses) telah diatur, maka tidak ada hak syuf‘ah.
HR Muslim (2638) dan Al-Bukhari (3496).
Arti Per Kalimat
Perkataan جعل رسول الله صلى الله عليه وسلم الشفعة (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan adanya syuf’ah) menunjukkan bahwa hukum syuf’ah merupakan bagian dari syariat Islam yang ditetapkan langsung oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Syuf’ah adalah hak yang diberikan kepada sekutu dalam kepemilikan suatu harta yang belum terbagi untuk mengambil bagian yang dijual kepada pihak lain dengan nilai yang sama, demi mencegah masuknya orang asing ke dalam kepemilikan bersama.
Penetapan ini menunjukkan bentuk keadilan Islam dalam menjaga hak-hak para pemilik bersama dan menghindari potensi perselisihan akibat campur tangan pihak ketiga.
Ini juga menegaskan bahwa Rasulullah tidak hanya membawa hukum ibadah, tetapi juga menetapkan hukum muamalah yang mengatur interaksi sosial dan ekonomi umat.
Perkataan في كل مال لم يقسم (dalam setiap harta yang belum dibagi) menegaskan batasan berlakunya syuf’ah, yaitu hanya pada harta yang masih dalam kepemilikan bersama dan belum dilakukan pembagian secara resmi.
Hal ini mencakup tanah, bangunan, atau aset lainnya yang dimiliki oleh dua orang atau lebih tanpa adanya pembagian batas atau bagian yang jelas.
Selama belum ada pembagian, maka hak syuf’ah tetap berlaku untuk mencegah penjualan sebagian harta kepada orang luar tanpa sepengetahuan dan izin sekutu lainnya.
Ini juga menunjukkan bahwa Islam memperhatikan aspek keterlibatan semua pihak dalam kepemilikan bersama agar tidak muncul ketidakadilan atau pemaksaan.
Perkataan فإذا وقعت الحدود (maka apabila batas-batas telah ditetapkan) menjadi penanda berakhirnya hak syuf’ah.
Penetapan batas-batas ini merujuk pada pembagian yang jelas terhadap bagian masing-masing pemilik dalam suatu harta.
Jika sudah ada batas fisik atau administratif yang memisahkan bagian setiap pemilik, maka harta tersebut tidak lagi dianggap sebagai milik bersama.
Dengan demikian, setiap orang bebas menjual atau mengelola bagiannya tanpa harus meminta izin atau memberi hak syuf’ah kepada yang lain.
Perkataan وصرفت الطرق (dan jalan-jalan telah ditentukan) memperjelas bahwa bukan hanya batas tanah yang memisahkan, tetapi juga akses jalan yang sudah ditetapkan secara mandiri bagi setiap bagian.
Akses jalan menjadi bagian penting dalam kepemilikan karena menunjukkan kemandirian penggunaan dan pengelolaan harta.
Jika masing-masing bagian sudah memiliki akses sendiri, maka tidak ada lagi unsur keterikatan yang mewajibkan adanya syuf’ah.
Penetapan jalan ini menjadi simbol bahwa masing-masing bagian telah menjadi unit tersendiri yang berdiri secara terpisah.
Perkataan فلا شفعة (maka tidak ada lagi syuf’ah) menjadi kesimpulan hukum dari kondisi sebelumnya.
Ketika batas dan akses telah ditentukan, maka syuf’ah gugur karena tidak ada lagi alasan untuk mempertahankan kepemilikan bersama.
Ini menunjukkan fleksibilitas hukum Islam yang memberi hak selama ada kebersamaan, tetapi mencabutnya ketika kebersamaan itu telah berakhir secara hukum.
Dengan demikian, hukum syuf’ah bersifat dinamis sesuai dengan kondisi harta dan hubungan antar pemilik.
Syarah Hadits
حَرَصَتِ الشَّرِيعَةُ الإِسْلَامِيَّةُ
Syariat Islam sangat memperhatikan
عَلَى كُلِّ مَا يَحْفَظُ لِلنَّاسِ
مَصَالِحَهُمْ
segala sesuatu yang menjaga kemaslahatan manusia
وَيُدِيمُ وُدَّهُمْ
dan yang mempererat kasih sayang di antara mereka
وَخَاصَّةً فِيمَا يَكُونُ بَيْنَ
الشُّرَكَاءِ
terutama dalam hal yang terjadi di antara para sekutu (mitra)
وَلِذَا جُعِلَتِ الشُّفْعَةُ لِلشَّرِيكِ فِي
نَصِيبِ شَرِيكِهِ إِذَا أَرَادَ بَيْعَهُ
oleh karena itu, syuf‘ah ditetapkan bagi seorang sekutu pada bagian sekutunya
jika sekutunya ingin menjual bagiannya
وَفْقَ ضَوَابِطَ مُحَدَّدَةٍ
sesuai dengan aturan yang telah ditentukan
وَفِي هَذَا الحَدِيثِ يُخْبِرُ جَابِرُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
Dalam hadis ini, Jabir bin Abdullah ra. mengabarkan
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَكَمَ بِالشُّفْعَةِ
bahwa Rasulullah ﷺ menetapkan hukum syuf‘ah
فِي كُلِّ مَالٍ بَيْنَ الشُّرَكَاءِ
يَحْتَمِلُ القِسْمَةَ
pada setiap harta milik bersama di antara para sekutu yang masih bisa dibagi
كَالْعَقَارِ وَالأَرْضِ وَنَحْوِهِمَا،
وَلَمْ يُقْسَمْ
seperti properti, tanah, dan sejenisnya yang belum dibagi
وَالشُّفْعَةُ: هِيَ ضَمُّ نَصِيبٍ إِلَى
نَصِيبٍ آخَرَ
Syuf‘ah adalah menyatukan satu bagian dengan bagian lainnya
وَصُورَتُهَا: أَنَّهُ إِذَا بَاعَ أَحَدُ
الشُّرَكَاءِ فِي دَارٍ أَوْ أَرْضٍ نَصِيبَهُ لِغَيْرِ الشُّرَكَاءِ
Bentuknya: jika salah satu sekutu menjual bagiannya dalam rumah atau tanah
kepada orang yang bukan sekutunya
فَلِلشُّرَكَاءِ أَخْذُ هَذَا النَّصِيبِ
بِالثَّمَنِ نَفْسِهِ الَّذِي بَاعَهُ بِهِ
maka para sekutu memiliki hak untuk mengambil bagian tersebut dengan harga yang
sama seperti yang dijual
وَيَكُونُ حَقُّ الشُّفْعَةِ فِي كُلِّ مَالٍ
- أَرْضًا كَانَ أَوْ عَقَارًا - إِذَا لَمْ يُقْسَمْ
Hak syuf‘ah berlaku pada setiap harta, baik berupa tanah maupun properti,
selama belum dibagi
وَتُبَيَّنْ حُدُودُ نَصِيبِ كُلِّ شَرِيكٍ
فِيهِ
dan batas-batas setiap bagian milik sekutu belum ditentukan
فَإِذَا وُضِعَتِ الحُدُودُ وَظَهَرَ نَصِيبُ
كُلِّ فَرْدٍ مِنَ الشُّرَكَاءِ
Namun, jika batas-batas telah ditentukan dan bagian masing-masing sekutu telah
jelas
وَصُرِّفَتِ الطُّرُقُ، أَيْ: مُيِّزَتْ
وَبُيِّنَتِ الطُّرُقُ وَالشَّوَارِعُ لِكُلِّ نَصِيبٍ
dan jalan-jalan telah diatur, yaitu jalan dan akses untuk setiap bagian telah
ditentukan
فَلَا يَكُونُ لِأَيٍّ مِنَ الشُّرَكَاءِ
حَقُّ الشُّفْعَةِ
maka tidak ada lagi hak syuf‘ah bagi siapa pun dari para sekutu
وَيَكُونُ لِأَيِّ شَرِيكٍ مِنْهُمْ بَيْعُ
نَصِيبِهِ لِمَنْ أَرَادَ حَتَّى لِغَيْرِ الشُّرَكَاءِ
dan setiap sekutu bebas menjual bagiannya kepada siapa saja, bahkan kepada
orang di luar sekutu.
مِنْ فَوَائِدِ الحَدِيثِ:
Dari manfaat hadis ini:
هَذَا الحَدِيثُ أَصْلٌ فِي ثُبُوتِ الشُّفْعَةِ، وَهُوَ مُسْتَنَدُ
الإِجْمَاعِ عَلَيْهَا
Hadis ini merupakan dasar dalam penetapan hak syuf‘ah, dan
merupakan pegangan dari ijma' (kesepakatan) tentangnya.
تَكُونُ الشُّفْعَةُ فِي العَقَارِ المُشْتَرَكِ، الَّذِي لَمْ تُـمَيَّزْ
حُدُودُهُ، وَلَمْ تُصَرَّفْ طُرُقُهُ، لِضَرَرِ الشَّرِكَةِ الَّتِي تَلْحَقُ
الشَّرِيكَ الشَّفِيعَ.
Syuf‘ah berlaku pada properti yang dimiliki bersama, yang
batas-batasnya belum ditentukan dan jalannya belum diatur, karena kerugian yang
ditimbulkan oleh kepemilikan bersama yang dapat merugikan sekutu yang meminta
hak syuf‘ah.
بِهَذَا يُعْلَمُ أَنَّهَا لَا تَثْبُتُ لِلْجَارِ، لِقِيَامِ الحُدُودِ
وَتَمْيِيزِهَا.
Dengan ini, diketahui bahwa hak syuf‘ah tidak berlaku untuk
tetangga, karena batas-batas properti sudah ditentukan dan dibedakan.
اسْتَدَلَّ بَعْضُهُمْ بِالحَدِيثِ: عَلَى أَنَّ الشُّفْعَةَ لَا تَكُونُ
إِلَّا فِي العَقَارِ الَّذِي تَمَكَّنَ قِسْمَتُهُ، دُونَ مَا لَا تَمَكَّنَ
قِسْمَتُهُ، أَخْذًا مِنْ قَوْلِهِ: "فِي كُلِّ مَا لَمْ يُقْسَمْ"،
لِأَنَّ الَّذِي لَا يَقْبَلُ القِسْمَةَ، لَا يَحْتَاجُ إِلَى نَفْيِهِ.
Sebagian dari mereka berpendapat berdasarkan hadis ini
bahwa hak syuf‘ah hanya berlaku pada properti yang dapat dibagi, dan tidak
berlaku untuk properti yang tidak dapat dibagi, yang diambil dari perkataan
beliau: "Pada setiap yang belum dibagi," karena apa yang tidak dapat
dibagi tidak perlu dibebaskan.
تَثْبُتُ الشُّفْعَةُ إِزَالَةً لِضَرَرِ الشَّرِيكِ، وَلِذَا اخْتَصَّتْ
بِالعَقَارَاتِ لِطُولِ مُدَّةِ الشَّرِكَةِ فِيهَا، وَأَمَّا غَيْرُ العَقَارِ،
فَضَرَرُهُ يَسِيرٌ، يُمْكِنُ التَّخَلُّصُ مِنْهُ بِوَسَائِلَ كَثِيرَةٍ، مِنَ
المُقَاسَمَةِ الَّتِي لَا تَحْتَاجُ إِلَى كُلْفَةٍ، أَوْ بِالبَيْعِ وَنَحْوِ
ذَلِكَ.
Hak syuf‘ah ditegakkan untuk menghilangkan kerugian dari
sekutu, dan oleh karena itu hak ini dikhususkan untuk properti karena durasi
kepemilikan bersama yang panjang. Sedangkan untuk selain properti, kerugiannya
ringan dan dapat diselesaikan dengan banyak cara, seperti pembagian yang tidak
memerlukan biaya besar, atau dengan penjualan dan sejenisnya.
Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/118118
https://hadeethenc.com/ar/browse/hadith/6081
Pelajaran dari Hadits ini
Hadits ini mengajarkan kepada kita pentingnya menjaga hak dan kepentingan orang lain, khususnya dalam hubungan kemitraan atau kepemilikan bersama (syrkah). Berikut ini adalah pelajaran yang dapat dipetik dari hadis tersebut:
Pentingnya Memelihara Kepentingan Bersama: Syariah Islam sangat memperhatikan hak dan kepentingan umatnya, termasuk dalam hubungan kemitraan (shirkah). Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia agar tetap terjaga kepentingan bersama tanpa merugikan satu pihak pun. Dalam konteks ini, apabila ada kerjasama dalam bentuk kepemilikan bersama, seperti kepemilikan tanah atau properti, syariah memberi solusi untuk menghindari kerugian yang bisa timbul antara para pemilik bersama.
Definisi dan Tujuan Syuf'ah: Syuf'ah adalah hak seorang mitra (sekutu) untuk membeli bagian sekutunya pada suatu properti yang dijual, dengan harga yang sama yang disepakati dalam transaksi penjualan tersebut. Tujuan dari syuf'ah adalah untuk melindungi kepentingan mitra yang lain agar tidak dirugikan oleh penjualan yang dilakukan oleh salah satu sekutu kepada pihak ketiga yang tidak dikenal atau tidak dipercaya oleh mitra lainnya.
Kondisi yang Memungkinkan Hak Syuf'ah: Hak syuf'ah ini hanya berlaku untuk properti yang belum dibagi (belum ada pemisahan bagian masing-masing sekutu). Jika properti tersebut masih dalam bentuk kepemilikan bersama (seperti tanah atau rumah yang belum dibagi hak miliknya), maka setiap sekutu berhak untuk membeli bagian yang dijual oleh sekutunya sesuai dengan harga yang disepakati.
Pentingnya Pembagian Properti dan Penentuan Batasan: Setelah properti dibagi secara jelas dan batasan hak masing-masing sekutu ditentukan, maka hak syuf'ah tidak berlaku lagi. Artinya, setelah masing-masing sekutu mengetahui bagian dan batas miliknya, tidak ada lagi hak untuk membeli bagian orang lain, karena risiko kerugian sudah dihilangkan dan kepemilikan sudah jelas.
Pembagian Tanah dan Properti yang Menjadi Hak Syuf'ah: Jika sebuah properti atau tanah telah dibagi dan jalan-jalannya sudah ditentukan, maka tidak ada lagi hak syuf'ah. Hal ini mengacu pada fakta bahwa setelah dibaginya tanah atau properti dan jalur aksesnya telah diatur, hak pemilik menjadi jelas, dan pihak yang ingin menjual bagian miliknya tidak perlu khawatir tentang adanya potensi gangguan dari mitra yang lain.
Penerapan Syuf'ah untuk Meminimalkan Kerugian dan Konflik: Syuf'ah ditetapkan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh adanya pihak luar yang membeli bagian milik salah satu sekutu tanpa sepengetahuan sekutu lainnya. Hal ini dapat mengarah pada perselisihan yang lebih besar jika satu pihak merasa dirugikan atau tidak setuju dengan pihak yang membeli bagian properti tersebut.
Syuf'ah Tidak Berlaku Jika Tanah atau Properti Sudah Dibagi: Ketika properti atau tanah sudah dibagi dan kepemilikan masing-masing sekutu sudah jelas (baik dalam hal batasan tanah maupun jalan akses), maka tidak ada lagi hak syuf'ah, dan masing-masing sekutu dapat menjual bagian mereka kepada siapapun yang mereka inginkan, bahkan kepada orang yang bukan sekutu mereka. Ini berarti bahwa setelah pembagian yang jelas, tidak ada alasan lagi untuk mempertahankan hak syuf'ah.
Kesimpulan: Hadits ini mengajarkan kita untuk menjaga kepentingan dan hak setiap orang dalam hubungan kemitraan, serta memberikan aturan yang jelas tentang bagaimana hak syuf'ah berlaku untuk melindungi pihak yang tidak terlibat dalam transaksi jual beli. Namun, hak ini tidak berlaku lagi setelah batas-batas hak masing-masing sekutu telah ditentukan dan dibagikan dengan jelas.
----- Penutup ----
Hadits ini menunjukkan kebijaksanaan syariat dalam menjaga harmoni sosial dan memberikan keadilan. Hak syuf‘ah memungkinkan salah satu sekutu untuk memiliki prioritas membeli bagian yang dijual, sehingga harta bersama tetap berada dalam lingkup yang dikenal. Namun, jika batas-batas telah jelas, maka hak syuf‘ah tidak berlaku lagi, karena kepemilikan sudah bersifat independen.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Melalui kajian ini, kita telah membahas tentang apa itu syuf‘ah, hikmah di balik penerapannya, dan bagaimana prinsip ini relevan untuk menjaga keharmonisan dalam muamalah di zaman modern. Semoga kajian ini menjadi bekal bagi kita dalam memahami syariat Islam yang penuh keadilan dan rahmat.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memudahkan pemahaman kita dan memberkahi majelis ilmu ini. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.