Hadits: Larangan Menjual Barang Sebelum Diterima


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، صلوات الله وسلامه عليه، وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.

Hadirin sekalian, rahimakumullah.

Di era modern ini, transaksi jual beli semakin berkembang pesat dengan hadirnya teknologi dan kemudahan berbisnis secara daring. Banyak orang bertransaksi tanpa pernah melihat atau menerima barangnya terlebih dahulu, lalu menjualnya kembali demi keuntungan. Apakah ini sesuai dengan prinsip muamalah dalam Islam?

Di marketplace, kita sering menemukan seseorang membeli barang dari satu toko, tetapi sebelum barang itu sampai ke tangannya, ia sudah menjualnya lagi dengan harga lebih tinggi. Demikian pula dalam bisnis dropshipping atau trading saham tanpa kepemilikan riil, di mana seseorang menjual sesuatu yang sebenarnya belum ia miliki secara sah.

📌 Relevansi hadits ini dengan permasalahan yang ada di masyarakat:

  1. Bisnis spekulatif yang merugikan banyak orang, seperti penjualan barang yang belum dimiliki, yang sering berujung pada penipuan atau ketidakpastian.

  2. Maraknya jual beli berbasis sistem pre-order tanpa kejelasan barang, sehingga menimbulkan sengketa antara penjual dan pembeli.

  3. Perdagangan digital dan dropshipping yang belum sesuai dengan kaidah syariat, karena ada kemungkinan menjual sesuatu yang belum berada dalam kepemilikan penuh.

Hadirin sekalian,

Sebagai seorang Muslim, kita wajib mengetahui bagaimana Islam mengatur transaksi agar tetap halal dan berkah. Hadis ini mengajarkan bahwa dalam jual beli, kepemilikan dan penguasaan barang adalah syarat utama sebelum seseorang bisa menjualnya kembali. Tanpa pemenuhan syarat ini, transaksi bisa mengandung unsur gharar (ketidakpastian) dan berpotensi merugikan salah satu pihak.

📌 Mengapa kajian hadits ini perlu?

Menjaga kehalalan transaksi kita—agar harta yang kita peroleh benar-benar bersih dan berkah.

Mencegah penipuan dan ketidakadilan dalam jual beli, terutama di era digital yang penuh spekulasi.

Membekali diri dengan ilmu muamalah yang benar, agar kita tidak terjebak dalam praktik jual beli yang dilarang oleh syariat.

Apa yang akan kita pelajari dalam kajian ini?

🎯 Makna hadits dan bagaimana para ulama memahami larangan ini.
🎯 Bagaimana hukum jual beli barang yang belum diterima dalam berbagai bentuk transaksi modern.
🎯 Solusi syariah untuk bisnis yang sesuai dengan prinsip Islam.

Semoga dengan memahami hadis ini, kita dapat menghindari transaksi yang tidak syar’i dan mengaplikasikan muamalah yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga bisnis kita penuh keberkahan.

Mari kita simak kajian ini dengan seksama, agar setiap transaksi kita bernilai ibadah dan mendatangkan ridha Allah ﷻ.

-----

Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu’anhu:

قُلتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَبْتَاعُ هَذِهِ الْبُيُوعَ، فَمَا يَحِلُّ لِي مِنْهَا وَمَا يَحْرُمُ عَلَيَّ؟ قَالَ: يَا ابْنَ أَخِي، لَا تَبِعْ شَيْئًا حَتَّى تَقْبِضَهُ. وَلَفْظُ حَدِيثِ أَبَانٍ: إِذَا اشْتَرَيْتَ شَيْئًا فَلَا تَبِعْهُ حَتَّى تَقْبِضَهُ.

Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membeli berbagai jenis jual beli ini. Maka, apa yang halal bagiku darinya, dan apa yang haram atas diriku?”

Beliau bersabda, “Wahai anak saudaraku, janganlah engkau menjual sesuatu hingga engkau menerimanya (secara penuh)

Dan dalam lafaz hadits Abān: "Jika engkau membeli sesuatu, maka janganlah engkau menjualnya hingga engkau menerimanya (secara penuh)."

HR An-Nasā'ī (4603) dan Aḥmad (15316).


Syarah Hadits


جَاءَ الْإِسْلَامُ بِنِظَامٍ اِقْتِصَادِيٍّ مُتَكَامِلٍ
Islam datang dengan sistem ekonomi yang sempurna.

وَضَعَ فِيهِ قَوَاعِدَ مُنْضَبِطَةً لِحِفْظِ حُقُوقِ النَّاسِ
Ia menetapkan aturan yang teratur untuk menjaga hak-hak manusia.

مَنْعًا لِلْغِشِّ وَالْغَرَرِ وَالْخِدَاعِ فِي الْمُعَامَلَاتِ التِّجَارِيَّةِ وَالْمَالِيَّةِ
Untuk mencegah penipuan, ketidakjelasan, dan kecurangan dalam transaksi perdagangan dan keuangan.

حَتَّى يَتَسَامَحَ النَّاسُ فِي بَيْعِهِمْ وَشِرَائِهِمْ، وَيَسُودَ بَيْنَهُمُ الْعَدْلُ وَالرَّحْمَةُ
Sehingga manusia bersikap toleran dalam jual beli mereka, dan keadilan serta kasih sayang merajalela di antara mereka.


وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يُوَضِّحُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدَ أَحْكَامِ الْبَيْعِ وَالشِّرَاءِ
Dalam hadis ini, Nabi menjelaskan salah satu hukum jual beli.

وَفِيهِ يَقُولُ حَكِيمُ بْنُ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Dan dalam hadis ini, Hakim bin Hizam رضي الله عنه berkata:

"ابْتَعْتُ طَعَامًا مِنْ طَعَامِ الصَّدَقَةِ"
“Aku membeli makanan dari makanan sedekah.”

أَيْ: اشْتَرَيْتُهُ
Artinya: Aku membelinya.

"فَرَبِحْتُ فِيهِ قَبْلَ أَنْ أَقْبِضَهُ"
“Lalu aku memperoleh keuntungan darinya sebelum aku menerimanya.”

أَيْ: إِنَّهُ بَاعَهُ بِثَمَنٍ أَكْثَرَ مِنَ الَّذِي اشْتَرَاهُ بِهَا
Artinya: Ia menjualnya dengan harga lebih tinggi dari harga belinya.

إِلَّا أَنَّهُ لَمْ يَقْبِضِ الطَّعَامَ وَيَتَمَلَّكْهُ فِي يَدِهِ
Namun, ia belum menerima makanan itu dan memilikinya dalam genggamannya.

قَالَ: "فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ"
Ia berkata: “Lalu aku mendatangi Rasulullah dan menyebutkan hal itu kepadanya.”

أَسْتَفْتِيهِ فِي حُكْمِ هَذَا الْفِعْلِ
Aku meminta fatwa kepadanya tentang hukum perbuatanku ini.

فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُ: "لَا تَبِعْهُ حَتَّى تَقْبِضَهُ"
Maka Nabi bersabda kepadanya: “Jangan engkau menjualnya sebelum engkau menerimanya.”

أَيْ: إِنَّ شَرْطَ الْبَيْعِ: أَنْ تَكُونَ السِّلْعَةُ فِي يَدِ الْبَائِعِ حَاضِرَةً عِنْدَهُ
Artinya: Syarat jual beli adalah barang harus berada di tangan penjual dan hadir di sisinya.

فَيَعْرِفَ قَدْرَهَا وَكَيْلَهَا
Sehingga ia mengetahui ukurannya dan takarannya.

فَالْمُرَادُ فِي الشَّيْءِ الْمَبِيعِ أَنْ تُكْتَمَلَ فِيهِ كُلُّ شُرُوطِ التَّمَلُّكِ
Maka yang dimaksud dalam barang yang dijual adalah harus terpenuhi semua syarat kepemilikan.


وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ: حِفْظُ الْمُعَامَلَاتِ عَنِ الْغَرَرِ وَالْجَهَالَةِ
Dalam hadis ini terdapat penjagaan transaksi dari unsur ketidakjelasan dan ketidaktahuan.

الَّتِي رُبَّمَا أَضَرَّتْ بِالْمُتَبَايِعَيْنِ أَوْ أَحَدِهِمَا
Yang mungkin merugikan kedua belah pihak atau salah satunya.

وَفِيهِ: النَّهْيُ عَنْ بَيْعِ مَا لَمْ يُقْبَضْ
Dan di dalamnya terdapat larangan menjual barang yang belum diterima.

 

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/64806


Pelajaran dari hadits ini


 

1. Islam Mengatur Sistem Ekonomi yang Adil

Islam datang dengan sistem ekonomi yang sempurna yang memastikan hak-hak semua pihak dalam transaksi dijaga.
✅ Dalam sistem ini, ada aturan yang membatasi praktik yang bisa merugikan salah satu pihak, seperti larangan menjual barang sebelum diterima.


2. Jual Beli Harus Berdasarkan Kepemilikan yang Sempurna

Seorang penjual harus memiliki barang secara penuh sebelum menjualnya.
✅ Jika barang masih dalam proses pengiriman atau belum diterima oleh pembeli pertama, maka barang itu belum boleh dijual kembali.

📌 Dalilnya:
🔹 Nabi ﷺ bersabda kepada Hakim bin Hizam radhiyallahu 'anhu: "Jangan engkau menjualnya sebelum engkau menerimanya."

📌 Hikmah:
🔹 Mencegah kemungkinan terjadinya penipuan di mana seseorang menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya.
🔹 Mencegah spekulasi dan transaksi yang tidak jelas, yang dapat menimbulkan ketidakpastian dalam pasar.


3. Menjaga Kejelasan dan Kepastian dalam Transaksi

✅ Hadis ini menunjukkan bahwa transaksi dalam Islam harus jelas—baik barangnya, ukurannya, maupun kepemilikannya.
✅ Hal ini untuk menghindari unsur gharar (ketidakpastian) yang bisa merugikan salah satu pihak.

📌 Contoh Praktis:
🔹 Jika seseorang membeli beras dalam jumlah tertentu tetapi belum menerimanya, lalu ia menjualnya kembali, ada kemungkinan barang tersebut cacat, tidak sesuai dengan harapan, atau bahkan tidak tersedia.

🔹 Jika seseorang membeli barang secara online, lalu menjualnya lagi sebelum ia menerimanya, maka transaksi ini bisa mengandung risiko yang merugikan pembeli kedua jika barang tidak sesuai.


4. Melindungi Hak Pembeli dan Penjual

✅ Islam memberikan perlindungan bagi kedua belah pihak dalam transaksi.
Pembeli memiliki hak untuk memastikan barang benar-benar ia terima sebelum dijual kembali.

📌 Hikmah Larangan Ini:
🔹 Jika barang belum diterima, maka masih ada kemungkinan terjadi masalah dalam pengiriman, kerusakan barang, atau pembatalan pesanan.
🔹 Jika penjual awal membatalkan transaksi, maka pembeli yang sudah menjual barangnya kepada pihak lain akan mengalami kerugian atau kesulitan hukum.


5. Menghindari Spekulasi dan Permainan Harga yang Tidak Adil

✅ Islam melarang praktik spekulasi yang dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi.
✅ Menjual barang sebelum diterima sering kali dikaitkan dengan praktik penimbunan (ihtikar) atau permainan harga.

📌 Dampak Buruk Jika Larangan Ini Dilanggar:
🔹 Meningkatkan harga pasar secara tidak wajar—orang-orang menjual sesuatu yang belum mereka miliki hanya untuk mendapatkan keuntungan.
🔹 Menyebabkan inflasi buatan karena banyak barang yang dijual secara spekulatif.


6. Mencegah Konflik dan Sengketa dalam Jual Beli

✅ Jika barang belum diterima, maka bisa muncul sengketa antara penjual pertama, pembeli pertama, dan pembeli kedua.
✅ Hadis ini mencegah perselisihan dalam jual beli dengan memastikan kepemilikan barang sudah sah sebelum diperjualbelikan lagi.

📌 Contoh Kasus:
🔹 Seorang pedagang membeli 100 karung beras dari pemasok, tetapi belum menerimanya.
🔹 Kemudian ia menjualnya kembali kepada pihak lain.
🔹 Jika ternyata pemasok gagal mengirimkan barangnya, maka pembeli kedua akan dirugikan, dan ini bisa menyebabkan konflik hukum dan keuangan.


7. Menjaga Kejujuran dan Transparansi dalam Bisnis

✅ Islam menekankan kejujuran dalam transaksi—seseorang tidak boleh menjual sesuatu yang belum benar-benar ia kuasai.
✅ Dengan adanya aturan ini, semua pihak dalam transaksi menjadi lebih transparan dan jujur, sehingga kepercayaan dalam bisnis meningkat.

📌 Dalil Tambahan:
🔹 Nabi ﷺ bersabda:

مَن غَشَّ فليسَ مِنِّي

"Barang siapa menipu, maka ia bukan termasuk golonganku." (HR. Muslim No 102)

🔹 Menjual barang sebelum menerimanya bisa dianggap sebagai bentuk penipuan, karena penjual belum benar-benar memiliki barang tersebut dan tidak bisa menjamin keasliannya.

 


Penutup Kajian


 Hadirin sekalian, rahimakumullah,

Kita telah bersama-sama menyimak kajian tentang larangan menjual barang sebelum diterima, sebuah prinsip penting dalam muamalah Islam yang bertujuan untuk menjaga keadilan, menghindari gharar (ketidakpastian), dan mencegah potensi kerugian di antara para pelaku usaha.

📌 Kesimpulan Pokok Kajian Ini:
1️⃣ Islam menekankan kejelasan dan kepastian dalam transaksi jual beli agar tidak ada pihak yang dirugikan. Oleh karena itu, barang yang diperjualbelikan harus benar-benar berada dalam kepemilikan dan penguasaan penjual sebelum dijual kembali.

2️⃣ Hadits Rasulullah ﷺ melarang menjual barang sebelum diterima, karena hal ini bisa menimbulkan ketidakpastian dan merugikan salah satu pihak dalam transaksi.

3️⃣ Dalam konteks bisnis modern, aturan ini tetap berlaku, terutama dalam skema transaksi seperti dropshipping, pre-order tanpa kepastian barang, serta spekulasi jual beli aset yang belum dimiliki secara sah.

4️⃣ Solusi syariah dalam berbisnis adalah memastikan setiap transaksi memenuhi rukun dan syarat jual beli, seperti akad yang jelas, kepemilikan sah atas barang, dan tidak mengandung unsur spekulatif atau penipuan.

🌿 Nasihat dan Saran:

Mari kita perbaiki praktik bisnis kita, agar setiap transaksi yang kita lakukan sesuai dengan tuntunan syariat. Jangan tergiur dengan keuntungan cepat tetapi melanggar prinsip keadilan dalam jual beli.

Jadilah pedagang yang jujur dan amanah, karena Rasulullah ﷺ bersabda bahwa pedagang yang jujur akan dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada di akhirat kelak.

Pelajari terus ilmu muamalah, karena di zaman sekarang banyak model transaksi baru yang perlu ditelaah dengan cermat agar tidak terjerumus dalam riba, gharar, atau praktik jual beli yang tidak sah.

Utamakan keberkahan dalam bisnis, karena rezeki yang halal akan membawa ketenangan dan kebahagiaan dunia akhirat.

🌟 Harapan Setelah Kajian Ini:
Semoga setelah mengikuti kajian ini, kita semua mendapatkan tambahan ilmu yang bermanfaat dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga Allah ﷻ memberkahi usaha kita, menjauhkan kita dari transaksi yang haram, dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang bertakwa dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam urusan ekonomi dan bisnis.

Akhirnya, kita tutup majelis ini dengan doa kafaratul majelis:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

Barakallahu fiikum, jazakumullahu khairan atas perhatian dan kehadiran para peserta sekalian. Semoga Allah mempertemukan kita kembali dalam majelis ilmu yang bermanfaat di lain waktu.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers