Hadits: Menanggung Utang Orang Yang Sudah Wafat

Bismillahirrahmanirrahim. 

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Shalawat serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, suri teladan kita dalam setiap aspek kehidupan.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Ketika seseorang meninggalkan dunia ini, kita tahu bahwa tidak ada lagi kesempatan baginya untuk beramal. Amalannya terputus, kecuali dalam beberapa hal yang telah Rasulullah ﷺ sebutkan: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa dari anak yang saleh. Namun, ada satu hal yang sering kali terlupakan, tetapi dampaknya sangat besar bagi seorang mayit, yaitu utang.

Bayangkan, seorang yang telah meninggalkan dunia, jasadnya telah kita mandikan, diberi wewangian, dan dikafankan. Kita berharap dia mendapatkan doa dari umat Islam melalui shalat jenazah. Namun, bayangkan betapa beratnya jika Rasulullah ﷺ sendiri menolak menshalati jenazah tersebut hanya karena ia memiliki utang yang belum terlunasi.

Kisah yang akan kita bahas hari ini adalah pengingat besar tentang pentingnya menjaga hak manusia, terutama dalam hal utang. Rasulullah ﷺ menunjukkan betapa seriusnya perkara ini. Bahkan, meskipun seseorang telah wafat, tanggung jawab utang tetap melekat padanya hingga dilunasi.

Mari kita membaca hadits ini:

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:

تُوُفِّيَ رَجُلٌ مِنَّا، فَغَسَّلْنَاهُ، وَحَنَّطْنَاهُ، وَكَفَّنَّاهُ، ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا: تُصَلِّي عَلَيْهِ؟ فَخَطَا خُطًى، ثُمَّ قَالَ: أَعَلَيْهِ دَيْنٌ؟ قُلْنَا: دَيْنَارَانِ، فَانْصَرَفَ، فَتَحَمَّلَهُمَا أَبُو قَتَادَةَ، فَقَالَ أَبُو قَتَادَةَ: الدِّنْيَارَانِ عَلَيَّ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حَقُّ الْغَرِيمِ، وَبَرِئَ مِنْهُمَا الْمَيِّتُ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَصَلَّى عَلَيْهِ.

Seorang lelaki dari kami wafat. Kami memandikannya, memberinya wewangian, dan mengafankannya. Kemudian kami membawanya kepada Rasulullah dan berkata, "Apakah engkau akan menshalatinya?" Maka beliau melangkah beberapa langkah, lalu bertanya, "Apakah ia memiliki utang?" Kami menjawab, "Dua dinar." Maka beliau berbalik (dan tidak menshalatinya). Kemudian Abu Qatadah menanggung utang dua dinar tersebut dan berkata, "Dua dinar itu menjadi tanggunganku." Rasulullah pun bertanya, "Apakah hak si pemberi utang telah terpenuhi, dan si mayit bebas dari utangnya?" Abu Qatadah menjawab, "Ya." Maka Rasulullah pun menshalatinya.

HR Abu Dawud (3343), An-Nasa'i (1962) dan Ahmad (14576).


Syarah Hadits


الدُّيُونُ شَأْنُهَا عِندَ اللَّهِ عَظِيمٌ
Utang memiliki kedudukan yang besar di sisi Allah.

لِأَنَّهَا يَرْتَبِطُ بِهَا حُقُوقُ الْعِبَادِ
Karena utang berkaitan dengan hak-hak para hamba.

وَقَدْ حَذَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتْرُكَ الْإِنْسَانُ الدُّنْيَا وَعَلَيْهِ دَيْنٌ، أَوْ لَا يَحْرِصَ عَلَى قَضَائِهِ
Dan Nabi telah memperingatkan agar manusia tidak meninggalkan dunia dalam keadaan masih memiliki utang, atau tidak bersungguh-sungguh dalam melunasinya.

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يَقُولُ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
Dalam hadis ini, Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma berkata:

"تُوُفِّيَ رَجُلٌ مِنَّا"
"Seorang laki-laki dari kami wafat,"

أَيْ: إِنَّ هُنَاكَ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاتَ
Artinya, ada seorang laki-laki dari sahabat Nabi meninggal dunia.

"فَغَسَّلْنَاهُ، وَحَنَّطْنَاهُ، وَكَفَّنَّاهُ"
"Lalu kami memandikannya, memberinya wewangian, dan mengafankannya,"

ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقُلْنَا: تُصَلِّي عَلَيْهِ؟
"Kemudian kami membawanya kepada Rasulullah dan berkata, 'Apakah engkau akan menshalatkannya?'

أَيْ: جَهَّزَهُ أَصْحَابُهُ لِدَفْنِهِ؛ مِنْ غُسْلٍ، وَتَحْنِيطٍ -وَهُوَ وَضْعُ الطِّيبِ لِلْمَيِّتِ- وَتَكْفِينٍ -وَهِيَ الثِّيَابُ الَّتِي يُغَطَّى بِهَا
Artinya, para sahabat telah mempersiapkan jenazahnya untuk dikuburkan, mulai dari memandikannya, memberikan wewangian (yakni, memberikan minyak wangi untuk jenazah), hingga mengafankannya (yakni, membungkusnya dengan kain yang digunakan untuk menutupi jenazah).

حَتَّى جَاءَ وَقْتُ صَلَاةِ الْجَنَازَةِ، فَسَأَلُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ عَلَيْهِ
Hingga tiba waktu shalat jenazah, lalu mereka meminta Nabi untuk menshalatkannya.

"فَخَطَا خُطًى"، أَيْ: لِيُصَلِّيَ عَلَيْهِ
"Lalu beliau melangkah beberapa langkah," yakni untuk menshalatkannya.

ثُمَّ قَالَ: أَعَلَيْهِ دَيْنٌ؟
Kemudian beliau bertanya, "Apakah ia memiliki utang?"

وَكَأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَقَّفَ بَعْدَ هَمِّهِ بِالصَّلَاةِ عَلَيْهِ، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ تَرْكِهِ لِدَيْنٍ
Seolah-olah beliau berhenti setelah berniat untuk menshalatkannya, lalu bertanya tentang utang yang ditinggalkan (oleh si mayit).

وَهَذَا كَانَ مِنْ عَادَتِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ أَنْ يَسْأَلَ عَنْ دَيْنِ الْمَيِّتِ
Dan hal ini merupakan kebiasaan beliau , yakni bertanya tentang utang jenazah.

"قُلْنَا: دِينَارَانِ. "
Mereka berkata, "Dua dinar."

فَانْصَرَفَ. أَيْ: انْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ

Maka beliau berpaling. Yaitu, Nabi berpaling dan tidak melanjutkan shalat jenazah atasnya.

"فَتَحَمَّلَهُمَا أَبُو قَتَادَةَ؛ فَقَالَ أَبُو قَتَادَةَ: الدِّينَارَانِ عَلَيَّ"
Kemudian Abu Qatadah menanggung kedua dinar tersebut; ia berkata, "Dua dinar itu menjadi tanggungan saya."

أَيْ: إِنَّهُ سَيُؤَدِّي عَنِ الْمَيِّتِ الدِّينَارَيْنِ؛ طَلَبًا لِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمَيِّتِ
Artinya, ia akan membayar dua dinar tersebut atas nama jenazah, agar Rasulullah bersedia menshalatkan jenazah tersebut.

فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "حَقُّ الْغَرِيمِ، وَبَرِئَ الْمَيِّتُ مِنْهُمَا؟"
Nabi bersabda, "Apakah hak penagih (utang) sudah terpenuhi, dan jenazah terbebas dari utangnya?"

أَيْ: يَا أَبَا قَتَادَةَ، تَتَحَمَّلُ الدِّينَارَيْنِ، فَيَصِيرَانِ دَيْنًا عَلَيْكَ أَنْتَ، وَالْمَيِّتُ لَا عِلَاقَةَ لَهُ بِهِمَا
Artinya, wahai Abu Qatadah, kamu menanggung dua dinar tersebut sehingga menjadi utang atas dirimu, dan jenazah tidak lagi ada kaitannya dengan utang dua dinar tersebut.

فَإِذَا جَاءَ أَصْحَابُ الدَّيْنِ لِيَأْخُذُوا دَيْنَهُمْ أَخَذُوهُ مِنْكَ أَنْتَ
Jika para pemilik utang datang untuk menagih haknya, mereka akan mengambilnya darimu.

فَالْغُرَمَاءُ سَيَأْتُونَكَ أَنْتَ، وَالْمَيِّتُ قَدْ بَرِئَ مِنْهُمْ بِتَحَمُّلِكَ إِيَّاهُمْ؟
Para penagih utang akan mendatangimu, dan jenazah telah terbebas dari tanggungan mereka karena engkau telah menanggungnya.

قَالَ أَبُو قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: "نَعَمْ"
Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu menjawab, "Iya."

أَيْ: أَكَّدَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحَمُّلَهُ لِلدَّيْنِ
Artinya, ia menegaskan kepada Nabi bahwa ia benar-benar menanggung utang tersebut.

قَالَ جَابِرٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: "فَصَلَّى عَلَيْهِ"
Jabir radhiyallahu 'anhu berkata, "Maka beliau menshalatkan jenazah tersebut."

أَيْ: صَلَّى عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْجَنَازَةِ؛ فَهِيَ رَحْمَةٌ لِلْمَيِّتِ
Artinya, Nabi menshalatkan jenazah tersebut, yang merupakan bentuk rahmat bagi jenazah.

وَفِي رِوَايَةِ أَحْمَدَ: ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي قَتَادَةَ بَعْدَ الْجَنَازَةِ بِيَوْمٍ: "مَا فَعَلَ الدِّينَارَانِ؟"
Dalam riwayat Ahmad, Nabi bertanya kepada Abu Qatadah sehari setelah shalat jenazah, "Apa yang telah engkau lakukan dengan dua dinar tersebut?"

وَكَأَنَّهُ لَمْ يَكُنِ الْوَقْتُ مُسْعِفًا فِي الِانْشِغَالِ بِالْقَضَاءِ
Seolah-olah waktu belum cukup untuk menyelesaikan urusan pembayaran tersebut.

يَسْأَلُهُ عَنْ قَضَاءِ الدِّينَارَيْنِ لِأَصْحَابِهَا وَمَا تَكَفَّلَ بِهِ عَنِ الْمَيِّتِ
Nabi bertanya tentang pelunasan dua dinar tersebut kepada pemiliknya yang telah ditanggung atas nama jenazah.

وَفِيهِ دَعْوَةٌ إِلَى اسْتِعْجَالِ سَدَادِ الدَّيْنِ عَنِ الْمَيِّتِ
Dalam hal ini terdapat ajakan untuk menyegerakan pelunasan utang jenazah

فَقَالَ أَبُو قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: "إِنَّمَا مَاتَ أَمْسِ"
Maka Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu berkata, "Sesungguhnya ia baru wafat kemarin."

أَيْ: اعْتَذَرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَأَنَّ عُذْرَهُ لِانْشِغَالِهِ بِالْجَنَازَةِ
Artinya, ia meminta maaf kepada Nabi , seolah-olah alasannya adalah karena sibuk mengurus jenazah.

قَالَ جَابِرٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: "فَعَادَ إِلَيْهِ مِنَ الْغَدِ"
Jabir radhiyallahu 'anhu berkata, "Kemudian ia datang kembali keesokan harinya."

أَيْ: عَادَ أَبُو قَتَادَةَ صَبَاحَ الْيَوْمِ التَّالِي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya, Abu Qatadah kembali menemui Nabi pada pagi hari berikutnya.

فَقَالَ: "لَقَدْ قَضَيْتُهُمَا"
Lalu ia berkata, "Aku telah melunasi kedua dinar tersebut."

أَيْ: قَضَى مَا عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ
Artinya, ia telah melunasi utang dua dinar yang ia tanggung.

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْآنَ بَرَّدْتَ عَلَيْهِ جِلْدَهُ"
Maka Rasulullah
bersabda, "Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya."

أَيْ: نَجَا مِنَ الْعَذَابِ الَّذِي كَانَ سَيَقَعُ عَلَيْهِ بِسَبَبِ هَذَا الدَّيْنِ
Artinya, ia telah selamat dari azab yang seharusnya menimpa dirinya akibat utang tersebut.

وَفِي الْحَدِيثِ: حِرْصُ الصَّحَابَةِ بَعْضِهِمْ عَلَى بَعْضٍ
Dalam hadis ini terdapat pelajaran tentang kepedulian para sahabat satu sama lain.

وَتَحَمُّلُهُمْ لِأَعْبَاءِ إِخْوَانِهِمْ
Serta kesediaan mereka menanggung beban saudara-saudaranya.

وَفِيهِ: السَّعْيُ فِي قَضَاءِ الدَّيْنِ وَتَحَمُّلِهِ عَنِ الْمَيِّتِ إِنْ لَمْ يَكُنْ ذَا مَالٍ يُقْضَى بِهِ عَنْهُ
Dan juga pelajaran tentang pentingnya berusaha melunasi utang jenazah, bahkan menanggungnya jika jenazah tidak memiliki harta untuk melunasinya.

وَفِيهِ: التَّحَذِيرُ مِنَ التَّهَاوُنِ بِالدُّيُونِ، وَأَنَّهَا تَتَعَلَّقُ بِحُقُوقِ الْعِبَادِ
Dalam hadis ini juga terdapat peringatan untuk tidak meremehkan utang, karena berkaitan dengan hak-hak hamba.

وَأَنَّ الْمَيِّتَ لَا يَتَخَلَّصُ مِنْ تَبِعَاتِ الدُّيُونِ إِلَّا إِذَا سُدِّدَتْ
Dan bahwa jenazah tidak akan terbebas dari konsekuensi utang kecuali jika utang tersebut telah dilunasi.

وَفِيهِ: التَّرْغِيبُ فِي َالإِعَانَةِ عَلَى قَضَائِهَا
Juga ada motivasi untuk membantu pelunasan utang.

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/92792


Pelajaran dari Hadits ini


 

1. Besarnya Tanggung Jawab Hutang dalam Islam

Hadits ini menunjukkan bahwa hutang adalah perkara yang serius dalam Islam. Rasulullah ﷺ bahkan enggan menyalatkan jenazah seseorang sebelum hutangnya dilunasi. Ini mengindikasikan bahwa hutang adalah hak manusia yang harus diselesaikan sebelum seseorang bertemu dengan Allah.

2. Hutang Bisa Menghambat Keselamatan di Akhirat

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ruh seseorang akan tertahan karena hutangnya sampai hutangnya dilunasi (روح المؤمن معلق بدينه حتى يقضى عنه - HR. Tirmidzi). Dalam hadits ini, Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa orang yang meninggal dalam keadaan memiliki hutang bisa terkena dampak negatif di akhirat, seperti tertahan dari ampunan atau menerima azab karena belum menyelesaikan kewajiban duniawinya.

3. Tanggung Jawab Sosial dalam Islam

Sahabat Abu Qatadah رضي الله عنه menunjukkan sikap luar biasa dengan mengambil alih tanggungan hutang jenazah tersebut. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, ada prinsip ta’awun (tolong-menolong) dalam kebaikan, termasuk dalam membantu melunasi hutang saudara Muslim yang tidak mampu.

4. Keutamaan Menyegerakan Pelunasan Hutang

Dalam hadits ini, Rasulullah ﷺ kembali menanyakan status pelunasan hutang keesokan harinya. Ini mengajarkan bahwa hutang bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga harus disegerakan pembayarannya agar tidak menjadi beban bagi diri sendiri maupun ahli waris.

5. Rasulullah ﷺ Memastikan Hak Pihak yang Berpiutang

Sebelum menshalatkan jenazah, beliau menanyakan apakah ada yang mau menanggung hutangnya. Ini menunjukkan bahwa hak orang yang memberikan pinjaman (al-gharim) harus benar-benar diperhatikan dalam Islam.

6. Azab Bisa Menimpa karena Hutang yang Belum Terbayar

Ungkapan Rasulullah ﷺ kepada Abu Qatadah, "الآنَ برَّدْتَ عليه جِلْدَه" (Sekarang engkau telah menyejukkan kulitnya), menunjukkan bahwa hutang yang belum terlunasi bisa menyebabkan siksa di alam barzakh bagi yang meninggal. Ini menjadi peringatan bagi setiap Muslim agar tidak menyepelekan urusan hutang.

7. Pentingnya Memastikan Sumber Pelunasan Hutang sebelum Wafat

Dari hadits ini, dapat dipahami bahwa seorang Muslim hendaknya memastikan sumber pelunasan hutangnya sebelum wafat, baik dari harta pribadinya atau dengan meminta bantuan ahli waris atau orang lain. Ini bagian dari perencanaan finansial yang Islami agar tidak meninggalkan beban bagi keluarga yang ditinggalkan.

Kesimpulan

Hadits ini mengajarkan bahwa hutang adalah tanggung jawab besar yang bisa berimplikasi pada kehidupan akhirat. Seorang Muslim harus berhati-hati dalam berhutang, berusaha membayarnya sesegera mungkin, dan mencari solusi jika tidak mampu membayarnya. Selain itu, hadits ini juga menunjukkan pentingnya solidaritas sosial dalam membantu saudara yang membutuhkan.

 



----- Penutup -----

Melalui hadits ini, kita telah mengkaji bahwa Islam sangat menekankan keadilan dalam muamalah, terutama terkait hak orang lain. Juga, Islam mengajarkan tentang keutamaan membantu sesama, sebagaimana Abu Qatadah yang dengan rela menanggung utang si mayit sehingga ia bisa terbebas dari tanggungan di akhirat.

Hadirin sekalian,

Mari kita renungkan: berapa banyak di antara kita yang mungkin masih memiliki tanggungan utang, baik kepada manusia maupun kepada Allah? Apakah kita sudah serius untuk melunasi atau setidaknya berikhtiar? Semoga melalui kajian ini, hati kita tergugah untuk memahami pentingnya menjaga hak sesama dan betapa berharganya tanggung jawab dalam Islam.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita untuk memetik pelajaran dari hadits ini dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers