Hadits: Mendengar Adzan Ketika Masih Makan Sahur


الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ هَذَا الدِّينَ يُسْرًا وَرَحْمَةً، وَرَفَعَ الحَرَجَ عَنِ الأُمَّةِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. أَمَّا بَعْدُ.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Setiap aturan dalam Islam diturunkan dengan hikmah dan penuh pertimbangan terhadap kondisi manusia. Syariat Islam bukanlah beban yang berat, tetapi justru membawa kemudahan dan keseimbangan dalam kehidupan kita. Namun, di tengah masyarakat kita, masih banyak pemahaman yang perlu diluruskan terkait beberapa aspek ibadah, khususnya dalam masalah waktu sahur dan batas akhir makan saat azan Subuh berkumandang.

Tidak jarang kita mendengar ada sebagian orang yang begitu ketat dalam memahami waktu imsak sehingga mereka berhenti makan jauh sebelum azan Subuh, seakan-akan imsak adalah batas mutlak berhentinya makan. Sebaliknya, ada juga yang kurang peduli dengan batas waktu sahur, sehingga mereka tetap makan dan minum tanpa memperhatikan apakah fajar telah benar-benar terbit atau belum. Keduanya adalah sikap yang perlu kita luruskan.

Di sinilah pentingnya kita memahami hadis Rasulullah ﷺ yang akan kita kaji hari ini. Hadis ini menegaskan prinsip kemudahan dalam Islam, terutama dalam hal sahur bagi orang yang berpuasa. 

Hadis yang akan kita kaji ini menjadi bukti nyata bahwa Islam tidak membebani umatnya dengan kesulitan yang berlebihan. Syariat memahami bahwa manusia memiliki kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi, dan makan sahur adalah bagian dari persiapan menjalankan ibadah puasa dengan lebih baik. Oleh karena itu, hadis ini perlu kita pelajari agar kita memiliki pemahaman yang benar tentang kapan kita harus berhenti makan, serta bagaimana Islam memberikan kemudahan dalam beribadah tanpa mengabaikan batasan yang telah ditetapkan.

Semoga dengan memahami hadis ini, kita dapat mengamalkan agama dengan penuh ketenangan, tidak diliputi rasa was-was, dan tetap berpegang teguh pada prinsip kemudahan yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. Mari kita lanjutkan kajian ini dengan mendalami makna dan implikasi hadis tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Mari kita bacakan haditsnya:

-----

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ، فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

"Jika salah seorang di antara kalian mendengar adzan, sedangkan bejana (berisi makanan atau minuman) berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan kebutuhannya darinya."

HR Ahmad (10629), Al-Hakim (729), dan Al-Baihaqi (8275).


Arti Per Kalimat


 

إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ

(Apabila salah seorang di antara kalian mendengar panggilan/azan)

  • "النِّدَاءُ" dalam konteks ini merujuk pada azan, khususnya azan Subuh yang menandakan masuknya waktu shalat.
  • Pelajaran:
    • Islam memberikan perhatian terhadap waktu shalat dan pentingnya menyegerakan ibadah.
    • Panggilan shalat merupakan tanda dimulainya kewajiban ibadah.


وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ

(Sedangkan bejana berada di tangannya)

  • "الإِنَاءُ" di sini berarti wadah yang digunakan untuk makan atau minum.
  • Pelajaran:
    • Hadis ini berbicara dalam konteks seseorang yang sedang makan sahur untuk berpuasa.
    • Memberikan keringanan bagi seseorang yang sudah dalam keadaan makan ketika azan berkumandang.


فَلَا يَضَعْهُ

(Maka janganlah ia meletakkannya)

  • Maksudnya, ia tidak perlu langsung menghentikan makannya dan meletakkan wadah tersebut ketika mendengar azan.
  • Pelajaran:
    • Islam memberikan kemudahan dalam ibadah dan tidak membebani seseorang dengan kesulitan yang berlebihan.
    • Dalam situasi tertentu, ada toleransi bagi orang yang sedang dalam keadaan makan/minum.


حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

(Sampai ia menyelesaikan kebutuhannya darinya)

  • Artinya, seseorang diperbolehkan untuk menghabiskan makanan/minuman yang sudah berada di tangannya sebelum berhenti.
  • Pelajaran:
    • Islam memahami kebutuhan manusia, termasuk dalam sahur sebagai persiapan puasa.
    • Memastikan bahwa seseorang memiliki cukup energi sebelum menjalani ibadah puasa.
    • Tidak tergesa-gesa dalam beribadah, tetapi tetap memperhatikan batasan syariat.

 


Syarah Hadits


لقدْ رَاعَى الإسلامُ الحَاجَةَ الإِنسَانِيَّةَ وَالطَّبِيعَةَ البَشَرِيَّةَ
Islam telah memperhatikan kebutuhan manusia dan fitrah kemanusiaan.

وَلِذَلِكَ جَاءَ التَّيْسِيرُ فِي العِبَادَاتِ
Oleh karena itu, terdapat kemudahan dalam ibadah.

وَمِنْ ذَلِكَ مَا جَاءَ فِي هَذَا الحَدِيثِ
Di antara bentuk kemudahan itu adalah yang disebutkan dalam hadis ini.

حَيْثُ يَقُولُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ"
Di mana Nabi bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian mendengar panggilan (azan)..."

أَيِ: الأَذَانَ لِلصَّلَاةِ
Yaitu azan untuk salat.

"وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ"
"... sedangkan bejana berada di tangannya ..."

أَيِ: إِنَاءُ الطَّعَامِ أَوِ الشَّرَابِ
Yaitu bejana yang berisi makanan atau minuman.

"فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ"
"... maka janganlah ia meletakkannya hingga ia menyelesaikan kebutuhannya darinya (dengan memakannya atau meminumnya)."

أَيِ: لَا يَتْرُكِ الإِنَاءَ حَتَّى يُنْهِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
Artinya, ia tidak meninggalkan bejana itu sampai ia menyelesaikan kebutuhannya (dengan makan atau minum darinya).

وَقَدِ اخْتُلِفَ فِي المَقْصُودِ بِالنِّدَاءِ وَالأَذَانِ فِي هَذَا الحَدِيثِ وَمَا يُفْهَمُ مِنْهُ مِنْ أَحْكَامٍ
Terdapat perbedaan pendapat mengenai maksud dari panggilan (azan) dalam hadis ini serta hukum yang dapat dipahami darinya.

فَقِيلَ: المَقْصُودُ هُوَ أَيُّ نِدَاءٍ لِلصَّلَاةِ فِي أَيِّ وَقْتٍ
Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah panggilan untuk salat pada waktu apa pun.

وَأَنَّهُ إِذَا سَمِعَ المُسْلِمُ الأَذَانَ وَهُوَ يَأْكُلُ فَلَهُ أَنْ يُتِمَّ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Dan jika seorang Muslim mendengar azan sementara ia sedang makan, maka ia boleh menyelesaikan makan dan minumnya.

ثُمَّ يُجِيبَ النِّدَاءَ بِتَرْدِيدِهِ وَالذَّهَابِ إِلَى الصَّلَاةِ
Kemudian ia menjawab panggilan azan dengan mengulanginya dan pergi untuk melaksanakan salat.

فَيَكُونُ مِثْلَ الحَدِيثِ الَّذِي فِي الصَّحِيحَيْنِ "إِذَا وُضِعَ العَشَاءُ وَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَابْدَؤُوا بِالعَشَاءِ"
Maka ini serupa dengan hadis dalam Shahih Bukhari dan Muslim: "Jika makanan malam telah dihidangkan dan iqamah dikumandangkan, maka dahulukan makan malam."

وَقِيلَ: المَقْصُودُ بِالنِّدَاءِ هُوَ أَذَانُ الفَجْرِ الصَّادِقِ لِمَنْ أَرَادَ الصِّيَامَ فِي رَمَضَانَ وَغَيْرِهِ
Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan panggilan (azan) dalam hadis ini adalah azan Subuh bagi orang yang hendak berpuasa di bulan Ramadan atau selainnya.

وَأَنَّ لِلْمُتَسَحِّرِ أَنْ يُتِمَّ أَكْلَ مَا فِي يَدِهِ مِنْ طَعَامٍ إِذَا سَمِعَ الأَذَانَ، وَلَا يَتْرُكَهُ
Dan bahwa bagi orang yang bersahur diperbolehkan untuk menyelesaikan makanan yang ada di tangannya ketika mendengar azan, dan tidak harus meninggalkannya.

وَهَذَا مَحْمُولٌ أَنَّهُ يُتِمُّ أَكْلَهُ كَامِلًا إِذَا كَانَ يَشُكُّ فِي طُلُوعِ الفَجْرِ الصَّادِقِ
Hal ini dapat dipahami bahwa ia menyelesaikan makanannya secara penuh jika masih ragu tentang terbitnya fajar.

وَإِذَا كَانَ الأَذَانُ فِي وَقْتٍ لَا يَتَّضِحُ فِيهِ طُلُوعُ الفَجْرِ لِأَيِّ سَبَبٍ، كَوُجُودِ غَيْمٍ أَوْ ضَبَابٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ
Dan jika azan dikumandangkan pada waktu di mana belum jelas apakah fajar telah terbit, misalnya karena adanya awan, kabut, atau hal lainnya.

أَوْ يَكُونُ مَعْنَى الحَدِيثِ عَامًّا فِي أَيِّ وَقْتٍ مَعَ الأَخْذِ بِالِاحْتِيَاطِ وَالتَّثَبُّتِ مِنْ دُخُولِ وَقْتِ الفَجْرِ الصَّادِقِ
Atau bisa juga hadis ini bermakna umum pada waktu kapan pun, dengan tetap berhati-hati dan memastikan bahwa fajar telah benar-benar terbit.

لِلإِمْسَاكِ عَنِ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ
Sebagai batasan untuk berhenti makan dan minum.

وَقِيلَ: كَانَ هَذَا فِي أَوَّلِ فَرْضِ الصِّيَامِ وَكَانَ يُؤَذَّنُ فِي رَمَضَانَ بِأَذَانَيْنِ
Ada juga yang mengatakan bahwa hadis ini berlaku pada masa awal kewajiban puasa, di mana pada bulan Ramadan dikumandangkan dua kali azan.

ثُمَّ لَمَّا عَرَفَ النَّاسُ الأَمْرَ تُرِكَ ذَلِكَ
Kemudian, ketika masyarakat sudah memahami aturan ini, praktik azan dua kali pun ditinggalkan.

Maraji:
https://dorar.net/hadith/sharh/150086


Pelajaran dari Hadits ini


Hadis ini mengajarkan keseimbangan antara ketaatan kepada Allah dan pemenuhan kebutuhan manusia, sehingga ibadah dapat dijalankan dengan penuh keikhlasan dan kenyamanan tanpa beban.

Hadis di atas mengandung beberapa pelajaran penting terkait dengan kemudahan dalam ibadah, fiqih puasa, dan adab dalam menghadapi waktu-waktu ibadah. Berikut adalah beberapa poin pelajaran yang bisa diambil dari hadis tersebut: 

1. Islam Memperhatikan Kebutuhan Manusia

Islam adalah agama yang memperhatikan fitrah manusia, baik dalam aspek kebutuhan biologis maupun psikologis. Hadis ini menunjukkan bahwa syariat Islam memberikan kemudahan bagi manusia dalam beribadah, tanpa mengabaikan kebutuhan pokoknya seperti makan dan minum.

2. Prinsip Kemudahan dalam Syariat Islam (التيسير في الشريعة)

Hadis ini merupakan salah satu dalil bahwa Islam mengajarkan kemudahan (التيسير) dalam pelaksanaan ibadah. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan bagimu." (QS. Al-Baqarah: 185)

Dalam konteks hadis ini, seseorang diperbolehkan menyelesaikan makanan atau minumannya ketika mendengar adzan subuh, asalkan sudah berada dalam genggaman tangannya, tanpa perlu buru-buru membuangnya.

3. Perbedaan Pendapat Ulama dalam Memahami Hadis

Para ulama berbeda pendapat dalam memahami maksud "النِّداء" (panggilan) dalam hadis ini:

  • Pendapat pertama: "Panggilan" dalam hadis ini berlaku untuk semua waktu salat. Artinya, jika seseorang sedang makan ketika mendengar adzan, ia boleh menyelesaikan makannya terlebih dahulu sebelum berangkat ke masjid. Hal ini sesuai dengan hadis:

    "Jika makanan telah dihidangkan dan iqamah dikumandangkan, maka dahulukanlah makan malam sebelum salat." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
    Dalil ini menunjukkan bahwa Islam tidak ingin pemeluknya salat dalam keadaan tergesa-gesa atau lapar.

  • Pendapat kedua: Hadis ini khusus berkaitan dengan waktu sahur bagi orang yang hendak berpuasa. Artinya, jika seseorang sedang minum saat mendengar adzan Subuh, maka ia boleh menyelesaikan minumannya. Pendapat ini lebih banyak dipegang oleh ulama fikih karena berkaitan langsung dengan batasan waktu sahur.

  • Pendapat ketiga: Hadis ini berlaku hanya dalam kondisi tertentu, misalnya ketika masih ada keraguan apakah fajar telah benar-benar terbit atau belum, terutama ketika kondisi cuaca mendung atau berawan.

4. Kelonggaran dalam Sahur dan Penegasan Akhir Waktunya

Hadis ini menunjukkan bahwa waktu sahur berakhir dengan terbitnya fajar. Namun, jika seseorang sedang dalam keadaan makan atau minum saat adzan berkumandang, maka ia masih boleh menyelesaikannya. Ini sesuai dengan riwayat lain dari Abu Hurairah:

"Jika salah seorang dari kalian mendengar adzan sedangkan bejana masih di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga ia menyelesaikan keperluannya." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Hal ini menjadi dalil bahwa seseorang boleh menghabiskan makanan atau minumannya selama masih dalam proses mengonsumsinya ketika adzan subuh berkumandang.

5. Kehati-hatian dalam Masalah Waktu Fajar

Para ulama menekankan bahwa hadis ini bukan izin untuk terus makan dan minum setelah fajar benar-benar terbit. Oleh karena itu, hadis ini perlu dipahami dalam konteks kehati-hatian, terutama dalam menentukan waktu fajar. Jika seseorang telah yakin bahwa fajar sudah benar-benar terbit, maka wajib baginya untuk berhenti makan dan minum.

6. Tidak Boleh Memulai Makan atau Minum Setelah Fajar

Hadis ini hanya membolehkan seseorang menyelesaikan makanan atau minuman yang sudah ada di tangan. Tetapi, jika seseorang baru berniat makan atau minum setelah mendengar adzan subuh, maka ini tidak diperbolehkan. Artinya, hadis ini tidak boleh dijadikan alasan untuk memulai makan sahur setelah waktu fajar tiba.

7. Hikmah dari Pembagian Adzan di Zaman Nabi

Di zaman Nabi ﷺ, terdapat dua kali adzan untuk Subuh:

  1. Adzan pertama yang dikumandangkan oleh Bilal sebelum fajar, sebagai peringatan agar orang-orang yang masih tidur bisa bangun dan mempersiapkan sahur.
  2. Adzan kedua yang dikumandangkan oleh Ibnu Ummi Maktum setelah fajar benar-benar terbit, sebagai tanda waktu subuh telah masuk dan saatnya menghentikan makan serta minum.

Hadis ini dipahami oleh sebagian ulama sebagai petunjuk bahwa jika seseorang mendengar adzan pertama (sebelum fajar), ia masih boleh makan dan minum.

8. Mengutamakan Salat Tepat Waktu

Meskipun Islam memberikan kelonggaran dalam menyelesaikan makanan atau minuman saat adzan berkumandang, ini tidak boleh menjadi kebiasaan yang menyebabkan seseorang terlambat dalam menjalankan salat. Oleh karena itu, Islam tetap menekankan pentingnya salat di awal waktu setelah kebutuhan mendesak diselesaikan.

Kesimpulan

Hadis ini memberikan banyak pelajaran penting dalam fiqih ibadah, terutama dalam hal puasa dan adab saat mendengar adzan. Beberapa poin penting yang bisa disimpulkan:

  1. Islam memberikan kemudahan dalam ibadah, termasuk dalam waktu makan dan salat.
  2. Jika seseorang sedang makan atau minum ketika adzan subuh berkumandang, ia boleh menyelesaikannya asalkan sudah dalam genggamannya.
  3. Hadis ini tidak membolehkan seseorang untuk memulai makan atau minum setelah adzan subuh berkumandang.
  4. Perbedaan pendapat ulama dalam memahami hadis ini menunjukkan pentingnya memahami konteks dan kehati-hatian dalam beribadah.
  5. Islam memberikan kelonggaran tetapi tetap menganjurkan disiplin dalam menjalankan ibadah.

Penutup Kajian



Hadirin sekalian yang dirahmati Allah,

Setelah kita mengkaji hadis ini dengan seksama, ada beberapa faedah penting yang dapat kita ambil sebagai bekal dalam menjalankan ibadah dan kehidupan sehari-hari:

  1. Islam adalah agama yang penuh kemudahan
    Hadis ini menegaskan bahwa dalam beribadah, Islam tidak ingin membebani pemeluknya dengan kesulitan yang berlebihan. Rasulullah ﷺ memberikan keringanan bagi seseorang yang sedang makan atau minum saat azan Subuh berkumandang untuk menyelesaikan makanannya terlebih dahulu, selama ia yakin fajar belum benar-benar terbit. Ini adalah bukti nyata bahwa syariat dibangun atas dasar rahmat dan kemudahan.

  2. Kehati-hatian tetap diperlukan dalam ibadah
    Meski Islam memberikan kemudahan, hadis ini tidak boleh disalahartikan sebagai kelonggaran untuk terus makan setelah waktu Subuh benar-benar masuk. Seorang Muslim tetap dituntut untuk memperhatikan batas waktu ibadah dengan cermat, agar puasanya sah dan sempurna di sisi Allah.

  3. Mengenal batasan waktu dalam ibadah
    Hadis ini juga mengajarkan kita pentingnya memahami waktu ibadah secara benar, baik dalam sahur, imsak, maupun azan Subuh. Pemahaman yang keliru bisa menyebabkan sikap yang terlalu ketat atau sebaliknya, terlalu longgar dalam beribadah.

  4. Menjauhi sikap berlebihan dalam agama (ghuluw)
    Dalam masyarakat kita, sering terjadi perbedaan pendapat mengenai kapan harus berhenti makan sahur. Sebagian orang terlalu ketat dengan batas imsak, padahal azan Subuhlah yang menjadi penanda utama masuknya waktu puasa. Hadis ini menjadi pengingat agar kita tidak berlebihan dalam memahami agama, tetapi tetap berada di jalur yang benar sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ.

Harapan dalam Mengamalkan Hadis Ini

Hadirin sekalian, setelah memahami hadis ini, semoga kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dengan lebih baik. Kita berharap:

  • Meningkatkan pemahaman kita tentang kemudahan dalam Islam, sehingga kita tidak lagi terjebak dalam pemahaman yang memberatkan atau terlalu longgar dalam beribadah.
  • Mengamalkan sahur dengan lebih tenang dan penuh keyakinan, tanpa rasa was-was yang berlebihan tentang batas waktu makan.
  • Menjadi penyebar ilmu yang benar kepada keluarga dan masyarakat, sehingga kesalahpahaman terkait batas sahur dan imsak dapat diluruskan dengan ilmu yang benar.
  • Menjaga keseimbangan antara ketegasan dalam ibadah dan kelembutan dalam menyikapi perbedaan pendapat, karena Islam selalu mengajarkan keseimbangan dalam segala hal.

Semoga ilmu yang kita pelajari hari ini menjadi ilmu yang bermanfaat, menjadi amal saleh yang diterima di sisi Allah, serta memberikan ketenangan dalam menjalankan ibadah puasa kita. Semoga Allah selalu memberikan kita petunjuk, kemudahan, dan keberkahan dalam menjalankan agama-Nya.

Mari kita tutup kajian ini dengan doa kafaratul majelis:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers