Hadits: Menunda Melunasi Utang adalah Kezaliman
Hadits 1:
Dari Abdullah
bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
مَطْلُ الغَنِيِّ ظُلْمٌ، وَإِذَا أُحِلْتَ
عَلَى مَلِيءٍ فَاتْبَعْهُ
Penundaan pembayaran oleh orang kaya adalah suatu
kezaliman. Jika engkau dialihkan kepada orang yang mampu (membayar), maka
ikutilah (alihannya itu)
HR Al-Bukhari
(2288) dan Muslim (1564)
Hadits 2:
مَطْلُ الغَنِيِّ
ظُلْمٌ، فإذا أُتْبِعَ أحَدُكُمْ علَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ
Penundaan pembayaran oleh orang kaya adalah suatu
kezaliman. Jika salah seorang di antara kalian dialihkan kepada orang yang
mampu (membayar), maka hendaklah ia menerimanya.
HR At-Tirmidzi
(1309), Ahmad (5395) dan Ibnu Majah (2404)
Syarah Hadits
أَمَرَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
بِأَدَاءِ الْحُقُوقِ
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk menunaikan hak-hak.
وَحَذَّرَ مِنْ أَكْلِ أَمْوَالِ النَّاسِ
بِالْبَاطِلِ
Dan Dia memperingatkan agar tidak memakan harta orang lain dengan cara yang
batil.
فَقَالَ: {وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ} [البقرة: 188]
Sebagaimana firman-Nya: {Dan janganlah kalian memakan harta-harta kalian di
antara kalian dengan cara yang batil} (QS. Al-Baqarah: 188).
وَتَوَعَّدَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ مَنِ
اسْتَدَانَ أَمْوَالَ النَّاسِ وَهُوَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا وَلَا يُرِيدُ
رَدَّهَا
Allah 'Azza wa Jalla mengancam orang yang berutang harta orang lain dengan niat
merusaknya dan tidak berniat mengembalikannya.
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يُخْبِرُ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَطْلَ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
Dalam hadits ini, Rasulullah ﷺ memberitakan bahwa penundaan pembayaran
oleh orang kaya adalah suatu kezaliman.
وَالْمَطْلُ: هُوَ التَّسْوِيفُ
وَالتَّأْخِيرُ فِي قَضَاءِ الدَّيْنِ
Māṭl (penundaan) adalah menunda-nunda dan mengulur-ulur pembayaran utang.
فَإِذَا مَاطَلَ الْغَنِيُّ فَهَذَا يُعَدُّ
ظُلْمًا
Maka, jika orang kaya menunda-nunda, maka ini dianggap sebagai
kezaliman.
لِأَنَّهُ قَادِرٌ عَلَى السَّدَادِ وَرَدِّ الْمَالِ
Karena ia mampu untuk membayar dan mengembalikan harta.
فَلَمَّا مَنَعَ الْمَالَ وَأَخَذَ يُمَاطِلُ
كَانَ ظَالِمًا
Ketika ia menahan harta dan mulai menunda-nunda, ia menjadi zalim.
ثُمَّ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ»
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: 'Jika salah seorang dari kalian
dialihkan kepada orang yang mampu (membayar), maka hendaklah ia menerimanya.'
وَالْمَلِيُّ: الْغَنِيُّ الْوَاجِدُ لِمَا
يَقْضِي بِهِ الدَّيْنَ
Al-Maliy adalah orang kaya yang memiliki kemampuan untuk melunasi utang.
وَالْمَعْنَى: أَنَّهُ إِذَا كَانَ
لِأَحَدِكُمْ دَيْنٌ عَلَى أَحَدٍ
Maknanya: jika salah seorang dari kalian memiliki piutang pada seseorang.
وَأَحَالَهُ هَذَا الْمَدِينُ عَلَى رَجُلٍ
غَنِيٍّ
Dan orang yang berutang itu mengalihkannya kepada seseorang yang kaya.
فَلْيُوَافِقِ الدَّائِنُ وَلْيَقْبَلْ
تَحْوِيلَ الدَّيْنِ مِنْ عَلَى هَذَا الْمَدِينِ إِلَى الرَّجُلِ الْغَنِيِّ
Maka hendaklah pihak pemberi piutang setuju dan menerima pengalihan utang dari
orang yang berutang itu kepada orang kaya tersebut.
لِيَسُدَّ عَنْهُ الدَّيْنَ
Agar orang kaya itu melunasi utangnya.
وَهَذَا الْخَبَرُ يَدُلُّ عَلَى مَعَانٍ
Hadits ini menunjukkan beberapa makna.
مِنْهَا: أَنَّ مِنَ الظُّلْمِ أَنْ يَدْفَعَ
الْغَنِيُّ عَنْ مَالِهِ بِالْمَوَاعِيدِ
Di antaranya: bahwa termasuk kezaliman jika orang kaya menghindar dari
pembayaran hartanya dengan janji-janji (semu).
فَلَا يَقْضِي مَا عَلَيْهِ مِنَ الدُّيُونِ
Dan tidak melunasi apa yang menjadi kewajibannya dari utang-utangnya.
وَأَمَّا مَنْ لَا يَقْدِرُ عَلَى الْقَضَاءِ
فَهُوَ غَيْرُ دَاخِلٍ فِي هَذَا الْمَعْنَى
Adapun orang yang tidak mampu melunasi, maka ia tidak termasuk dalam makna ini.
لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ أَنْظَرَهُ
بِقَوْلِهِ: {وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ}
Karena Allah Ta'ala telah memberikan kelonggaran kepadanya dengan firman-Nya:
{Dan jika orang yang berutang dalam kesulitan, maka berilah penangguhan sampai
ia mampu} (QS. Al-Baqarah: 280).
وَفِيهِ مَا دَلَّ عَلَى تَحْصِينِ
الْأَمْوَالِ
Dan dalam hadits ini terdapat petunjuk tentang pentingnya menjaga harta.
وَفِي الْحَدِيثِ: الْإِرْشَادُ إِلَى تَرْكِ
الْأَسْبَابِ الْقَاطِعَةِ لِاجْتِمَاعِ الْقُلُوبِ
Hadits ini juga memberikan bimbingan untuk menghindari sebab-sebab yang dapat
memutus hubungan hati (dan ukhuwah).
Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/14918
Pelajaran dari Hadits ini
Hadits ini mengajarkan etika muamalah (perdagangan, utang-piutang) tentang penundaan pembayaran utang oleh orang kaya dan bagaimana cara yang baik dalam menyelesaikan utang. Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini yaitu:
1. Penundaan Pembayaran Utang adalah Kezaliman (Māṭl adalah Zulm)
- Penundaan pembayaran utang oleh orang kaya yang mampu membayar dianggap sebagai suatu bentuk kezaliman. karena menyebabkan kesulitan bagi pemberi utang. Rasulullah ﷺ sangat menekankan pentingnya menunaikan hak orang lain, terutama dalam hal pembayaran utang.
2. Pengalihan Utang kepada Orang yang Mampu Membayar (Tahlīl al-Dain)
- Jika seseorang yang berutang tidak mampu membayar, maka orang yang berhak menerima utang dianjurkan untuk menerima pengalihan utang kepada pihak lain yang lebih mampu. Tahlīl al-dain atau pengalihan utang adalah tindakan yang dibolehkan dalam Islam. Jika seorang debitur yang berutang tidak mampu membayar, dan ia dapat mengalihkan kewajibannya kepada orang lain yang lebih mampu, maka pemberi utang (dāʾin) hendaknya menerima pengalihan tersebut tanpa keberatan. Ini membantu menyelesaikan masalah dan menghindari konflik.
3. Kewajiban Menunaikan Hak Orang Lain
- Kewajiban untuk menunaikan hak orang lain adalah hal yang sangat ditekankan dalam Islam. Utang adalah hak yang harus dibayar. Ketika seseorang berutang, ia harus berusaha untuk membayar utangnya tepat waktu. Jika ia mampu, maka tidak ada alasan untuk menunda-nunda pembayaran utang. Hal ini mencerminkan pentingnya integritas dan tanggung jawab dalam kehidupan sosial.
4. Keutamaan Orang Kaya yang Menunaikan Utang
- Orang kaya yang menunda-nunda pembayaran utang, padahal ia mampu, dianggap zalim. Sebaliknya, orang kaya yang dengan tulus menunaikan kewajibannya adalah orang yang mulia. Orang yang memiliki kemampuan untuk membayar utang, namun tidak segera membayar, akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Tetapi jika mereka menunaikan utangnya, meskipun ada celah untuk menunda, mereka akan mendapat pahala di akhirat dan penghargaan manusia berupa reputasi yang baik di dunia.
5. Memberikan Penangguhan kepada yang Kesulitan (Al-‘Usrah)
- Jika seseorang yang berutang dalam kesulitan atau tidak mampu membayar, maka pemberi utang harus memberi kelonggaran (penangguhan waktu pembayaran) sampai si debitur mampu membayar.Dalam Quran, Allah menyatakan bahwa jika seorang debitur berada dalam kesulitan atau kesulitan finansial (‘usrah), maka pemberi utang wajib memberi penangguhan sampai dia mampu. Ini mencerminkan sikap belas kasihan dan keadilan dalam Islam. Tidak ada yang lebih mulia daripada memberikan kemudahan dan keringanan kepada orang yang membutuhkan bantuan dalam waktu sulit.
6. Menjaga Persaudaraan dan Harmoni Sosial
- Menghindari pertikaian dan menjaga hubungan baik dengan sesama adalah hal yang penting dalam Islam. Pengalihan utang dan penundaan pembayaran yang tidak adil dapat menyebabkan konflik. Pengamalan hadits ini dapat menjaga hubungan baik antara pihak yang berutang dan pemberi utang. Dengan menerima pengalihan utang atau memberi waktu yang lebih lama, hubungan sosial tetap terjaga, dan kesulitan dihindari. Ini adalah bagian dari etika sosial yang sangat ditekankan dalam Islam.
7. Menghindari Janji yang Tidak Pasti dan Ketidakpastian dalam Pembayaran
- Orang yang kaya tidak boleh menghindari kewajiban membayar utang dengan alasan yang tidak pasti atau dengan janji-janji yang tidak jelas. Janji kosong atau menunda pembayaran tanpa alasan yang sah merupakan bentuk ketidakadilan dan pengabaian terhadap hak orang lain. Islam mendorong agar segala kewajiban ditunaikan dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu.
8. Prinsip Keadilan dalam Transaksi dan Muamalah
- Prinsip keadilan dalam transaksi dan muamalah harus ditegakkan dalam segala aspek kehidupan. Semua pihak harus mematuhi prinsip keadilan, baik dalam transaksi jual beli, utang-piutang, maupun pengalihan hak. Jangan sampai ada pihak yang dirugikan atau diperlakukan tidak adil, baik oleh orang kaya maupun orang miskin.
9. Pengajaran tentang Tanggung Jawab dan Kewajiban dalam Islam
- Hadits ini mengajarkan kita bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya, baik dalam konteks pribadi maupun sosial.Setiap orang yang berutang harus menanggung tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya. Demikian pula, orang yang memberi utang harus bersikap bijaksana dan penuh belas kasihan kepada orang yang kesulitan.
Secara keseluruhan, hadis ini mengajarkan kita pentingnya menunaikan hak orang lain, bersikap adil dalam muamalah, memberikan keringanan kepada orang yang kesulitan, dan menjaga hubungan sosial yang baik. Ini adalah prinsip-prinsip utama dalam membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.