Hadits: Peringatan Keras bagi Pelanggar Hak Mahar, Utang, dan Amanah dalam Islam
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita kesempatan untuk kembali berkumpul dalam majelis ilmu ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga, dan sahabat beliau.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Dalam kehidupan bermasyarakat, kita sering menjumpai berbagai bentuk transaksi, baik dalam pernikahan maupun dalam urusan hutang-piutang. Namun, tidak sedikit yang melalaikan hak-hak yang seharusnya ditunaikan. Ada suami yang mengabaikan kewajiban mahar kepada istrinya, padahal mahar adalah hak seorang wanita yang telah Allah wajibkan. Demikian pula, ada orang yang berhutang dengan niat yang buruk—bukan untuk mengembalikannya, melainkan untuk menipu dan mengambil hak orang lain secara zalim.
Fenomena ini sangat memprihatinkan karena ketidakjujuran dalam menunaikan hak dan amanah memiliki konsekuensi yang berat di akhirat. Dalam hadits yang akan kita kaji hari ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan peringatan keras bagi mereka yang dengan sengaja menunda atau bahkan mengingkari kewajiban mereka dalam hal mahar dan hutang. Beliau menyatakan bahwa seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita tetapi dalam hatinya tidak berniat untuk memberikan maharnya, lalu ia meninggal dalam keadaan demikian, maka di akhirat kelak ia akan berhadapan dengan Allah dalam keadaan seperti seorang pezina. Begitu pula seseorang yang berhutang dengan niat menipu dan tidak mau mengembalikannya, maka ia akan dibangkitkan di hadapan Allah dalam keadaan seperti seorang pencuri.
Hadirin sekalian,
Kajian ini sangat penting karena membahas perkara yang berkaitan dengan amanah, kejujuran, dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Kita akan memahami betapa besar dampak dari kelalaian dalam menunaikan hak-hak orang lain, baik dalam urusan pernikahan maupun hutang-piutang. Selain itu, kita juga akan belajar bagaimana Islam mengatur keadilan dalam muamalah, sehingga kita dapat menjalani kehidupan dengan penuh keberkahan dan terhindar dari ancaman di akhirat.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbing kita untuk menjadi hamba-Nya yang amanah, bertanggung jawab, dan selalu menjaga hak sesama. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.
Mari kita simak haditsnya sebagai berikut:
-----
Dari Abdullah
bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أيُّما رَجُلٍ تَزَوَّجَ امْرَأَةً عَلَى مَا
قَلَّ مِنَ المَهْرِ أَوْ كَثُرَ، لَيْسَ فِي نَفْسِهِ أَنْ يُؤَدِّيَ إِلَيْهَا
حَقَّهَا؛ خَدَعَها، فَمَاتَ وَلَمْ يُؤَدِّ إِلَيْهَا حَقَّهَا؛ لَقِيَ اللَّـهَ
يَوْمَ القِيَامَةِ وَهُوَ زَانٍ، وَأَيُّما رَجُلٍ اسْتَدَانَ دَيْنًا لَا
يُرِيدُ أَنْ يُؤَدِّيَ إِلَى صَاحِبِهِ حَقَّهُ؛ خَدْعَةً حَتَّى أَخَذَ مَالَهُ،
فَمَاتَ وَلَمْ يَرُدَّ إِلَيْهِ دَيْنَهُ؛ لَقِيَ اللَّـهَ وَهُوَ سَارِقٌ
Barang siapa seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita dengan mahar yang sedikit atau banyak, namun dalam dirinya tidak berniat untuk memenuhi haknya; ia menipunya, lalu ia meninggal tanpa memenuhi hak wanita tersebut; maka ia akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat dalam keadaan sebagai seorang pezina. Dan barang siapa seorang laki-laki yang meminjam uang dan tidak berniat untuk membayar haknya kepada pemiliknya; ia menipunya hingga ia mengambil hartanya, lalu ia meninggal tanpa mengembalikan utangnya; maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan sebagai seorang pencuri
Shahih At-Targhib (1807)
Syarah Hadits
حثَّ الشَّرعُ الحَكيمُ المُسلِمينَ على
الوَفاءِ والصِّدْقِ في المُعامَلاتِ
Syariat yang bijaksana mendorong kaum muslimin untuk memenuhi janji dan berlaku
jujur dalam muamalah.
وبيَّنَ سُوءَ الخيانةِ وعَدَمَ أداءِ الحُقوقِ
لأهْلِها.
Dan menjelaskan buruknya pengkhianatan serta tidak menunaikan hak kepada yang
berhak.
وفي هذا الحَديثِ يقولُ النَّبيُّ صلَّى اللهُ
عليه وسلَّمَ:
Dalam hadis ini, Nabi ﷺ bersabda:
"أيُّما رَجُلٍ تَزوَّجَ امرأةً" بعَقدٍ
صَحيحٍ وأركانٍ كامِلةٍ،
"Siapa saja laki-laki yang menikahi seorang perempuan" dengan akad
yang sah dan rukun yang sempurna,
"على ما قَلَّ من المَهْرِ أو كَثُرَ"
فَرَضَهُ لها،
"baik dengan mahar yang sedikit maupun banyak," yang telah ia
tetapkan untuknya,
وجعَلَ جُزءًا منه أو كُلَّهُ مُؤخَّرًا بعدَ
أنْ دخَلَ بالمرأةِ،
dan ia menunda sebagian atau seluruhnya setelah ia berhubungan dengannya,
والمَهرُ: هو المالُ الَّذي يَجعَلُهُ
الرَّجُلُ للمَرأةِ بما استحلَّهُ من فَرجِها،
Dan mahar adalah harta yang diberikan oleh laki-laki kepada perempuan sebagai
konsekuensi dari dihalalkannya hubungan dengannya.
"ليس في نَفسِهِ أنْ يُؤدِّيَ إليها حَقَّها؛
خَدَعَها" بالتَّحايُلِ عليها أوَّلًا لِيَتِمَّ الزَّواجُ،
"Namun, ia tidak berniat untuk menunaikan haknya (mahar tersebut); ia
menipunya" dengan cara tipu daya terlebih dahulu agar pernikahan dapat
terjadi.
ثُمَّ إنَّه تَعمَّدَ وأخْفى في نَفسِهِ ألَّا
يُعطِيَها هذا المالَ الَّذي هو في الأصْلِ كالدَّينِ بتَملُّكِهِ للمرأةِ
والدُّخولِ عليها،
Kemudian, ia sengaja menyembunyikan dalam dirinya untuk tidak memberikan mahar
itu, yang pada hakikatnya adalah utang atas haknya setelah memiliki perempuan
tersebut dan berhubungan dengannya.
"فماتَ، ولم يُؤَدِّ إليها حَقَّها" من
المَهرِ الَّذي اتَّفَقَ عليه مع وَلِيِّها،
"Lalu ia meninggal, dan tidak menunaikan haknya" berupa mahar yang
telah disepakati dengan walinya,
"لَقِيَ اللهَ يَومَ القيامةِ وهو زانٍ"؛
"Maka ia akan bertemu Allah pada hari kiamat dalam keadaan seperti seorang
pezina;"
لأنَّه استحَلَّ فَرْجَ امرأتِهِ؛ ولم يُؤَدِّ
إليها حقَّها في المَهرِ،
Karena ia telah menghalalkan hubungan badan dengan istrinya, namun tidak
menunaikan haknya dalam bentuk mahar.
وهو من أحقِّ الشُّروطِ وأوْلاها بالوَفاءِ،
Padahal, mahar merupakan salah satu syarat yang paling layak untuk dipenuhi.
وقد قال النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ
في الحَديثِ المُتَّفقِ عليه:
Dan Nabi ﷺ bersabda dalam hadis yang disepakati:
"إنَّ أحقَّ الشُّروطِ أنْ يُوفَّى به ما
استَحْلَلْتُم به الفُروجَ"،
"Sesungguhnya syarat yang paling berhak untuk dipenuhi adalah yang dengan
itu kalian menghalalkan hubungan badan."
وقال تَعالى:
Dan Allah berfirman:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ
أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً
وَرَحْمَةً} [الروم:21]
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (QS. Ar-Rum: 21)
وهذه الخَديعةُ لا تَتَّفِقُ مع الوَفاءِ
والمَودَّةِ والرَّحْمَةِ، أمَّا الزَّوْجةُ فلا إثمَ عليها.
Penipuan semacam ini tidak sesuai dengan sikap menepati janji, kasih sayang,
dan rahmat. Adapun istri, ia tidak berdosa.
ثُمَّ قال النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ:
Kemudian Nabi ﷺ bersabda:
"وأيُّما رَجُلٍ استَدانَ دَينًا" بأنْ
أخَذَ مالًا من غَيرِهِ على سَبيلِ الدَّينِ،
"Siapa saja laki-laki yang berutang" dengan mengambil harta orang
lain dalam bentuk utang,
"لا يُريدُ أنْ يُؤدِّيَ إلى صاحِبِهِ حقَّهُ؛
خِدْعةً حتى أخَذَ مالَهُ"
"Namun ia tidak berniat untuk mengembalikan hak pemiliknya; ia menipu
hingga mendapatkan hartanya,"
"فماتَ، ولم يرُدَّ إليه دَينَهُ؛ لَقِيَ اللهَ
وهو سارِقٌ"؛
"Lalu ia meninggal dan tidak mengembalikan utangnya; maka ia akan bertemu
Allah dalam keadaan seperti seorang pencuri,"
لأنَّه أخَذَ المالَ بغَيرِ حقِّهِ، ولم
يرُدَّه إلى صاحِبِهِ مرَّةً أُخرى،
Karena ia telah mengambil harta tanpa hak dan tidak mengembalikannya kepada
pemiliknya.
وهذا يُشبِهُ فِعلَ السَّارِقِ، فكان جزاؤُهُ
أنَّه يُحشَرُ أمامَ اللهِ وهو سارِقٌ يَومَ القيامةِ.
Hal ini menyerupai perbuatan pencuri, sehingga balasannya adalah ia akan
dibangkitkan di hadapan Allah dalam keadaan seperti seorang pencuri pada hari
kiamat.
وقد روى النَّسائيُّ أنَّ النَّبيَّ صلَّى
اللهُ عليه وسلَّمَ قال:
Diriwayatkan oleh An-Nasa’i bahwa Nabi ﷺ bersabda:
"لو أنَّ رجُلًا قُتِلَ في سَبيلِ اللهِ، ثُمَّ
أُحْيِىَ، ثُمَّ قُتِلَ، ثُمَّ أُحْيِىَ، ثُمَّ قُتِلَ، وعليه دَينٌ، ما دخَلَ
الجَنَّةَ حتَّى يُقضَى عنه دَينُهُ".
"Seandainya seseorang terbunuh di jalan Allah, lalu dihidupkan kembali,
kemudian terbunuh lagi, lalu dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi, namun
ia memiliki utang, maka ia tidak akan masuk surga hingga utangnya
dilunasi."
وهذا كُلُّه من خيانةِ الأمانةِ، وأكْلِ
حُقوقِ النَّاسِ بالباطِلِ في الدُّنيا، فكانَ الجزاءُ غَليظًا عِندَ اللهِ
تَحْذيرًا من مِثلِ هذه الأفْعالِ.
Semua ini termasuk pengkhianatan amanah dan mengambil hak orang lain secara
batil di dunia, sehingga balasannya sangat berat di sisi Allah sebagai
peringatan dari perbuatan semacam ini.
Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/146888
Pelajaran dari Hadits ini
1. Pentingnya Kejujuran dan Amanah dalam Muamalah
- Syariat Islam menekankan kejujuran dan amanah dalam setiap transaksi dan perjanjian, baik dalam hubungan pernikahan maupun dalam urusan utang-piutang. Pengkhianatan atau ketidakjujuran dalam memenuhi hak orang lain adalah perbuatan tercela yang dikecam keras dalam Islam.
- Kejujuran merupakan salah satu sifat mulia yang harus dimiliki seorang muslim, terutama dalam akad yang melibatkan hak orang lain.
2. Hak Istri atas Mahar
- Mahar adalah hak mutlak istri yang harus ditunaikan oleh suami. Mahar disepakati sebagai syarat sahnya pernikahan. Penundaan pemberian mahar (baik sebagian maupun seluruhnya) hanya dibolehkan bila kedua pihak sepakat.
- Tidak menunaikan mahar dengan sengaja termasuk dosa besar. Jika seorang suami berniat menipu istrinya dengan tidak membayar mahar, lalu ia meninggal sebelum menunaikannya, maka ia akan dihadapkan kepada Allah seperti seorang pezina pada hari kiamat.
- Mahar adalah utang yang wajib dilunasi. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya syariat memandang hak-hak perempuan dalam pernikahan.
3. Konsekuensi Tidak Menunaikan Utang
- Utang harus dikembalikan. Barang siapa yang meminjam harta dengan niat tidak mengembalikannya, ia dianggap sebagai pengkhianat dan pelaku dosa besar.
- Jika seseorang meninggal sebelum melunasi utangnya, ia akan bertemu Allah dalam keadaan seperti seorang pencuri.
- Utang adalah tanggung jawab besar. Bahkan seorang syahid yang meninggal di jalan Allah tidak akan masuk surga sebelum utangnya dilunasi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memenuhi kewajiban terhadap hak-hak orang lain.
4. Bahaya Penipuan dalam Transaksi
- Penipuan dalam akad, baik pernikahan maupun utang-piutang, adalah dosa besar. Menipu untuk mendapatkan manfaat, seperti mahar dalam pernikahan atau uang dalam utang, tidak hanya mencemarkan nilai-nilai Islam, tetapi juga membawa konsekuensi berat di akhirat.
- Islam melarang keras tindakan mengambil hak orang lain secara batil, baik dengan cara menipu, berbohong, atau mengingkari janji.
5. Hakikat Mahar sebagai Bagian dari Kesepakatan Pernikahan
- Mahar adalah salah satu syarat yang paling utama untuk dipenuhi. Nabi ﷺ menyatakan bahwa syarat yang paling layak untuk dipenuhi adalah yang berkaitan dengan mahar karena ia digunakan untuk menghalalkan hubungan antara suami dan istri.
- Tidak menunaikan mahar dengan sengaja menunjukkan ketidakjujuran dan pengkhianatan terhadap akad nikah yang sakral.
6. Peringatan terhadap Khianat Amanah
- Pengkhianatan amanah sangat dikecam dalam Islam. Semua tindakan yang melibatkan pelanggaran hak orang lain, baik berupa harta, utang, atau mahar, akan mendapatkan balasan berat dari Allah di akhirat.
- Memakan hak orang lain secara batil, seperti menunda pembayaran utang tanpa alasan yang sah, adalah tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip Islam.
7. Konsep Kasih Sayang dalam Pernikahan
- Pernikahan seharusnya dibangun atas dasar kasih sayang, kejujuran, dan saling memenuhi hak. Penipuan dalam pernikahan, seperti tidak berniat memberikan mahar, bertentangan dengan nilai kasih dan rahmat yang dikehendaki Allah dalam hubungan suami-istri.
8. Hukum Dunia dan Akhirat
- Hadits ini menekankan bahwa hak-hak orang lain adalah tanggung jawab besar yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Tidak ada amalan ibadah, termasuk jihad di jalan Allah, yang dapat menggugurkan dosa akibat pelanggaran hak orang lain hingga hak tersebut dilunasi.
- Hukum akhirat jauh lebih berat bagi mereka yang mengabaikan kewajiban kepada sesama manusia dibandingkan hukuman di dunia.
9. Larangan Mencampur Kebatilan dengan Agama
- Penipuan dalam konteks agama, seperti menyalahgunakan akad nikah atau utang untuk kepentingan pribadi tanpa niat menunaikannya, adalah bentuk mencampur kebatilan dengan agama. Hal ini sangat dilarang karena dapat mencoreng kehormatan Islam.
10. Motivasi untuk Menunaikan Hak Sesama
- Hadits ini memberikan motivasi agar seorang muslim senantiasa berusaha menunaikan hak orang lain dengan baik dan tepat waktu. Hal ini adalah bagian dari karakter seorang mukmin sejati yang menjaga amanah.
- Ketakutan terhadap azab Allah dan balasan buruk di akhirat seharusnya menjadi pendorong utama untuk tidak menunda kewajiban kepada sesama.
Kesimpulan
Hadits ini mengajarkan kita pentingnya:
- Kejujuran dan amanah dalam pernikahan dan muamalah.
- Menunaikan hak-hak istri terutama terkait mahar.
- Menghindari penipuan dalam akad dan transaksi.
- Serius terhadap kewajiban utang, yang tidak bisa diabaikan baik di dunia maupun akhirat.
- Menjaga hubungan sesama manusia dalam kerangka keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab.
Ini semua menunjukkan keindahan Islam dalam menjaga hak-hak manusia dan memastikan keadilan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat.