Hadits: Perintah Menyegerakan Berbuka Puasa

 Bismillahirrahmanirrahim

الحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam, serta kesempatan untuk terus belajar dan memahami ajaran-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga hari kiamat.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Di tengah kehidupan kita saat ini, tidak sedikit kaum muslimin yang masih memiliki pemahaman yang keliru mengenai waktu berbuka puasa. Sebagian dari kita beranggapan bahwa semakin lama menunda berbuka, maka semakin besar pahala yang didapat. Bahkan ada yang beranggapan bahwa kehati-hatian dalam menunda berbuka adalah bagian dari sikap wara’ dan lebih utama dalam ibadah. Padahal, jika kita kembali kepada petunjuk Rasulullah ﷺ, justru sebaliknya: menyegerakan berbuka adalah bagian dari sunnah yang beliau ajarkan dan merupakan tanda kebaikan bagi umat ini.

Kajian kita hari ini akan membahas sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu, yang menggambarkan bagaimana Rasulullah ﷺ menegaskan pentingnya menyegerakan berbuka puasa. Hadits ini juga menunjukkan bagaimana sikap para sahabat ketika dihadapkan pada keraguan tentang masuknya waktu berbuka, serta bagaimana Rasulullah ﷺ membimbing mereka dengan kebijaksanaan dan hikmah.

Melalui kajian ini, kita akan memahami beberapa poin penting:

  1. Urgensi mengikuti sunnah Nabi ﷺ dalam berbuka puasa dan bagaimana hal ini berhubungan dengan ketaatan dalam beribadah.
  2. Kesalahan persepsi di masyarakat terkait waktu berbuka dan bagaimana hadits ini meluruskan kesalahpahaman tersebut.
  3. Hikmah syariat dalam menyegerakan berbuka, baik dari segi spiritual, kesehatan, maupun kemudahan bagi umat Islam.
  4. Prinsip dasar dalam menerima hukum syariat, yaitu bahwa ketetapan Allah dan Rasul-Nya lebih utama daripada sekadar pertimbangan akal dan perasaan manusia.

Semoga dengan kajian ini, kita semakin memahami pentingnya mengikuti petunjuk Rasulullah ﷺ dalam segala aspek ibadah, termasuk dalam hal berbuka puasa. Semoga ilmu yang kita dapatkan hari ini menjadi tambahan bekal dalam meningkatkan kualitas ibadah kita, serta menjadikan kita sebagai umat yang lebih sadar akan sunnah dan lebih mencintai ajaran Nabi ﷺ.

Mari kita simak kajian ini dengan penuh perhatian dan hati yang terbuka, agar kita mendapatkan manfaat dan keberkahan dari ilmu yang akan disampaikan. 

Dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا، وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا، وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ.

"Apabila malam telah datang dari sini, dan siang telah pergi dari sini, serta matahari telah terbenam, maka sungguh orang yang berpuasa telah berbuka."

HR Al-Bukhari (1954)


Hadits ke-2:

Dari Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ وَهُوَ صَائِمٌ، فَلَمَّا غَرَبَتِ الشَّمْسُ قَالَ لِبَعْضِ الْقَوْمِ: يَا فُلَانُ، قُمْ فَاجْدَحْ لَنَا، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَوْ أَمْسَيْتَ، قَالَ: انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَلَوْ أَمْسَيْتَ، قَالَ: انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا، قَالَ: إِنَّ عَلَيْكَ نَهَارًا، قَالَ: انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا، فَنَزَلَ فَجَدَحَ لَهُمْ، فَشَرِبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ مِنْ هَاهُنَا، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ.

Kami bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan, dan beliau sedang berpuasa. Ketika matahari telah terbenam, beliau berkata kepada salah seorang dari kami,

يَا فُلَانُ، قُمْ فَاجْدَحْ لَنَا

'Wahai Fulan, bangunlah dan siapkan minuman untuk kami.'

Orang itu berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَوْ أَمْسَيْتَ،

'Wahai Rasulullah, seandainya engkau menunggu hingga petang benar-benar tiba.'

Beliau bersabda,

انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا

'Turunlah dan siapkan minuman untuk kami.'

Orang itu kembali berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَلَوْ أَمْسَيْتَ

'Wahai Rasulullah, seandainya engkau menunggu hingga petang benar-benar tiba.'

Beliau tetap bersabda,

انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا

'Turunlah dan siapkan minuman untuk kami.'

Orang itu berkata,

إِنَّ عَلَيْكَ نَهَارًا

'Sesungguhnya masih ada waktu siang.'

Namun, Rasulullah tetap bersabda,

انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا

'Turunlah dan siapkan minuman untuk kami.'

 

Akhirnya, orang itu turun dan menyiapkan minuman untuk mereka. Rasulullah pun meminumnya, lalu beliau bersabda,

إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ مِنْ هَاهُنَا، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ

'Jika kalian melihat malam telah datang dari sini, maka sungguh orang yang berpuasa telah berbuka.

 

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/21507


Syarah Hadits


مِنَ المَعْلُومِ
Sudah diketahui

أَنَّ الخَيْرَ كُلَّ الخَيْرِ فِي اتِّبَاعِ هَدْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Bahwa seluruh kebaikan terdapat dalam mengikuti petunjuk Nabi

وَالشَّرَّ كُلَّ الشَّرِّ يَأْتِي مِنَ الِابْتِدَاعِ فِي الدِّينِ
Dan seluruh keburukan datang dari mengada-adakan perkara baru dalam agama (bid’ah)

وَلَمَّا كَانَ الصِّيَامُ مِنْ أَجَلِّ العِبَادَاتِ وَأَعْظَمِ القُرُبَاتِ
Dan karena puasa termasuk ibadah yang paling mulia dan amalan pendekatan diri (kepada Allah) yang paling agung

كَانَ لِزَامًا عَلَى المُسْلِمِ أَنْ يَلْتَزِمَ هَدْيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهِ
Maka wajib bagi seorang Muslim untuk berpegang teguh pada petunjuk Nabi dalam hal ini

الَّذِي حَثَّ عَلَى تَعْجِيلِ الفِطْرِ
Yang telah menganjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa


وَفِي هَذَا الحَدِيثِ
Dan dalam hadits ini

يَرْوِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أَوْفَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan

أَنَّهُمْ كَانُوا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ
Bahwa mereka bersama Nabi dalam suatu perjalanan

وَكَانَ صَائِمًا
Dan beliau sedang berpuasa

فَلَمَّا غَرَبَتِ الشَّمْسُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا
Maka ketika matahari terbenam, Nabi memerintahkan seseorang

أَنْ يَجْدَحَ لَهُمْ
Agar mencampurkan (minuman) untuk mereka

-بِأَنْ يَخْلِطَ الشَّعِيرَ المَدْقُوقَ أَوِ الدَّقِيقَ بِاللَّبَنِ أَوِ المَاءِ-
(Dengan mencampurkan gandum yang ditumbuk atau tepung dengan susu atau air)

وَذَلِكَ لِيُفْطِرُوا عَلَيْهِ
Agar mereka berbuka dengannya

فَظَنَّ الرَّجُلُ أَنَّ وَقْتَ الإِفْطَارِ لَمْ يَجِئْ بَعْدُ
Maka orang itu mengira bahwa waktu berbuka belum tiba

فَقَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Maka ia berkata kepada Nabi

يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَوْ أَخَّرْتَ الإِفْطَارَ قَلِيلًا
Wahai Rasulullah, seandainya engkau menunda berbuka sejenak

لِلتَّأَكُّدِ مِنْ دُخُولِ وَقْتِ الغُرُوبِ
Untuk memastikan bahwa waktu tenggelamnya matahari telah benar-benar masuk

فَكَرَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْرَهُ
Maka Nabi mengulangi perintahnya

وَقَالَ لَهُ: قُمْ فَاجْدَحْ لَنَا
Dan bersabda kepadanya: "Berdirilah dan campurkanlah (minuman) untuk kami"

وَكَرَّرَ الرَّجُلُ إِجَابَتَهُ
Tetapi orang itu mengulangi jawabannya

وَفِي المَرَّةِ الثَّالِثَةِ قَالَ لَهُ الرَّجُلُ: إِنَّ عَلَيْكَ نَهَارًا
Dan pada kali ketiga, orang itu berkata kepadanya: "Masih ada siang"

فَلَمْ نَزَلْ فِي وَقْتِ النَّهَارِ وَلَمْ تَغْرُبِ الشَّمْسُ
Maka kami masih dalam waktu siang dan matahari belum terbenam

لِتَوَهُّمِهِ أَنَّ ذَلِكَ الضَّوْءَ الَّذِي يَرَاهُ مِنَ النَّهَارِ الَّذِي يَجِبُ صَوْمُهُ
Karena ia menyangka bahwa cahaya yang masih terlihat itu adalah bagian dari siang yang wajib berpuasa

وَلَعَلَّهُ رَأَى كَثْرَةَ الضَّوْءِ مِنْ شِدَّةِ الصَّحْوِ
Mungkin ia melihat cahaya yang masih banyak karena cuaca yang sangat cerah

فَظَنَّ أَنَّ الشَّمْسَ لَمْ تَغْرُبْ
Maka ia mengira matahari belum terbenam

أَوْ غَطَّاهَا نَحْوُ جَبَلٍ
Atau matahari tertutup sesuatu seperti gunung

أَوْ كَانَ هُنَاكَ غَيْمٌ، فَلَمْ يَتَحَقَّقِ الغُرُوبُ
Atau ada awan, sehingga ia tidak bisa memastikan tenggelamnya matahari

وَفِي المَرَّةِ الرَّابِعَةِ فَعَلَ الرَّجُلُ مَا أَمَرَهُ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan pada kali keempat, orang itu melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi

فَشَرِبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Maka Nabi pun meminum (minuman tersebut)

ثُمَّ أَخْبَرَهُمْ وَعَلَّمَهُمْ
Kemudian beliau memberitahu dan mengajarkan mereka

أَنَّهُ إِذَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ وَدَخَلَ اللَّيْلُ مِنْ جِهَةِ المَشْرِقِ
Bahwa ketika matahari telah terbenam dan malam mulai masuk dari arah timur

فَقَدْ حَلَّ وَقْتُ الفِطْرِ لِلصَّائِمِ
Maka telah tiba waktu berbuka bagi orang yang berpuasa

وَبِهَذَا يَكُونُ تَعْجِيلُ الفِطْرِ عِنْدَ تَحَقُّقِ غُرُوبِ الشَّمْسِ مُبَاشَرَةً
Dengan ini, menyegerakan berbuka puasa langsung setelah memastikan matahari terbenam

وَفِي الحَدِيثِ:

Dalam hadits ini terdapat pelajaran: 

تَذْكِيرُ العَالِمِ بِمَا يُخْشَى أَنْ يَكُونَ نَسِيَهُ
1. Seorang alim (ulama) perlu diingatkan jika ia dikhawatirkan lupa

وَأَنَّ العَقْلَ لَا يَقْضِي عَلَى الشَّرْعِ
2. Dan bahwa akal tidak boleh mengalahkan syariat

دُخُولُ وَقْتِ الْإِفْطَارِ بِغُرُوبِ الشَّمْسِ، وَإِنْ كَانَ ضِيَاءُ النَّهَارِ بَاقِيًا.

3. Masuknya waktu berbuka puasa ditandai dengan terbenamnya matahari, meskipun cahaya siang masih tersisa.

اِسْتِحْبَابُ تَعْجِيلِ الْفِطْرِ، إِذَا تَحَقَّقَ غُرُوبُ الشَّمْسِ.

4. Disunnahkan untuk menyegerakan berbuka puasa apabila telah dipastikan matahari telah terbenam.

لَابُدَّ مِنْ وُجُودِ إِقْبَالِ اللَّيْلِ الَّذِي يُقَارِنُهُ إِدْبَارُ النَّهَارِ لِلْإِفْطَارِ، أَمَّا لَوْ وَقَعَتِ الظُّلْمَةُ لِسَبَبٍ يَنْدُرُ وُقُوعُهُ فَإِنَّهُ لَا يَكُونُ مُفْطِرًا بِذَلِكَ.

5. Harus ada tanda masuknya malam yang disertai dengan perginya siang untuk diperbolehkan berbuka puasa. Adapun jika kegelapan terjadi karena sebab yang jarang terjadi, maka hal itu tidak menjadi tanda berbuka puasa.


Pelajaran dari Hadits ini


 

1. Keutamaan Mengikuti Sunnah dalam Ibadah

Hadits ini menegaskan bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah ﷺ. Dalam ibadah, termasuk puasa, seorang Muslim harus mengikuti tuntunan Nabi ﷺ dan tidak melakukan bid’ah atau tambahan yang tidak diajarkan dalam syariat.

2. Anjuran untuk Menyegerakan Berbuka Puasa

Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk segera berbuka puasa setelah matahari terbenam. Hal ini menunjukkan bahwa menyegerakan berbuka merupakan sunnah dan termasuk dalam bentuk ketaatan kepada perintah Rasulullah ﷺ.

3. Tidak Menambah Waktu Siang dengan Malam

Islam mengajarkan bahwa batas siang dan malam telah ditentukan secara jelas. Jika seseorang menunda berbuka dengan alasan kehati-hatian berlebihan, maka hal itu dapat menyebabkan penambahan waktu puasa yang tidak disyariatkan, yang berlawanan dengan ajaran Nabi ﷺ.

4. Mentaati Perintah Nabi Tanpa Keraguan

Dalam hadits ini, seorang sahabat masih ragu untuk menyegerakan berbuka, sehingga Nabi ﷺ mengulangi perintahnya beberapa kali. Ini menunjukkan bahwa perintah Rasulullah ﷺ harus diikuti tanpa ragu-ragu, karena berasal dari wahyu Allah.

5. Keutamaan Mengikuti Ketentuan Syariat Dibandingkan Logika Pribadi

Sahabat yang diperintahkan untuk menyiapkan minuman berbuka awalnya ragu karena masih melihat cahaya di langit. Namun, Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa syariat lebih utama daripada dugaan pribadi. Ini mengajarkan bahwa dalam ibadah, syariat harus didahulukan daripada akal dan dugaan manusia.

6. Kebolehan Puasa dalam Perjalanan Jika Tidak Memberatkan

Hadits ini juga menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ tetap berpuasa saat safar (perjalanan), yang menandakan kebolehan berpuasa dalam perjalanan bagi yang tidak merasa kesulitan.

7. Toleransi dalam Perbedaan Pilihan antara Puasa dan Berbuka Saat Safar

Hadits ini tidak menunjukkan adanya celaan bagi orang yang berpuasa dalam perjalanan. Ini menunjukkan bahwa seseorang boleh memilih antara berpuasa atau berbuka saat safar, sesuai dengan kemampuannya.

8. Menyampaikan Ilmu dengan Berulang Kali Jika Diperlukan

Nabi ﷺ mengulangi perintahnya hingga tiga kali. Ini menunjukkan metode pengajaran dalam Islam, yaitu menyampaikan perintah atau ilmu dengan pengulangan agar lebih mudah dipahami dan diingat oleh orang yang diajari.

9. Ilmu dan Pengajaran Harus Berdasarkan Dalil, Bukan Sekadar Perasaan

Sahabat yang awalnya ragu ingin menunda berbuka karena melihat masih ada cahaya di langit. Namun, Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa hukum berbuka puasa ditentukan oleh tenggelamnya matahari, bukan perasaan atau perkiraan. Ini mengajarkan bahwa hukum Islam harus berdasar dalil, bukan sekadar perasaan atau spekulasi pribadi.

10. Menyegerakan Berbuka sebagai Bentuk Syukur kepada Allah

Menyegerakan berbuka bukan hanya memudahkan orang yang berpuasa, tetapi juga merupakan bentuk ketaatan dan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah.

11. Menjaga Kesehatan dan Mengambil Keringanan dalam Ibadah

Hadits ini juga menunjukkan bahwa Islam tidak menghendaki kesulitan dalam beribadah. Dengan menyegerakan berbuka, tubuh mendapatkan energi lebih cepat, sehingga dapat menjaga kesehatan dan kekuatan dalam menjalankan ibadah lainnya.

12. Adab dalam Bertanya dan Berdialog dengan Ulama atau Pemimpin

Sahabat dalam hadits ini awalnya ragu dan menyampaikan pendapatnya kepada Nabi ﷺ, namun setelah perintah ditegaskan beberapa kali, ia mengikuti perintah tersebut. Ini menunjukkan adab dalam berdialog, yaitu mendengarkan dengan baik dan menaati perintah ulama atau pemimpin dalam perkara yang sudah jelas hukumnya.

 


Penutup Kajian


Hadirin yang dirahmati Allah,

Setelah kita mengkaji hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu, ada beberapa poin penting yang dapat kita simpulkan dari pembahasan kita hari ini:

  1. Menyegerakan berbuka puasa adalah sunnah Rasulullah ﷺ yang harus kita amalkan. Ini menunjukkan ketaatan kita dalam mengikuti petunjuk beliau dan bagian dari tanda kebaikan dalam umat Islam.
  2. Kesalahan dalam menunda berbuka karena alasan kehati-hatian atau menganggapnya sebagai bentuk keutamaan ibadah harus kita luruskan. Justru yang utama adalah mengikuti ketetapan syariat, yaitu berbuka segera setelah matahari terbenam.
  3. Syariat Islam dibangun di atas kemudahan dan kasih sayang, bukan pada kesulitan dan beban yang tidak diperlukan. Menyegerakan berbuka bukan hanya bernilai ibadah, tetapi juga memiliki manfaat kesehatan dan kemudahan bagi orang yang berpuasa.
  4. Ketaatan kepada perintah syariat lebih utama daripada sekadar pertimbangan akal dan perasaan. Rasulullah ﷺ telah mengajarkan bahwa hukum Allah lebih tinggi daripada sekadar persepsi manusia.

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Setelah mengikuti kajian ini, mari kita tanamkan dalam diri kita komitmen untuk lebih berpegang teguh pada sunnah Rasulullah ﷺ, termasuk dalam hal berbuka puasa. Mari kita amalkan ajaran ini dengan penuh keimanan, karena setiap langkah yang sesuai dengan sunnah pasti membawa keberkahan dan kebaikan dalam hidup kita.

Saya juga berpesan kepada diri saya sendiri dan kepada seluruh hadirin agar senantiasa berusaha memahami Islam dengan ilmu yang benar, bukan hanya sekadar ikut-ikutan atau berdasarkan kebiasaan masyarakat yang belum tentu sesuai dengan syariat. Kajian seperti ini adalah bagian dari upaya kita untuk meluruskan pemahaman dan mengamalkan Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ.

Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang senantiasa berpegang teguh pada petunjuk-Nya, mencintai sunnah Nabi-Nya, dan istiqamah dalam menjalankan ketaatan. Semoga ilmu yang kita peroleh hari ini bermanfaat dan menjadi bekal bagi kita dalam menjalani ibadah dengan lebih baik.

Mari kita tutup kajian ini dengan membaca doa kafaratul majelis:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers