Kajian Muamalah: Menghindari Bunga Riba dan Cara Menyalurkan Uang Haram

 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِيٓ أَحَلَّ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰٓ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، أَمَّا بَعْدُ: 

Segala puji bagi Allah yang menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau, keluarga beliau, serta seluruh sahabat beliau. Amma ba'du:

Hadirin yang dirahmati Allah,

Kita hidup di zaman yang penuh dengan tantangan, terutama dalam urusan ekonomi. Saat ini, sistem keuangan global hampir seluruhnya didominasi oleh sistem riba. Banyak masyarakat Muslim yang tanpa sadar atau terpaksa terjerumus dalam transaksi yang mengandung bunga bank, baik dalam tabungan, pinjaman, maupun investasi.

Banyak di antara kita yang bertanya:

Bagaimana jika saya tidak punya pilihan selain menyimpan uang di bank konvensional?

Bagaimana dengan bunga yang diberikan bank, apakah boleh digunakan?

Jika tidak boleh, apa yang harus dilakukan dengan uang tersebut?

Ini bukan hanya masalah individu, tetapi masalah umat. Jika umat Islam tidak memahami hukum riba dan bagaimana menyikapi bunga bank, maka kita akan terus terjebak dalam sistem yang merugikan dunia dan akhirat kita. Allah telah berfirman dengan tegas:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا ٱتَّقُوا ٱللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ۝ فَإِن لَّمْ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِ

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu benar-benar beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu." (QS. Al-Baqarah: 278-279)

Ayat ini bukan hanya menunjukkan haramnya riba, tetapi juga menggambarkan betapa besar ancamannya. Bahkan Allah mengumumkan perang bagi siapa saja yang masih bertransaksi dengan riba. Maka, jika kita benar-benar beriman, kita harus mencari jalan keluar agar tidak terjerumus ke dalamnya.

Karena itu, dalam kajian ini kita akan membahas:

  1. Mengapa riba diharamkan dalam Islam?

  2. Bagaimana menyikapi bunga bank yang terlanjur diterima?

  3. Apa solusi terbaik dalam menghindari sistem riba?

Kajian ini bukan sekadar teori, tetapi juga memberikan solusi praktis yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga dengan memahami materi ini, kita bisa menjaga harta kita dari hal yang haram dan mendapatkan keberkahan dari Allah ﷻ.

Mari kita simak pembahasannya dengan penuh perhatian, mudah-mudahan Allah memberikan taufik dan hidayah kepada kita semua. آمِينَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.

 


Materi Kajian


التَّخَلُّصُ مِنَ الفَوَائِدِ الرِّبَوِيَّةِ

إِنَّ الرِّبَا مِنْ أَكْبَرِ المُحَرَّمَاتِ وَقَدْ قَامَتِ الأَدِلَّةُ الصَّرِيحَةُ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ الرَّسُولِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَلَى تَحْرِيمِهِ كَمَا سَبَقَ، وَالأَصْلُ أَنَّهُ يُحَرَّمُ عَلَى المُسْلِمِ أَنْ يَضَعَ أَمْوَالَهُ فِي البُنُوكِ الرِّبَوِيَّةِ اِبْتِدَاءً إِلَّا عِنْدَ الضَّرُورَةِ، فَإِذَا حَصَلَ وَوَضَعَ أَمْوَالَهُ فِي البَنْكِ الرِّبَوِيِّ وَأَعْطَاهُ البَنْكُ الرِّبَوِيُّ مَا يُسَمُّونَهُ بِالفَائِدَةِ وَهُوَ الرِّبَا حَقِيقَةً وَفِعْلًا فَإِنَّ أَمَامَهُ عِدَّةَ اِحْتِمَالَاتٍ لِيَتَصَرَّفَ بِهَذَا المَالِ كَمَا قَرَّرَ ذَلِكَ بَعْضُ الفُقَهَاءِ المُعَاصِرِينَ:

أَوَّلًا: أَنْ يُنْفِقَ هَذَا المَالَ عَلَى نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ وَفِي شُؤُونِهِ الخَاصَّةِ.

ثَانِيًا: أَنْ يَتْرُكَ هَذَا المَالَ لِلبَنْكِ.

ثَالِثًا: أَنْ يَأْخُذَ هَذَا المَالَ وَيُتْلِفَهُ لِيَتَخَلَّصَ مِنْهُ.

رَابِعًا: أَنْ يَأْخُذَهُ وَيَصْرِفَهُ فِي مَصَارِفِ الخَيْرِ المُخْتَلِفَةِ لِلْفُقَرَاءِ وَالمَسَاكِينِ وَالمُؤَسَّسَاتِ الخَيْرِيَّةِ.

هَذِهِ هِيَ الاِحْتِمَالَاتُ الأَرْبَعَةُ القَائِمَةُ فِي هَذِهِ المَسْأَلَةِ وَنُرِيدُ أَنْ نُنَاقِشَهَا وَاحِدًا تِلْوَ الآخَرِ.

أَمَّا الخِيَارُ الأَوَّلُ وَهُوَ أَنْ يَأْخُذَ هَذَا المَالَ الحَرَامَ - الفَائِدَةَ - مِنَ البَنْكِ وَيُنْفِقَهُ عَلَى نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ وَشُؤُونِهِ الخَاصَّةِ فَهَذَا أَمْرٌ مُحَرَّمٌ شَرْعًا بِنَصِّ كِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لِأَنَّهُ إِنْ أَخَذَهُ وَأَنْفَقَهُ عَلَى نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ يَكُونُ قَدِ اسْتَحَلَّ الرِّبَا المُحَرَّمَ، يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {وَأَحَلَّ اللَّهُ البَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا} وَيَقُولُ أَيْضًا: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ}.

وَأَمَّا الخِيَارُ الثَّانِي الَّذِي مُفَادُهُ أَنْ تُتْرَكَ الفَائِدَةُ لِلبُنُوكِ فَإِنَّهُ مَهْمَا اعْتَبَرَهُ بَعْضُ النَّاسِ اِقْتِضَاءَ التَّقْوَى وَمُوَافَقَةَ حُكْمِ الشَّرْعِ وَمَهْمَا تَرَجَّحَ هَذَا الرَّأْيُ لَدَيْهِمْ لَا يَشُكُّ فِي تَحْرِيمِ ذَلِكَ مَنْ لَهُ أَدْنَى مَعْرِفَةٍ بِنِظَامِ البُنُوكِ الرِّبَوِيَّةِ وَخَاصَّةً بُنُوكِ أُورُوبَّا وَأَمِيرِكَا حَيْثُ تَقُومُ هَذِهِ البُنُوكُ بِتَوْزِيعِ تِلْكَ الأَمْوَالِ عَلَى جَمْعِيَّاتٍ مُعَادِيَةٍ لِلْإِسْلَامِ وَالمُسْلِمِينَ.

لِذَلِكَ فَإِنَّ إِبْقَاءَ الفَوَائِدِ لِلبُنُوكِ الرِّبَوِيَّةِ حَرَامٌ وَلَا يَجُوزُ شَرْعًا، قَالَ د. يُوسُف القَرْضَاوِيُّ: [وَالخُلَاصَةُ أَنَّ تَرْكَ الفَوَائِدِ لِلبُنُوكِ وَبِخَاصَّةٍ الأَجْنَبِيِّ حَرَامٌ بِيَقِينٍ وَقَدْ صَدَرَ ذَلِكَ عَنْ أَكْثَرَ مِنْ مَجْمَعٍ وَخُصُوصًا مُؤْتَمَرُ المَصَارِفِ الإِسْلَامِيَّةِ الثَّانِي فِي الكُوَيْتِ] فَتَاوَى مُعَاصِرَةٌ ٢/ ٤١٠.

وَأَمَّا الخِيَارُ الثَّالِثُ وَهُوَ إِتْلَافُ تِلْكَ الأَمْوَالِ فَلَا يَقُولُ بِهِ عَاقِلٌ لِأَنَّ المَالَ نِعْمَةٌ مِنَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَلَيْسَ بِنَجِسٍ بِنَفْسِهِ وَإِنَّمَا يَخْبُثُ المَالُ إِذَا كَسَبَهُ بِطَرِيقٍ حَرَامٍ فَإِتْلَافُهُ إِهْدَارٌ لِنِعْمَةِ اللَّهِ.

فَإِذَا بَطَلَتِ الخِيَارَاتُ الثَّلَاثَةُ وَبَقِيَ الخِيَارُ الرَّابِعُ وَهُوَ أَخْذُ المَالِ مِنَ البَنْكِ وَتَوْزِيعُهُ عَلَى الفُقَرَاءِ وَالمَسَاكِينِ وَجِهَاتِ الخَيْرِ الأُخْرَى وَهَذَا شَأْنُ كُلِّ مَالٍ حَرَامٍ يَحُوزُهُ المُسْلِمُ فَيَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِهِ.

وَبِهَذَا يَظْهَرُ لَنَا أَنَّ المَصْرِفَ الوَحِيدَ لِهَذِهِ الأَمْوَالِ - الفَوَائِدِ - هُوَ التَّصَدُّقُ بِهَا، وَقَدْ قَالَ بِهَذَا القَوْلِ عَدَدٌ مِنَ الفُقَهَاءِ المُعَاصِرِينَ فِي مُؤْتَمَرٍ عُقِدَ سَنَةَ ١٩٧٩م وَشَارَكَ فِيهِ عَدَدٌ مِنَ العُلَمَاءِ المُسْلِمِينَ المُعَاصِرِينَ وَهُوَ قَوْلٌ سَدِيدٌ وَفِقْهٌ حَسَنٌ وَبِهِ أَقُولُ.


Maraji: https://shamela.ws/book/9289/134

 

Sesungguhnya riba adalah salah satu dari dosa besar yang diharamkan, dan telah terdapat dalil-dalil tegas dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah yang menunjukkan keharamannya, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. 

Pada dasarnya, haram bagi seorang Muslim untuk menaruh hartanya di bank konvensional sejak awal, kecuali dalam keadaan darurat. Jika ia terpaksa menaruh hartanya di bank konvensional dan bank tersebut memberinya apa yang mereka sebut sebagai "bunga"—yang sebenarnya adalah riba—maka ada beberapa kemungkinan cara yang dapat dilakukan untuk menangani uang tersebut, sebagaimana telah diputuskan oleh sebagian ulama kontemporer:

1.    Menggunakannya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

2.    Meninggalkannya di bank.

3.    Mengambilnya lalu membuangnya agar terhindar darinya.

4.    Mengambilnya lalu menyalurkannya ke lembaga amal, fakir miskin, dan tujuan kebajikan lainnya.

Inilah empat kemungkinan yang ada dalam masalah ini, dan kita akan membahasnya satu per satu.

1. Menggunakan Uang Haram untuk Kepentingan Pribadi

Pilihan pertama, yaitu mengambil uang haram (bunga) dari bank lalu menggunakannya untuk dirinya sendiri, keluarganya, dan kebutuhan pribadinya, adalah sesuatu yang diharamkan secara syar’i berdasarkan nash dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah . Sebab, jika ia mengambilnya dan menggunakannya, maka ia telah menghalalkan riba yang diharamkan. Allah Ta'ala berfirman:

وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟

"Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)

Allah juga berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا ٱتَّقُوا ٱللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu benar-benar beriman." (QS. Al-Baqarah: 278)

2. Meninggalkan Uang Riba di Bank

Pilihan kedua, yaitu meninggalkan uang riba di bank, meskipun dianggap sebagai sikap wara’ (kehati-hatian) oleh sebagian orang dan sejalan dengan hukum syariat, namun orang yang memiliki sedikit pengetahuan tentang sistem bank konvensional akan mengetahui bahwa hal ini tetap tidak diperbolehkan. Sebab, bank-bank di Eropa dan Amerika sering menyalurkan dana tersebut ke organisasi yang memusuhi Islam dan umat Muslim.

Oleh karena itu, membiarkan bunga tetap berada di bank adalah haram dan tidak diperbolehkan secara syar’i. Dr. Yusuf Al-Qaradawi berkata:

"Kesimpulannya, meninggalkan bunga di bank, terutama bank asing, adalah haram secara pasti. Hal ini telah disepakati oleh lebih dari satu majelis fatwa, terutama dalam Konferensi Perbankan Islam kedua di Kuwait." (Fatāwā Mu'āṣirah, 2/410)

Seorang ulama India juga menyebutkan bahwa bunga yang ditinggalkan umat Islam di bank konvensional di India digunakan untuk membangun gereja dan mendanai misi penyebaran agama lain. (Lihat Qadhaya Fiqhiyyah Mu'āṣirah, hlm. 24)

3. Menghancurkan atau Membakar Uang Riba

Pilihan ketiga, yaitu menghancurkan atau membakar uang riba, tidaklah masuk akal. Sebab, harta adalah nikmat dari Allah, dan pada dasarnya bukan najis secara zatnya, melainkan menjadi buruk karena diperoleh dengan cara yang haram. Menghancurkannya berarti menyia-nyiakan nikmat Allah.

Syaikh Mustafa Az-Zarqa berkata:

"Harta tidak bersalah hingga harus dihukum mati. Menghancurkannya adalah bentuk penyia-nyiaan nikmat Allah, dan ini adalah tindakan bodoh. Sedangkan syariat Islam seluruhnya adalah hikmah karena pembuat hukumnya adalah Yang Maha Bijaksana."

4. Menyalurkan Uang Riba untuk Kepentingan Sosial

Jika tiga pilihan sebelumnya tidak dapat diterima, maka pilihan yang tersisa adalah mengambil uang tersebut dari bank dan menyalurkannya kepada fakir miskin serta berbagai lembaga sosial. Hal ini juga berlaku untuk setiap harta haram yang telah terlanjur dimiliki oleh seorang Muslim, di mana ia wajib menyedekahkannya.

Hujjatul Islam Al-Ghazali menjelaskan tentang menyalurkan harta haram sebagai berikut:

"Jika ada yang bertanya, 'Apa dalil kebolehan menyedekahkan harta yang haram? Bagaimana mungkin seseorang menyedekahkan sesuatu yang bukan miliknya?' Sebagian ulama berpendapat bahwa hal ini tidak boleh karena harta tersebut haram. Fudhail bin Iyadh pernah menemukan dua dirham yang berasal dari sumber yang tidak halal, lalu ia melemparkannya ke sela-sela batu dan berkata: 'Aku hanya bersedekah dengan sesuatu yang baik, dan aku tidak akan merelakan untuk orang lain sesuatu yang aku sendiri tidak rela memilikinya.' Namun, kami lebih memilih pendapat yang berbeda berdasarkan hadis, atsar, dan qiyas."

Dari sisi hadis, Rasulullah pernah memerintahkan agar daging kambing yang haram diberikan kepada para tawanan:

أَطْعِمُوهَا الأَسَارَى

"Berikanlah daging itu kepada para tawanan." (HR. Ahmad, dengan sanad yang baik menurut Al-Hafizh Al-Iraqi)

Dari sisi qiyas, harta haram lebih baik disalurkan kepada fakir miskin daripada dibuang sia-sia. Jika uang tersebut dibuang ke laut, maka manfaatnya lenyap, baik bagi pemilik aslinya maupun bagi orang lain. Namun, jika diberikan kepada fakir miskin, maka si pemilik harta tetap mendapat doa dari mereka, dan kebutuhan fakir miskin pun terpenuhi.

Kesimpulannya, satu-satunya pilihan yang benar dalam menangani bunga bank adalah dengan menyalurkannya kepada fakir miskin dan lembaga amal. Hal ini juga telah diputuskan oleh banyak ulama dalam konferensi tahun 1979 yang dihadiri oleh para ulama Muslim kontemporer. Pendapat ini adalah pilihan yang tepat dan keputusan fikih yang bijak, dan saya pun berpendapat demikian.

 


Pelajaran dari Kajian ini


 

1. Kejelasan Hukum Riba dalam Islam

  • Riba merupakan salah satu dosa besar yang diharamkan dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.

  • Dalil tegas yang mengharamkan riba terdapat dalam firman Allah:

    وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟

    "Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)

    يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا ٱتَّقُوا ٱللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

    "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu benar-benar beriman." (QS. Al-Baqarah: 278)

  • Hadis Nabi ﷺ juga melarang riba dengan sangat keras, bahkan menggolongkannya sebagai dosa besar yang lebih buruk dari zina.


2. Hukum Menyimpan Uang di Bank Konvensional

  • Pada dasarnya, seorang Muslim tidak diperbolehkan menyimpan uang di bank konvensional karena sistemnya berbasis riba.
  • Namun, jika dalam keadaan darurat (misalnya karena tidak ada pilihan lain), maka menyimpan uang di bank dibolehkan tetapi harus dengan niat menghindari riba dan tidak mengambil manfaat dari bunga yang diberikan bank.

3. Cara Menyikapi Bunga Bank yang Terlanjur Diterima

Ada empat pilihan dalam menangani bunga bank yang sudah terlanjur diterima, dan hukum masing-masing adalah sebagai berikut:

a. Menggunakan untuk Kepentingan Pribadi (Haram)

  • Menggunakan bunga bank untuk kebutuhan pribadi atau keluarga diharamkan karena sama saja dengan menghalalkan riba yang sudah dilarang dalam Islam.
  • Allah jelas mengharamkan riba, sehingga menggunakannya untuk diri sendiri termasuk dalam perbuatan yang dilarang.

b. Meninggalkan Uang Bunga di Bank (Tidak Diperbolehkan)

  • Meninggalkan bunga di bank bukan solusi karena bank akan menggunakan uang tersebut untuk kepentingan yang bisa merugikan umat Islam, seperti mendanai misi penyebaran agama lain atau proyek yang bertentangan dengan Islam.
  • Fatwa ulama menyatakan bahwa meninggalkan bunga di bank justru memperkuat sistem riba, sehingga tidak diperbolehkan.

c. Menghancurkan atau Membakar Uang Bunga (Tidak Dibenarkan)

  • Uang adalah nikmat dari Allah, dan zatnya tidak najis. Yang membuatnya haram adalah cara perolehannya.
  • Menghancurkan uang berarti menyia-nyiakan nikmat Allah, dan ini tidak dibenarkan dalam Islam.

d. Menyalurkan Uang Bunga untuk Amal (Dianjurkan)

  • Satu-satunya cara yang benar adalah menyalurkan bunga bank untuk kepentingan sosial, seperti:
    • Memberikan kepada fakir miskin.
    • Menyumbangkan ke lembaga amal atau sosial.
    • Menggunakannya untuk kepentingan umum seperti pembangunan jalan atau fasilitas publik.
  • Pendapat ini didukung oleh banyak ulama dan lembaga fatwa, serta berdasarkan contoh dari Nabi ﷺ yang memerintahkan agar harta haram disalurkan untuk kepentingan fakir miskin.

4. Prinsip dalam Mengelola Harta Haram

  • Islam mengajarkan bahwa harta haram tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, tetapi harus dikeluarkan dan disalurkan ke tempat yang lebih baik.
  • Menyumbangkan harta haram bukan untuk mendapatkan pahala, tetapi sebagai bentuk pembersihan diri dari harta yang tidak halal.
  • Jika seseorang miskin, maka ia boleh menggunakan bunga bank untuk kebutuhan dasar, tetapi tidak untuk memperkaya diri sendiri.

5. Pentingnya Berhati-hati dalam Urusan Keuangan

  • Seorang Muslim harus berusaha menjaga hartanya dari unsur riba dengan memilih sistem keuangan yang berbasis syariah.
  • Jika memungkinkan, sebaiknya menggunakan bank syariah atau sistem keuangan lain yang sesuai dengan prinsip Islam.
  • Menjauhi riba bukan hanya kewajiban individu, tetapi juga bagian dari tanggung jawab sosial untuk menjaga keberkahan dalam perekonomian umat.

Kesimpulan

  1. Riba adalah haram dan termasuk dosa besar yang harus dijauhi.

  2. Menyimpan uang di bank konvensional hanya dibolehkan dalam keadaan darurat, tetapi tanpa mengambil manfaat dari bunga.

  3. Bunga bank yang diterima tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibiarkan di bank, dan tidak boleh dihancurkan, tetapi harus disalurkan ke fakir miskin atau kepentingan sosial/lembaga amal.

  4. Seorang Muslim harus berusaha menghindari sistem riba dan memilih sistem keuangan yang halal dan berkah.

Pendekatan ini bukan hanya untuk menjaga kebersihan harta secara individu, tetapi juga untuk menjaga keberkahan dalam kehidupan ekonomi masyarakat Muslim secara keseluruhan.

 


Penutup Kajian


 Hadirin yang dirahmati Allah,

Setelah kita membahas secara rinci tentang hukum riba, bahayanya dalam kehidupan dunia dan akhirat, serta bagaimana cara menyikapi uang haram yang terlanjur diterima, kita dapat mengambil beberapa faedah penting dari kajian ini:

  1. Kesadaran akan bahaya riba
    Riba bukan hanya sekadar dosa biasa, tetapi termasuk dalam dosa besar yang mendapatkan ancaman perang dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, menjauhi riba bukan hanya sebuah pilihan, tetapi kewajiban bagi setiap Muslim.

  2. Pentingnya berhati-hati dalam transaksi keuangan
    Seorang Muslim harus teliti dalam mengelola keuangannya agar tidak terjebak dalam transaksi yang diharamkan oleh syariat. Kita harus belajar dan memahami konsep ekonomi Islam sehingga harta kita tetap bersih dan penuh keberkahan.

  3. Solusi menyikapi bunga bank dan uang haram
    Jika kita terlanjur mendapatkan bunga bank atau uang haram lainnya, maka solusi terbaik adalah menyalurkannya untuk kemaslahatan umum, seperti membantu fakir miskin dan lembaga sosial, tanpa mengharap pahala darinya.

  4. Menjaga keberkahan harta
    Harta yang bersih dari unsur haram akan membawa keberkahan, ketenangan, dan kebahagiaan dalam hidup. Sebaliknya, harta yang bercampur dengan riba hanya akan membawa kesempitan hidup dan menghilangkan keberkahan dari Allah ﷻ.

Oleh karena itu, marilah kita semua mengambil pelajaran dari kajian ini dan berusaha menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai kita menjadi bagian dari sistem riba, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika kita masih terjerumus, segera bertaubat dan mencari jalan keluar yang halal.

Semoga Allah ﷻ memberikan kita pemahaman yang benar, memudahkan kita untuk menjauhi riba, dan menggantinya dengan rezeki yang halal dan penuh keberkahan.

ٱللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُّتَقَبَّلًا

"Ya Allah, kami memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima."

Kita tutup kajian ini dengan doa kafaratul majelis:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ


Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers