Kajian: Zakat atas Piutang Pribadi dan Piutang Bisnis (Kitab Minhajul Muslim)


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ 

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Hadirin yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan yang penuh berkah ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah ﷻ atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, yang telah membimbing umat ini dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam urusan muamalah dan pengelolaan harta yang sesuai dengan tuntunan syariah.

🔍 Latar Belakang Permasalahan: Realitas Masyarakat dalam Urusan Piutang

Hadirin sekalian, salah satu realitas yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah adanya praktik hutang-piutang, baik dalam lingkup pribadi maupun bisnis. Tidak jarang kita mendengar seseorang yang mengeluhkan piutangnya yang sulit ditagih, atau seorang pengusaha yang memiliki piutang besar dari para pelanggan namun tidak memahami bagaimana pengaruhnya terhadap zakat.

Di masyarakat kita, banyak orang yang:

  1. Menganggap bahwa piutang bukan bagian dari harta yang wajib dizakati, sehingga mereka lalai dalam menunaikan kewajiban ini.
  2. Tidak membedakan antara piutang lancar dan piutang macet, sehingga ada yang terlalu memberatkan diri dalam zakat, atau sebaliknya, ada yang justru menghindari kewajiban zakatnya.
  3. Kurang tertib dalam pencatatan hutang-piutang, sehingga sulit dalam menghitung dan menunaikan zakat dengan benar.
  4. Meminjamkan uang dalam jumlah besar tanpa memahami konsekuensi zakatnya, baik dalam skala individu maupun bisnis.

Padahal, zakat adalah ibadah yang tidak hanya berkaitan dengan hubungan kita kepada Allah (حَقُّ اللَّهِ), tetapi juga memiliki dampak sosial yang besar dalam menjaga keseimbangan ekonomi dan membantu mereka yang membutuhkan.

📌 Urgensi Memahami Zakat Piutang

Oleh karena itu, kajian kita hari ini sangat penting untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai zakat atas piutang, agar kita semua dapat:
✅ Mengetahui kapan piutang wajib dizakati dan kapan tidak.
✅ Membedakan antara piutang yang mudah ditagih dan piutang yang sulit ditagih dalam urusan zakat.
✅ Menjaga ketertiban dalam pengelolaan harta dan piutang agar tidak menzhalimi diri sendiri maupun orang lain.
✅ Menjalankan ibadah zakat dengan lebih sempurna sesuai dengan tuntunan syariah.

Semoga dengan kajian ini, kita dapat semakin memahami bahwa harta yang kita miliki—termasuk dalam bentuk piutang—adalah amanah yang harus dikelola dengan baik dan dibersihkan melalui zakat. Dengan begitu, kita tidak hanya menjaga hak-hak kita sebagai individu, tetapi juga berkontribusi dalam menegakkan kesejahteraan umat melalui distribusi kekayaan yang adil sesuai dengan syariat Islam.

Mari kita simak kajian ini dengan seksama, dan semoga Allah ﷻ memberikan kita ilmu yang bermanfaat serta keberkahan dalam setiap amal kita.

-----

Bismillah


Dalam Kitab Minhajul Muslim Bab Zakat disebutkan ketentuan yang berkenaan dengan piutang,yaitu:

الدُّيُونُ: مَنْ كَانَ لَهُ عَلَى أَحَدٍ دَيْنٌ وَكَانَ يَقْدِرُ عَلَى الحُصُولِ عَلَيْهِ مَتَى شَاءَ وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يَضُمَّهُ إِلَى مَا عِنْدَهُ مِنْ نُقُودٍ أَوْ عُرُوضٍ وَيُزَكِّيهِ مَتَى حَالَ عَلَيْهِ الحَوْلُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ نُقُودٌ سِوَى الدَّيْنِ، وَكَانَ الدَّيْنُ يَبْلُغُ نِصَابًا زَكَاهُ كَذَلِكَ. وَمَنْ كَانَ لَهُ دَيْنٌ عَلَى مُعْسِرٍ لَيْسَ لَهُ اِسْتِرْدَادُهُ مَتَى شَاءَ، زَكَاهُ يَوْمَ وَاحِدٍ لِعَامٍ وَاحِدٍ وَلَوْ مَضَتْ عَلَيْهِ عِدَّةُ سَنَوَاتٍ

Hutang:Barang siapa yang memiliki piutang pada seseorang dan ia mampu untuk memperolehnya kapan saja ia mau, maka wajib baginya untuk menggabungkannya dengan harta yang ia miliki, baik berupa uang atau barang dagangan, lalu ia mengeluarkan zakatnya ketika sudah mencapai haul (satu tahun). Jika ia tidak memiliki uang tunai selain piutang tersebut, dan piutang itu telah mencapai nisab, maka ia tetap wajib mengeluarkan zakatnya.

Namun, jika ia memiliki piutang pada seseorang yang sedang dalam kesulitan (tidak mampu membayar) dan ia tidak dapat menagihnya kapan saja ia mau, maka ia hanya wajib mengeluarkan zakatnya sekali saja untuk satu tahun, meskipun piutang itu telah berlalu selama beberapa tahun.

 


Arti dan Penjelasan Per Kalimat


الدُّيُونُ

Hutang/Piutang

Piutang, yaitu harta yang dipinjamkan kepada orang lain.

Dalam konteks zakat, piutang bisa berasal dari dua jenis:

Piutang pribadi, yaitu uang yang dipinjamkan secara individu, misalnya seseorang meminjamkan uang kepada teman atau kerabat.

Piutang bisnis, yaitu piutang yang muncul dalam aktivitas usaha, seperti kredit dagang, penjualan barang secara cicilan, atau pembayaran tertunda dari pelanggan.


مَنْ كَانَ لَهُ عَلَى أَحَدٍ دَيْنٌ

Barang siapa yang memiliki piutang pada seseorang

Penjelasan ini mencakup siapa saja yang memiliki piutang, baik dalam kapasitas individu (misalnya, seseorang yang meminjamkan uang kepada temannya) maupun dalam kapasitas bisnis (misalnya, seorang pedagang yang memiliki piutang dari pelanggan yang membeli barang secara kredit).


وَكَانَ يَقْدِرُ عَلَى الحُصُولِ عَلَيْهِ مَتَى شَاءَ

Dan ia mampu untuk memperolehnya kapan saja ia mau

Jika piutang itu mudah ditagih kapan saja, maka pemiliknya harus menghitungnya sebagai bagian dari harta yang dimiliki dan mengeluarkan zakatnya setiap tahun.

Dalam piutang pribadi, ini berlaku jika orang yang berhutang tidak mengalami kesulitan dan bersedia mengembalikan uangnya kapan saja.

Dalam piutang bisnis, ini berlaku jika pelanggan atau pihak yang berhutang memiliki kondisi keuangan baik dan bisa membayar kapan saja, misalnya pembayaran kredit dari konsumen yang lancar dan tidak tertunda.


وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يَضُمَّهُ إِلَى مَا عِنْدَهُ مِنْ نُقُودٍ أَوْ عُرُوضٍ

Maka wajib baginya untuk menggabungkannya dengan harta yang ia miliki, baik berupa uang atau barang dagangan

Jika piutang tersebut mudah ditagih, maka dianggap sebagai harta yang sudah ada dalam kepemilikan dan wajib dihitung dalam zakat.

Dalam piutang pribadi, misalnya seseorang meminjamkan Rp50 juta kepada temannya, dan temannya bisa mengembalikannya kapan saja, maka uang itu harus dihitung dalam zakat.

Dalam piutang bisnis, misalnya seorang pedagang memiliki kredit dagang sebesar Rp100 juta dari para pelanggan yang membayar secara cicilan, dan pembayaran mereka lancar, maka jumlah tersebut juga dihitung dalam zakat.


وَيُزَكِّيهِ مَتَى حَالَ عَلَيْهِ الحَوْلُ

Lalu ia mengeluarkan zakatnya ketika sudah mencapai haul (satu tahun)

Zakat wajib dikeluarkan setelah haul (satu tahun kepemilikan harta).

Jika piutang tersebut tetap ada dan bisa ditagih selama satu tahun, maka wajib dizakati.

Dalam piutang pribadi, pemilik harus membayar zakatnya setiap tahun jika piutangnya tetap bisa ditagih.

Dalam piutang bisnis, pedagang atau pengusaha harus memperhitungkan piutang dalam laporan keuangan tahunannya dan membayar zakatnya jika mencapai nisab.


وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ نُقُودٌ سِوَى الدَّيْنِ

Jika ia tidak memiliki uang tunai selain piutang tersebut

Jika seseorang hanya memiliki harta dalam bentuk piutang tanpa ada uang tunai lainnya, tetap wajib membayar zakatnya jika mencapai nisab.

Dalam piutang pribadi, misalnya seseorang memiliki piutang sebesar Rp90 juta, dan itu satu-satunya harta yang ia miliki, ia tetap wajib membayar zakat jika piutang itu dapat ditagih.

Dalam piutang bisnis, misalnya seorang pengusaha memiliki harta dalam bentuk piutang usaha, tetapi tidak memiliki kas yang cukup, ia tetap harus membayar zakat dari piutang tersebut setelah diterima.


وَكَانَ الدَّيْنُ يَبْلُغُ نِصَابًا زَكَاهُ كَذَلِكَ

Dan piutang itu telah mencapai nisab, maka ia tetap wajib mengeluarkan zakatnya

Nisab zakat harta adalah 85 gram emas. Jika piutang mencapai jumlah tersebut, maka wajib dizakati.

Dalam piutang pribadi, jika seseorang memiliki piutang sebesar Rp100 juta (lebih dari nisab), maka ia harus membayar zakat 2,5% jika bisa ditagih.

Dalam piutang bisnis, seorang pedagang yang memiliki piutang dari para pelanggan sebesar Rp200 juta, tetap harus membayar zakatnya jika piutang tersebut bisa ditagih.


وَمَنْ كَانَ لَهُ دَيْنٌ عَلَى مُعْسِرٍ

Namun, jika ia memiliki piutang pada seseorang yang sedang dalam kesulitan (tidak mampu membayar)

Jika piutang diberikan kepada orang yang mengalami kesulitan ekonomi, maka hukumnya berbeda.

Dalam piutang pribadi, misalnya seseorang meminjamkan Rp30 juta kepada temannya yang jatuh miskin dan tidak bisa membayar, maka pemilik piutang tidak wajib membayar zakatnya sampai piutang itu diterima.

Dalam piutang bisnis, misalnya seorang pengusaha memiliki piutang dari pelanggan yang usahanya bangkrut dan tidak bisa membayar dalam waktu dekat, maka piutang itu tidak dihitung dalam zakat hingga benar-benar diterima.


لَيْسَ لَهُ اِسْتِرْدَادُهُ مَتَى شَاءَ

Dan ia tidak dapat menagihnya kapan saja ia mau

Jika piutang berada dalam kondisi yang tidak bisa ditagih kapan saja, maka kewajiban zakatnya ditunda.

Dalam piutang pribadi, misalnya seorang teman berjanji membayar hutangnya setelah 5 tahun karena kesulitan keuangan, maka zakatnya tidak wajib dibayarkan setiap tahun.

Dalam piutang bisnis, jika pelanggan mengalami gagal bayar, maka piutang tersebut dianggap macet dan tidak dihitung dalam zakat hingga ada kepastian pembayaran.


زَكَاهُ يَوْمَ وَاحِدٍ لِعَامٍ وَاحِدٍ وَلَوْ مَضَتْ عَلَيْهِ عِدَّةُ سَنَوَاتٍ

Maka ia hanya wajib mengeluarkan zakatnya sekali saja untuk satu tahun, meskipun piutang itu telah berlalu selama beberapa tahun

Jika piutang akhirnya bisa ditagih setelah bertahun-tahun, zakatnya hanya dibayarkan sekali untuk satu tahun, bukan untuk semua tahun yang berlalu.

Dalam piutang pribadi, jika setelah 5 tahun piutang baru bisa diterima, maka zakatnya hanya dibayarkan sekali.

Dalam piutang bisnis, jika piutang yang macet akhirnya bisa ditagih setelah bertahun-tahun, maka zakat hanya dibayarkan satu kali ketika uang itu diterima.


Kesimpulan:

Piutang lancar (bisa ditagih kapan saja) → Dizakati setiap tahun.

Piutang macet (sulit ditagih) → Dizakati sekali setelah diterima.

Piutang pribadi dan bisnis sama hukumnya, hanya saja piutang bisnis biasanya lebih rapi dalam pembukuannya.


Pelajaran dari Zakat Piutang


Kajian ini mengajarkan  Prinsip-Prinsip Zakat Piutang dalam Islam. Dengan memahami konsep zakat piutang ini, baik dalam konteks pribadi maupun bisnis, kita dapat lebih bijak dalam mengelola keuangan dan memenuhi kewajiban zakat sesuai dengan prinsip syariah.

Berikut ini pelajaran yang lebih rinci:

1. Harta yang Dipinjamkan Tetap Milik Pemiliknya dan Memiliki Kewajiban Zakat

📌 Pelajaran:

  • Islam mengajarkan bahwa meskipun harta dipinjamkan kepada orang lain, kepemilikan tetap berada pada pemberi piutang. Oleh karena itu, ia tetap bertanggung jawab untuk mengeluarkan zakatnya jika memenuhi syarat.
  • Harta yang dipinjamkan tetap dianggap sebagai bagian dari kekayaan seseorang, kecuali jika benar-benar hilang atau tidak bisa ditagih.

💡 Implikasi dalam Piutang Pribadi:

  • Jika seseorang meminjamkan uang kepada temannya dalam jumlah besar dan dapat ditagih kapan saja, maka ia harus tetap menghitungnya dalam zakat setiap tahun.
  • Ini menunjukkan bahwa seseorang harus selalu menyadari tanggung jawab zakatnya, meskipun hartanya sedang dalam bentuk piutang.

💡 Implikasi dalam Piutang Bisnis:

  • Piutang dalam bisnis, seperti penjualan kredit, tetap menjadi bagian dari aset perusahaan yang harus diperhitungkan dalam zakat.
  • Pebisnis perlu memiliki pencatatan yang baik atas piutang agar dapat menghitung zakat dengan benar.

2. Perbedaan Perlakuan antara Piutang Lancar dan Piutang Macet

📌 Pelajaran:

  • Islam membedakan antara piutang lancar (yang bisa ditagih kapan saja) dan piutang macet (yang sulit ditagih).
  • Piutang lancar wajib dizakati setiap tahun, sedangkan piutang macet hanya dizakati sekali setelah berhasil ditagih.

💡 Implikasi dalam Piutang Pribadi:

  • Jika seseorang memiliki teman yang kesulitan membayar hutang, ia tidak perlu membayar zakat atas piutang tersebut setiap tahun.
  • Namun, jika hutang tersebut akhirnya dibayar setelah beberapa tahun, zakat tetap wajib dikeluarkan meskipun hanya untuk satu tahun.

💡 Implikasi dalam Piutang Bisnis:

  • Dalam bisnis, pelanggan yang membayar cicilan dengan lancar berarti piutang tersebut masuk dalam hitungan zakat setiap tahun.
  • Namun, jika ada pelanggan yang tidak membayar dalam waktu lama (piutang macet), zakatnya tidak wajib dibayar sampai uang tersebut benar-benar diterima.

3. Kewajiban Mencatat dan Mengelola Piutang dengan Baik

📌 Pelajaran:

  • Islam menekankan pentingnya pencatatan hutang dan piutang sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an (QS. Al-Baqarah: 282).
  • Dengan mencatat piutang dengan baik, seseorang bisa lebih mudah menghitung zakatnya dengan tepat.

💡 Implikasi dalam Piutang Pribadi:

  • Seseorang yang meminjamkan uang kepada orang lain harus mencatatnya agar tidak lupa berapa jumlah yang dipinjamkan dan kapan bisa ditagih.
  • Ini juga membantu dalam perhitungan zakat, terutama jika piutang tersebut cukup besar.

💡 Implikasi dalam Piutang Bisnis:

  • Pebisnis harus memiliki laporan keuangan yang rapi, termasuk pencatatan piutang yang jelas.
  • Dengan pencatatan yang baik, perusahaan bisa mengetahui piutang mana yang harus dizakati dan mana yang tidak.

4. Tidak Semua Piutang Berarti Bebas dari Kewajiban Zakat

📌 Pelajaran:

  • Sebagian orang berpikir bahwa jika uangnya dipinjamkan, maka mereka tidak perlu membayar zakat. Namun, Islam mengajarkan bahwa piutang tetap dihitung dalam zakat jika memenuhi syarat.
  • Ini mengajarkan bahwa zakat bukan hanya dari uang yang ada di tangan, tetapi juga dari harta yang dimiliki dalam bentuk lain.

💡 Implikasi dalam Piutang Pribadi:

  • Jika seseorang memiliki banyak piutang yang bisa ditagih kapan saja, maka ia tetap memiliki kewajiban zakat.
  • Ini mengajarkan bahwa kekayaan dalam Islam bukan hanya tentang uang tunai yang dimiliki, tetapi juga aset lain termasuk piutang.

💡 Implikasi dalam Piutang Bisnis:

  • Bisnis tidak bisa menghindari zakat dengan cara memberikan banyak kredit kepada pelanggan.
  • Piutang yang masih dapat ditagih tetap dianggap sebagai aset yang harus dizakati, sehingga bisnis harus berhati-hati dalam mengelola kredit.

5. Islam Meringankan Kewajiban bagi Orang yang Memiliki Piutang Macet

📌 Pelajaran:

  • Islam memberikan keringanan dalam zakat bagi mereka yang memiliki piutang macet, yaitu hanya wajib dizakati setelah berhasil ditagih dan hanya untuk satu tahun.
  • Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh keadilan dan tidak membebani seseorang dengan kewajiban yang sulit.

💡 Implikasi dalam Piutang Pribadi:

  • Jika seseorang memiliki teman yang berhutang tetapi belum mampu membayar, ia tidak perlu terbebani dengan kewajiban zakat setiap tahun.
  • Setelah hutang itu dibayar, ia cukup membayar zakat satu kali untuk satu tahun.

💡 Implikasi dalam Piutang Bisnis:

  • Jika bisnis memiliki banyak piutang macet, maka zakatnya tidak wajib dibayarkan sampai uang tersebut benar-benar diterima.
  • Ini memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk tetap menjalankan operasionalnya tanpa terbebani zakat dari piutang yang belum jelas kapan bisa ditagih.

6. Keseimbangan antara Hak Pemilik Harta dan Kesejahteraan Sosial

📌 Pelajaran:

  • Islam menetapkan zakat atas piutang untuk memastikan bahwa harta tetap beredar dan tidak hanya menguntungkan individu tertentu.
  • Namun, Islam juga memberikan toleransi bagi mereka yang benar-benar tidak bisa menagih piutangnya.

💡 Implikasi dalam Piutang Pribadi:

  • Zakat atas piutang membantu memastikan bahwa orang-orang kaya tetap berbagi dengan masyarakat, meskipun sebagian harta mereka dalam bentuk piutang.
  • Namun, jika piutang itu tidak bisa ditagih, Islam tidak membebani pemilik harta dengan kewajiban yang berat.

💡 Implikasi dalam Piutang Bisnis:

  • Dalam dunia bisnis, zakat atas piutang memastikan bahwa sebagian dari kekayaan perusahaan tetap memberikan manfaat bagi masyarakat.
  • Namun, adanya pengecualian untuk piutang macet juga memberikan keadilan bagi bisnis yang mengalami kesulitan dalam menagih utang.

 


Kesimpulan: Prinsip-Prinsip Zakat Piutang dalam Islam

  1. Harta yang dipinjamkan tetap wajib zakat jika bisa ditagih.
  2. Piutang lancar dizakati setiap tahun, sedangkan piutang macet hanya dizakati sekali setelah diterima.
  3. Mencatat dan mengelola piutang dengan baik sangat penting agar zakat bisa dihitung dengan benar.
  4. Zakat tidak hanya dari uang tunai, tetapi juga dari piutang yang dimiliki.
  5. Islam memberikan keringanan dalam zakat bagi mereka yang memiliki piutang sulit ditagih.
  6. Zakat piutang mencerminkan keseimbangan antara hak individu dan kesejahteraan sosial.

 


Penutup Kajian


 Hadirin sekalian yang dimuliakan Allah,

Setelah kita bersama-sama mengkaji pembahasan tentang zakat piutang, kita telah memahami bahwa piutang bukan sekadar angka di atas kertas atau sekadar janji dari orang yang berhutang, tetapi merupakan bagian dari harta yang tetap memiliki konsekuensi syariah, terutama dalam hal zakat.

🔍 Faedah dari Kajian Zakat Piutang

Dari pembahasan ini, ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita ambil:

  1. Kesadaran bahwa piutang tetap merupakan bagian dari kekayaan seseorang

    • Islam tidak hanya mengatur harta dalam bentuk uang tunai, tetapi juga dalam bentuk piutang. Jika seseorang memiliki piutang yang bisa ditagih, maka ia tetap memiliki kewajiban untuk menunaikan zakatnya.
  2. Pentingnya membedakan antara piutang lancar dan piutang macet

    • Piutang yang bisa ditagih kapan saja wajib dizakati setiap tahun, sedangkan piutang macet hanya dizakati setelah diterima. Ini menunjukkan keseimbangan Islam dalam mengatur harta dengan adil dan tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.
  3. Kewajiban pencatatan yang rapi dalam transaksi hutang-piutang

    • Seperti yang Allah ﷻ firmankan dalam QS. Al-Baqarah: 282, bahwa mencatat transaksi hutang adalah bagian dari keadilan dan kehati-hatian dalam bermuamalah. Ini penting baik bagi individu maupun pengusaha agar perhitungan zakat bisa dilakukan dengan benar.
  4. Zakat sebagai penyuci harta dan solusi keberkahan dalam bisnis

    • Dengan menunaikan zakat piutang, terutama bagi pengusaha, harta yang diperoleh akan menjadi lebih bersih dan penuh keberkahan. Tidak sedikit pebisnis yang justru merasakan kelancaran dalam usahanya setelah mereka rutin menunaikan zakat dengan benar.

📌 Harapan dalam Penerapan Ilmu Ini

Setelah memahami kajian ini, ada beberapa harapan yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi para pengusaha dan individu yang memiliki piutang:

Bagi pengusaha, semoga semakin memahami kewajiban zakat atas piutang dagang dan mulai lebih tertib dalam pencatatan keuangan agar tidak ada kewajiban zakat yang terabaikan.
Bagi yang memiliki piutang pribadi, diharapkan lebih berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman dan tetap memperhitungkan zakatnya agar harta tidak bercampur dengan sesuatu yang belum ditunaikan haknya.
Bagi umat Islam secara umum, semoga semakin sadar bahwa setiap harta, termasuk yang ada dalam bentuk piutang, memiliki hak yang harus ditunaikan kepada Allah dan kepada kaum dhuafa.

Sebagai penutup, marilah kita ingat sabda Rasulullah ﷺ dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:

"مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ"

"Sedekah (termasuk zakat) tidak akan mengurangi harta." (HR. Muslim)

Hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa menunaikan zakat, termasuk zakat piutang, bukanlah suatu bentuk pengurangan harta, tetapi justru menjadi sebab datangnya keberkahan dan kelapangan rezeki.

Semoga kita semua dapat mengamalkan ilmu ini dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi pribadi yang lebih bertakwa serta amanah dalam mengelola harta sesuai dengan aturan syariah.

Mari kita tutup kajian ini dengan membaca doa kafaratul majelis:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَدْعُونَ إِلَى دِينِكَ عَلَى بَصِيرَةٍ، وَثَبِّتْنَا عَلَى التَّوْحِيدِ حَتَّى نَلْقَاكَ وَأَنْتَ رَاضٍ عَنَّا

 

زَكاَةُ الفِطْرِ عَلَى مَنْ تَجِبُ: تَجِبُ عَلَى الحُرِّ المُسلِمِ، المَالِكِ لِمِقدَارِ صَاعٍ، يَزِيدُ عَنْ قُوتِهِ وَقُوتِ عِيَالِهِ، يَومًا وَلَيلَةً، وَتَجِبُ عَلَيهِ عَن نَفسِهِ، وَعَمن تَلزَمُهُ نَفَقَتُهُ، كَزَوجَتِهِ، وَأَبنَائِهِ، وَخَدَمِهِ الَّذِينَ يَتَوَلَّى أُمُورَهُم، وَيَقُومُ بِالإِنفَاقِ عَلَيهِمْ.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ مَا عَلَّمْتَنَا عِلْمًا نَافِعًا، وَزِدْنَا فَهْمًا فِي الدِّينِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَرْزَاقِنَا، وَاجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الَّذِينَ يُؤَدُّونَ حُقُوقَكَ وَحُقُوقَ عِبَادِكَ بِإِخْلَاصٍ.

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers