Sirah Nabawiyah (11): Nabi ﷺ Meletakkan Hajar Aswad di Ka’bah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah,
Kajian sirah nabawiyah adalah sumber pelajaran yang sangat penting bagi kita semua. Dari kehidupan Rasulullah ﷺ, kita tidak hanya mengenal sejarah Islam, tetapi juga mendapatkan panduan dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan, baik dalam skala individu, masyarakat, maupun dalam kepemimpinan.
Hari ini, kita akan membahas salah satu peristiwa yang terjadi sebelum Rasulullah ﷺ diangkat menjadi Nabi, yaitu kisah beliau dalam meletakkan kembali Hajar Aswad di tempatnya. Kisah ini bukan hanya sekadar catatan sejarah, tetapi juga mengandung banyak hikmah yang masih sangat relevan dengan realitas kehidupan kita saat ini.
Latar Belakang Permasalahan di Masyarakat yang Relevan
Di berbagai belahan dunia, termasuk dalam masyarakat Muslim, kita sering melihat konflik yang muncul akibat perebutan kepentingan, baik dalam skala kecil seperti perselisihan dalam keluarga dan komunitas, maupun dalam skala besar seperti perebutan kekuasaan di tingkat negara.
-
Banyak konflik yang timbul karena setiap pihak ingin lebih unggul dan tidak ingin mengalah.
-
Tidak sedikit orang yang mengabaikan prinsip keadilan dan hanya mementingkan kelompoknya sendiri.
-
Musyawarah sering kali hanya menjadi formalitas, tetapi keputusan yang diambil tetap berat sebelah.
-
Kepemimpinan tidak selalu jatuh ke tangan orang yang paling amanah dan bijaksana, melainkan lebih sering karena faktor kekuatan politik atau kepentingan pribadi.
Fenomena ini mirip dengan apa yang terjadi dalam masyarakat Quraisy saat itu, ketika mereka hampir terpecah belah hanya karena perebutan hak dalam meletakkan Hajar Aswad. Namun, di tangan Rasulullah ﷺ, masalah yang berpotensi memicu pertumpahan darah itu dapat diselesaikan dengan cara yang bijaksana dan adil, sehingga persatuan tetap terjaga.
Urgensi Pembahasan Kajian Ini
Mengapa kita perlu mengkaji peristiwa ini?
-
Meneladani Kepemimpinan Rasulullah ﷺ
-
Rasulullah ﷺ menunjukkan bagaimana seorang pemimpin harus berpikir jernih dan mencari solusi yang menguntungkan semua pihak.
-
Ini menjadi teladan bagi para pemimpin, baik dalam keluarga, organisasi, maupun negara.
-
-
Pentingnya Musyawarah dan Keadilan
-
Di era modern, banyak keputusan dibuat tanpa mempertimbangkan prinsip keadilan.
-
Kajian ini mengajarkan bagaimana musyawarah harus dijalankan dengan benar untuk menghasilkan solusi yang diterima semua pihak.
-
-
Menjaga Persatuan Umat
-
Perpecahan dalam umat Islam sering kali terjadi karena masing-masing pihak ingin menang sendiri.
-
Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa persatuan lebih penting daripada kemenangan satu kelompok saja.
-
-
Mendidik Generasi Muda untuk Berakhlak Amanah
-
Kisah ini mengajarkan bahwa kepercayaan tidak bisa didapat dengan mudah, tetapi harus dibangun dengan integritas dan akhlak yang luhur sejak dini.
-
Pemuda harus belajar dari sifat "Al-Amin" Rasulullah ﷺ agar bisa menjadi pemimpin masa depan yang jujur dan amanah.
-
Oleh karena itu, mari kita telaah peristiwa ini dengan seksama, mengambil ibrah dari setiap kejadian, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan kita agar kita menjadi umat yang lebih baik, lebih bersatu, dan lebih adil dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.
Nabi
ﷺ Meletakkan Hajar Aswad di Ka’bah
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَضَعُ الحَجَرَ الأَسْوَدَ فِي مَكَانِهِ فِي الْكَعْبَةِ.
Nabi ﷺ meletakkan Hajar Aswad di tempatnya di Ka'bah.
العَامُ الهِجْرِيُّ: ١٨ ق هـ، العَامُ
المِيلَادِيُّ: ٦٠٥م.
Tahun Hijriah: 18 sebelum Hijrah, Tahun Masehi: 605 M.
تَفَاصِيلُ الحَدَثِ:
Rincian peristiwa:
عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ مَوْلَاهُ أَنَّهُ
حَدَّثَهُ: أَنَّهُ كَانَ فِيمَنْ يَبْنِي الْكَعْبَةَ فِي الجَاهِلِيَّةِ...
Dari Mujahid, dari tuannya, bahwa ia menceritakan kepadanya: Bahwa ia termasuk
orang-orang yang membangun Ka'bah pada masa Jahiliah...
قَالَ: فَبَنَيْنَا حَتَّى بَلَغْنَا مَوْضِعَ
الحَجَرِ وَمَا يَرَى الحَجَرَ أَحَدٌ
Ia berkata: Maka kami membangun hingga sampai ke tempat Hajar Aswad, dan tidak
ada seorang pun yang melihatnya.
فَإِذَا هُوَ وَسْطَ
حِجَارَتِنَا مِثْلَ رَأْسِ الرَّجُلِ، يَكَادُ يَتَرَاءَى مِنْهُ وَجْهُ
الرَّجُلِ،
Tiba-tiba, batu
itu berada di tengah batu-batu kami, menyerupai kepala seorang laki-laki,
seolah-olah wajah seseorang tampak dari batu itu.
فَقَالَ بَطْنٌ مِنْ قُرَيْشٍ: نَحْنُ
نَضَعُهُ. وَقَالَ آخَرُونَ: نَحْنُ نَضَعُهُ.
Lalu salah satu kelompok dari Quraisy berkata: "Kami yang akan meletakkannya."
Kelompok lain berkata: "Kami yang akan meletakkannya."
فَقَالُوا: اجْعَلُوا بَيْنَكُمْ حَكَمًا.
قَالُوا: أَوَّلُ رَجُلٍ يَطْلُعُ مِنَ الفَجِّ.
Mereka pun berkata: "Mari kita tunjuk seorang hakim di antara kita."
Mereka berkata: "Orang pertama yang muncul dari jalan ini akan menjadi
penengah kita."
فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: أَتَاكُمُ الأَمِينُ.
Kemudian datanglah Nabi ﷺ, lalu mereka berkata: "Telah datang
kepada kalian Al-Amin (orang yang terpercaya)."
فَقَالُوا لَهُ، فَوَضَعَهُ فِي ثَوْبٍ ثُمَّ
دَعَا بُطُونَهُمْ فَأَخَذُوا بِنَوَاحِيهِ مَعَهُ، فَوَضَعَهُ هُوَ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Mereka pun menceritakan kepadanya. Maka beliau meletakkan Hajar Aswad di atas
sehelai kain, kemudian beliau memanggil para pemimpin kabilah, lalu mereka
bersama-sama mengangkat kain itu dengan memegang ujung-ujungnya. Setelah itu,
beliau sendiri ﷺ yang meletakkannya di tempatnya.
Sumber: https://dorar.net/history/event/11
Pelajaran
dari Kajian Sirah Ini
1. Kedudukan Nabi ﷺ sebagai "Al-Amin" (Orang yang Terpercaya)
قَالُوا:
أَتَاكُمُ الأَمِينُ.
"Mereka berkata: 'Telah datang kepada kalian Al-Amin (orang yang terpercaya).'"
-
Sejak sebelum diutus menjadi nabi, Rasulullah ﷺ telah dikenal sebagai orang yang jujur, adil, dan dapat dipercaya.
-
Ini menunjukkan pentingnya membangun reputasi baik dalam masyarakat dengan sifat amanah dan kejujuran.
-
Seseorang yang memiliki akhlak mulia akan dihormati dan dijadikan rujukan dalam menyelesaikan konflik.
2. Pentingnya Musyawarah dalam Menyelesaikan Perselisihan
فَقَالُوا:
اجْعَلُوا بَيْنَكُمْ حَكَمًا.
"Mereka pun berkata: 'Mari kita tunjuk seorang hakim di antara kita.'"
-
Ketika muncul perselisihan di antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad, mereka tidak bertindak gegabah atau saling berebut.
-
Mereka memilih jalan musyawarah untuk mencari solusi yang adil.
-
Ini mengajarkan bahwa dalam menghadapi konflik, penting untuk mengutamakan kebijaksanaan dan mencari solusi bersama.
3. Keputusan yang Bijaksana dari Rasulullah ﷺ
فَوَضَعَهُ
فِي ثَوْبٍ ثُمَّ دَعَا بُطُونَهُمْ فَأَخَذُوا بِنَوَاحِيهِ مَعَهُ، فَوَضَعَهُ
هُوَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
"Beliau meletakkan Hajar Aswad di atas sehelai kain, kemudian beliau memanggil para pemimpin kabilah, lalu mereka bersama-sama mengangkat kain itu dengan memegang ujung-ujungnya. Setelah itu, beliau sendiri ﷺ yang meletakkannya di tempatnya."
-
Rasulullah ﷺ tidak memilih satu kelompok tertentu untuk meletakkan Hajar Aswad, tetapi melibatkan semua kabilah dengan cara yang adil.
-
Keputusan ini menunjukkan kepemimpinan yang cerdas dan adil dalam meredam konflik serta menjaga persatuan.
-
Dari sini kita belajar bahwa pemimpin harus mencari solusi yang tidak merugikan salah satu pihak dan dapat diterima oleh semua pihak.
4. Pentingnya Keadilan dalam Kepemimpinan
-
Rasulullah ﷺ tidak memihak kelompok tertentu meskipun beliau sendiri berasal dari suku Quraisy.
-
Keadilan dalam kepemimpinan adalah kunci untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
-
Pemimpin yang adil akan dihormati dan menjadi panutan bagi umatnya.
5. Mengutamakan Perdamaian dan Menghindari Perpecahan
-
Jika perselisihan tidak diselesaikan dengan baik, bisa berujung pada perpecahan dan permusuhan.
-
Rasulullah ﷺ menunjukkan bahwa dengan kebijaksanaan, perselisihan bisa diubah menjadi momen kebersamaan dan persatuan.
-
Umat Islam hendaknya selalu mengutamakan persatuan dan mencari solusi damai dalam menghadapi perbedaan.
6. Kebesaran Hajar Aswad dan Peranannya dalam Ibadah
-
Hajar Aswad bukan sekadar batu biasa, tetapi memiliki keistimewaan dalam syariat Islam.
-
Rasulullah ﷺ bersabda tentangnya:
الحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الجَنَّةِ
"Hajar aswad dari surga." HR Tirmidzi (877), An-Nasa'i (2935), Ahmad (2796), dan Ibnu Khuzaimah (2733)
-
Umat Islam mencium Hajar Aswad saat thawaf bukan karena mengagungkan batu itu sendiri, tetapi sebagai bentuk mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ.
7. Memilih Pemimpin Berdasarkan Integritas, Bukan Status Sosial
-
Meskipun ada banyak pemimpin suku Quraisy yang lebih tua dan berpengaruh, mereka tetap menerima keputusan Rasulullah ﷺ karena kejujurannya.
-
Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan seharusnya diberikan kepada orang yang memiliki integritas tinggi, bukan semata karena faktor keturunan, kekayaan, atau kekuasaan.
-
Prinsip ini juga selaras dengan hadits Nabi ﷺ:
"إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ"
"Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran." (HR. Bukhari)
8. Kesederhanaan Nabi ﷺ dalam Memimpin
-
Rasulullah ﷺ tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk membanggakan dirinya atau menunjukkan superioritasnya.
-
Beliau hanya mencari solusi terbaik dan tidak menonjolkan dirinya sebagai pemimpin yang otoriter.
-
Hal ini menjadi teladan bagi setiap pemimpin agar tidak menggunakan jabatan demi kepentingan pribadi.
9. Pentingnya Kesiapan Mental dalam Menghadapi Konflik
-
Ketika menghadapi perbedaan pendapat, tidak semua orang mampu bersikap tenang dan mencari solusi terbaik.
-
Rasulullah ﷺ menunjukkan bahwa pemimpin harus tetap tenang, berpikir jernih, dan mencari solusi yang mendamaikan ketika menghadapi konflik.
-
Ini menjadi pelajaran bagi kita agar tidak mudah terbawa emosi dalam situasi sulit.
10. Peran Pemuda dalam Masyarakat
-
Pada saat peristiwa ini terjadi, Rasulullah ﷺ masih muda, sekitar 35 tahun.
-
Namun, beliau sudah dipercaya oleh masyarakat karena akhlaknya yang luhur.
-
Ini menjadi motivasi bagi generasi muda agar sejak dini menanamkan sifat jujur, amanah, dan bertanggung jawab, sehingga dapat berkontribusi positif dalam masyarakat.
Tentang
Hajar Aswad
Hadits dari Abdullah
bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
الحَجَرُ
الأَسْوَدُ مِنَ الجَنَّةِ، وَكَانَ أَشَدَّ بَيَاضًا مِنَ الثَّلْجِ، حَتَّى
سَوَّدَتْهُ خَطَايَا أَهْلِ الشِّرْكِ
Hajar Aswad
berasal dari surga, dan ia lebih putih daripada salju, hingga menjadi hitam
karena dosa-dosa orang-orang musyrik.
HR Tirmidzi
(877), An-Nasa'i (2935), Ahmad (2796), dan Ibnu Khuzaimah (2733)
Hadits ini
menerangkan bahwa Hajar Aswad adalah batu mulia yang diturunkan oleh Allah ﷻ dari surga. Nabi ﷺ menciumnya, dan sebagai bentuk mengikuti petunjuknya, kita juga menciumnya,
menyentuhnya, serta memberi isyarat kepadanya, meskipun ia hanyalah batu yang
tidak mendatangkan bahaya maupun manfaat.
Dalam hadits
ini, Rasulullah ﷺ bersabda: "Hajar Aswad
turun dari surga," artinya bahwa batu ini berasal dari surga dan
diturunkan darinya. "Dan ia lebih putih daripada susu," maksudnya
ketika pertama kali turun ke dunia, batu ini lebih putih bersih daripada susu. "Lalu
dosa-dosa anak cucu Adam membuatnya menjadi hitam," artinya yang
menyebabkan batu ini berubah menjadi hitam adalah dosa-dosa anak cucu Adam.
Adapun mengapa batu ini tidak kembali menjadi putih karena kebaikan setelah menjadi hitam, para ulama berpendapat bahwa warna hitam lebih kuat dalam menutupi sesuatu dibandingkan warna putih. Pendapat lain menyatakan bahwa batu ini dibiarkan tetap hitam agar menjadi pelajaran bagi manusia, agar mereka mengingat dosa dan kesalahan mereka. Hadits ini juga menunjukkan pengaruh dosa-dosa manusia dalam kehidupan.
Satu hadits dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia mengatakan:
أَنَّ عُمَرَ بنَ
الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْه قَالَ لِلرُّكْنِ: أَمَا وَاللَّهِ، إِنِّي
لَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ، وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَلَمَكَ مَا اسْتَلَمْتُكَ،
فَاسْتَلَمَهُ.
Sesungguhnya Umar bin Khattab radhiyallahu ‘an berkata kepada Rukun (Hajar Aswad): Demi Allah, sesungguhnya aku tahu bahwa engkau hanyalah batu yang tidak memberi manfaat dan tidak pula membahayakan. Namun, jika bukan karena aku melihat Nabi ﷺ mencium dan menyentuhmu, aku tidak akan menyentuhmu. Lalu, beliau mencium Hajar Aswad. HR Muslim (1270)
Ucapan ini
menunjukkan bahwa Umar bin Khattab sangat memahami bahwa Hajar Aswad sendiri
tidak memiliki kekuatan atau manfaat apapun secara langsung. Namun,
beliau menciumnya sebagai bentuk taat kepada sunnah Rasulullah ﷺ, yang mencium batu tersebut sebagai bagian dari ibadah haji dan
umrah. Dalam konteks ini, Umar mengingatkan bahwa tindakan mencium Hajar Aswad
bukan karena batu tersebut memiliki kekuatan magis atau kemuliaan intrinsik,
melainkan karena perintah dan contoh yang diberikan oleh Rasulullah ﷺ.
Ucapan ini mengajarkan kita bahwa ibadah yang kita lakukan,
seperti mencium Hajar Aswad, adalah bentuk kepatuhan terhadap Allah dan
Rasul-Nya, bukan karena sesuatu yang bersifat duniawi atau materialistik. Ini
juga menegaskan pentingnya mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ dalam setiap aspek
kehidupan, karena segala yang dilakukan oleh beliau memiliki makna yang lebih
dalam dan merupakan bagian dari ajaran Islam yang harus dihormati dan
diamalkan.
Penutup Kajian Sirah
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah, setelah kita mengkaji peristiwa peletakan Hajar Aswad oleh Rasulullah ﷺ dan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya, ada beberapa pelajaran utama yang perlu kita ingat dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari:
-
Meneladani sifat amanah Rasulullah ﷺ
-
Kepercayaan dalam masyarakat tidak bisa diperoleh dengan kata-kata, tetapi harus dibangun dengan akhlak dan integritas yang nyata.
-
Seperti Rasulullah ﷺ yang dijuluki "Al-Amin", kita pun harus berusaha menjadi orang yang jujur, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya dalam segala urusan.
-
-
Pentingnya keadilan dalam kepemimpinan
-
Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa pemimpin yang baik bukan hanya yang kuat, tetapi yang mampu mengambil keputusan dengan adil dan bijaksana.
-
Kita harus selalu menegakkan keadilan, baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun dalam masyarakat.
-
-
Mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan konflik
-
Ketika terjadi perselisihan, hendaknya kita mencari jalan keluar dengan cara yang damai dan melibatkan semua pihak agar keputusan yang diambil dapat diterima bersama.
-
Jangan biarkan ego dan kepentingan pribadi merusak persaudaraan di antara kita.
-
-
Menjaga persatuan dan menghindari perpecahan
-
Rasulullah ﷺ menunjukkan bahwa dengan kebijaksanaan, konflik yang hampir memicu pertumpahan darah dapat diubah menjadi momentum persatuan.
-
Umat Islam harus mengutamakan kebersamaan daripada kemenangan kelompok tertentu, sehingga tidak mudah terpecah belah oleh perbedaan yang ada.
-
-
Peran pemuda dalam membawa perubahan positif
-
Rasulullah ﷺ saat itu masih berusia muda, tetapi telah dipercaya oleh masyarakat karena akhlaknya yang luhur.
-
Ini menjadi motivasi bagi generasi muda untuk berkontribusi dalam membangun masyarakat dengan karakter yang baik dan bermanfaat bagi orang lain.
-
Harapan Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari
Semoga kajian ini tidak hanya menjadi ilmu yang kita dengar, tetapi juga menjadi pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita berharap dapat:
-
Meningkatkan kejujuran dan amanah dalam setiap aspek kehidupan.
-
Menjadi pribadi yang bijaksana dalam menyelesaikan masalah.
-
Selalu mengutamakan musyawarah dan keadilan dalam mengambil keputusan.
-
Berperan aktif dalam menjaga persatuan umat dan menghindari fitnah serta perpecahan.
Mari kita jadikan Rasulullah ﷺ sebagai teladan dalam kehidupan kita, sebagaimana Allah ﷻ berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (QS. Al-Ahzab: 21)
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ
وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ
إِلَيْكَ
وَصَلَّى اللَّهُ
عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
وَاللَّهُ
الْمُوَفِّقُ إِلَى أَقْوَمِ الطَّرِيقِ،
وَالسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ