Hadits: Adab Makan dalam Islam, Menjaga Keberkahan dan Menghargai Nikmat Allah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ.

Segala puji bagi Allah ﷻ yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua, termasuk nikmat makanan yang menjadi sumber kekuatan bagi tubuh kita. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, sang teladan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam adab makan dan minum.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Islam adalah agama yang tidak hanya mengajarkan hubungan antara hamba dan Rabb-nya, tetapi juga mengatur kehidupan sehari-hari dengan penuh hikmah, termasuk dalam hal makan dan minum. Dalam hadits yang akan kita kaji hari ini, Rasulullah ﷺ memberikan tuntunan tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya bersikap terhadap makanan yang Allah berikan.

Nabi ﷺ mengajarkan kita untuk menghargai setiap rezeki yang kita peroleh, tidak menyia-nyiakan makanan, serta menjaga keberkahannya. Beliau ﷺ memiliki kebiasaan setelah makan, yang akan kita ketahui dengan mengkaji hadits ini. Mari kita membacanya:

 


Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

 أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ كانَ إذَا أَكَلَ طَعَامًا لَعِقَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ، وَقَالَ: إذَا سَقَطَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيُمِطْ عَنْهَا الأذَى وَلْيَأْكُلْهَا، وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ، وَأَمَرَنَا أَنْ نَسْلُتَ القَصْعَةَ، قالَ: فإنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّ طَعَامِكُمُ البَرَكَةُ.

Sesungguhnya Rasulullah ﷺ apabila makan makanan, beliau menjilati tiga jarinya. Beliau bersabda: ‘Jika sesuap makanan salah seorang di antara kalian jatuh, hendaklah ia membersihkan kotoran darinya, lalu memakannya, dan jangan membiarkannya untuk setan.’ Beliau juga memerintahkan kami agar membersihkan wadah makanan, dan beliau bersabda: ‘Karena kalian tidak mengetahui di bagian mana dari makanan kalian terdapat keberkahan.’.

HR. Muslim (2034), Abu Dawud (3845), at-Tirmidzi (1803), dan Ahmad (14089)

mp3: https://t.me/mp3qhn/293


Arti Per Kalimat


 أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ كانَ إذَا أَكَلَ طَعَامًا لَعِقَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ apabila makan makanan, beliau menjilati tiga jarinya.

Perkataan ini menggambarkan kebiasaan makan Rasulullah ﷺ yang penuh dengan adab dan kesadaran akan nikmat Allah. Dalam budaya Islam, menjilati jari setelah makan menunjukkan rasa syukur atas makanan yang diberikan. 

 Rasulullah ﷺ menjilati tiga jarinya, yaitu ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah, karena makanan umumnya dimakan dengan ketiga jari tersebut. Ini adalah bentuk penghargaan terhadap makanan, agar tidak ada bagian yang tersisa sia-sia. 

 Perbuatan ini juga mencerminkan sikap tawadhu’ (rendah hati) dan tidak berlebihan dalam gaya makan. Selain itu, tindakan ini mengandung pesan bahwa setiap remah makanan memiliki potensi berkah, dan jangan sampai diremehkan.


وَقَالَ: إذَا سَقَطَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيُمِطْ عَنْهَا الأذَى وَلْيَأْكُلْهَا
Dan beliau bersabda: Jika sesuap makanan salah seorang di antara kalian jatuh, hendaklah ia membersihkan kotoran darinya, lalu memakannya.

Perkataan ini mengajarkan etika dan penghormatan terhadap nikmat Allah berupa makanan. Ketika makanan jatuh ke tanah, jangan langsung dibuang. 

 Rasulullah ﷺ mengajarkan agar makanan tersebut dibersihkan dari kotoran dan tetap dimakan. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mendorong sikap hemat, tidak mubazir, dan penuh rasa syukur. Membuang makanan karena alasan remeh seperti sedikit kotor merupakan bentuk pemborosan. 

 Dalam potongan hadits ini juga terdapat unsur kebersihan, yaitu anjuran untuk membersihkan kotoran (الأذى) sebelum memakan makanan tersebut. 

 Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya peduli pada adab, tetapi juga pada kesehatan dan kebersihan.


وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ
Dan jangan membiarkannya untuk setan.

 Membiarkannya tanpa dimakan berarti memberi bagian kepada setan, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat bahwa setan ikut serta dalam makanan yang tidak disebut nama Allah atau yang tidak dihargai.

Oleh karena itu, membuang makanan tanpa sebab adalah bentuk ketidaksyukuran dan pembiaran terhadap intervensi setan dalam kehidupan sehari-hari. 

 Rasulullah ﷺ ingin agar umatnya waspada terhadap segala hal yang membuka peluang bagi setan.


وَأَمَرَنَا أَنْ نَسْلُتَ القَصْعَةَ
Dan beliau memerintahkan kami untuk membersihkan wadah makanan.

Perkataan ini adalah perintah Rasulullah ﷺ untuk membersihkan (menjilat atau menghabiskan) sisa makanan dari wadah atau piring, sehingga tidak ada yang tersisa. Ini bukan semata-mata adab makan, tapi juga bentuk penghormatan terhadap nikmat Allah. 

 Perintah ini menunjukkan betapa Islam menjunjung tinggi prinsip anti pemborosan. 

 Menghabiskan makanan hingga bersih dari wadah juga melatih seseorang untuk bersikap qana’ah (menerima dengan cukup), tidak rakus, dan tidak meremehkan nikmat sekecil apa pun. 

Bahkan dalam sisa makanan pun bisa terdapat keberkahan, sebagaimana akan dijelaskan dalam kalimat berikutnya.


 قالَ: فإنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّ طَعَامِكُمُ البَرَكَةُ
Dan beliau bersabda: Karena kalian tidak mengetahui di bagian mana dari makanan kalian terdapat keberkahan.

Perkataan ini menjelaskan hikmah dari perintah untuk tidak menyisakan makanan. Rasulullah ﷺ menekankan bahwa keberkahan bisa terdapat pada bagian mana saja dari makanan yang kita makan, bahkan pada remah terakhir. 

 Keberkahan (البركة) adalah sesuatu yang tidak selalu tampak, tapi dampaknya besar—bisa berupa kesehatan, kenyang yang cukup, ketenangan jiwa, atau rezeki yang bertambah. 

Oleh karena itu, tidak seharusnya seseorang menganggap remeh bagian kecil dari makanannya. 

 Kalimat ini mengajarkan kita agar selalu menghargai nikmat Allah, sekecil apa pun bentuknya, karena bisa jadi keberkahan justru ada pada bagian yang dianggap kecil atau tak berarti.



Syarah Hadits


كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعَلِّمًا وَمُرَبِّيًا
Nabi adalah seorang pengajar dan pendidik.

وَكَانَ يَهْتَمُّ بِتَرْبِيَةِ النَّاسِ وَتَعْلِيمِهِمْ أُمُورَ دِينِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ
Dan beliau sangat memperhatikan pendidikan manusia serta mengajarkan urusan agama dan dunia mereka.

وَمِنْ ذَلِكَ تَعْلِيمُهُمُ الْآدَابَ الَّتِي يَنْبَغِي مُرَاعَاتُهَا عِنْدَ الطَّعَامِ
Di antara hal itu adalah mengajarkan adab-adab yang harus diperhatikan saat makan.

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يَرْوِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Dalam hadits ini, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَكَلَ طَعَامًا وَانْتَهَى مِنْهُ لَحَسَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ
Bahwa Nabi apabila selesai makan, beliau menjilat tiga jarinya.

وَهِيَ الْإِبْهَامُ وَالْمُسَبِّحَةُ وَالْوُسْطَى
Yaitu ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah.

بِلِسَانِهِ وَشَفَتَيْهِ قَبْلَ أَنْ يَمْسَحَهَا بِمِنْدِيلٍ وَنَحْوِهِ لِإِزَالَةِ مَا بَقِيَ عَلَيْهَا
Dengan lidah dan bibirnya sebelum membersihkannya dengan sapu tangan atau sejenisnya untuk menghilangkan sisa makanan yang menempel.

أَوْ قَبْلَ غَسْلِهَا، وَذَلِكَ مُحَافَظَةً عَلَى بَرَكَةِ الطَّعَامِ
Atau sebelum mencucinya, dan itu sebagai bentuk menjaga berkah makanan.

لِأَنَّ الْمَرْءَ لَا يَعْرِفُ فِي أَيِّ طَعَامِهِ تَكُونُ الْبَرَكَةُ
Karena seseorang tidak tahu di bagian mana dari makanannya terdapat berkah.

فَلَعَلَّهَا تَكُونُ فِي الطَّعَامِ الْمُلْتَصِقِ بِالْأَصَابِعِ وَالْيَدِ
Bisa jadi berkah itu ada pada makanan yang menempel di jari dan tangan.

وَقَدْ خَصَّ الثَّلَاثَ أَصَابِعَ لِمَا وَرَدَ فِي رِوَايَةٍ أُخْرَى عِنْدَ مُسْلِمٍ
Dan beliau mengkhususkan tiga jari karena dalam riwayat lain di Muslim disebutkan.

أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْكُلُ بِثَلَاثِ أَصَابِعَ
Bahwa beliau makan dengan tiga jari.

وَبَيَّنَ أَنَسٌ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ
Anas radhiyallahu ‘anhu juga menjelaskan bahwa Nabi memerintahkan.

إِذَا سَقَطَتْ وَوَقَعَتْ مِنْ أَحَدٍ لُقْمَةٌ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ يَأْخُذَهَا وَيَرْفَعَهَا مِنَ الْأَرْضِ
Apabila suapan seseorang jatuh ke tanah, hendaklah ia mengambil dan mengangkatnya dari tanah.

وَيُزِيلَ عَنْهَا الْأَذَى، وَمَا يُسْتَقْذَرُ مِنْ تُرَابٍ وَنَحْوِهِ
Dan membersihkan kotoran atau sesuatu yang menjijikkan seperti debu dan sejenisnya.

ثُمَّ لِيَأْكُلْهَا، وَلَا يَتْرُكْهَا لِلشَّيْطَانِ
Kemudian memakannya, dan jangan meninggalkannya untuk setan.

وَأَمَرَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ «نَسْلُتَ الْقَصْعَةَ»
Dan beliau memerintahkan untuk 'membersihkan piring'.

وَهِيَ الْوِعَاءُ الَّذِي يُوضَعُ فِيهِ الطَّعَامُ
Yaitu wadah yang digunakan untuk menaruh makanan.

وَالْمَعْنَى: أَنَّهُ أَمَرَ أَنْ نَمْسَحَهَا وَنَتَتَبَّعَ مَا بَقِيَ فِيهَا مِنَ الطَّعَامِ وَنَأْكُلَهُ
Maknanya: beliau memerintahkan untuk mengusapnya dan mengambil sisa makanan yang ada di dalamnya lalu memakannya.

وَالْقَصْعَةُ، هِيَ الَّتِي يَأْكُلُ عَلَيْهَا عَشَرَةُ أَنْفُسٍ
Dan piring (القصعة) adalah wadah yang digunakan sepuluh orang untuk makan.

وَالْمُرَادُ بِهَا هُنَا: مُطْلَقُ الْإِنَاءِ الَّذِي فِيهِ الطَّعَامُ
Yang dimaksud di sini adalah semua wadah yang berisi makanan.

وَذَلِكَ لِأَنَّنَا لَا نَدْرِي فِي أَيِّ طَعَامِنَا «الْبَرَكَةُ»
Hal itu karena kita tidak tahu di bagian mana dari makanan kita terdapat 'berkah'.

وَهِيَ الزِّيَادَةُ وَثُبُوتُ الْخَيْرِ وَالِانْتِفَاعُ بِهِ
Yaitu tambahan, tetapnya kebaikan, dan manfaat dari makanan tersebut.

وَالْمُرَادُ بِهَا هُنَا: مَا يَحْصُلُ بِهِ التَّغْذِيَةُ وَتَسْلَمُ عَاقِبَتُهُ مِنْ أَذًى وَيُقَوِّي عَلَى طَاعَةِ اللهِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
Yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang memberikan nutrisi, aman dari bahaya, dan menguatkan untuk taat kepada Allah serta hal lainnya.

وَهَذَا مِنْ بَابِ حِفْظِ نِعَمِ اللهِ سُبْحَانَهُ، وَشُكْرِ مَنَنِهِ
Ini termasuk dalam kategori menjaga nikmat Allah dan mensyukuri karunia-Nya.

وَتَقْدِيرِ الْخَيْرِ الَّذِي يُسَخِّرُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِلنَّاسِ
Serta menghargai kebaikan yang Allah berikan kepada manusia.

وَالطَّعَامُ مِنْ أَعْظَمِ هَذِهِ النِّعَمِ
Dan makanan adalah salah satu nikmat terbesar.

فَبِهِ حَيَاةُ الْإِنْسَانِ وَقُوَّتُهُ، كَمَا جَعَلَ فِيهِ لَذَّتَهُ
Karena dengan makanan, manusia hidup dan kuat, serta Allah menjadikannya sebagai sumber kenikmatan.

وَلِذَلِكَ أَمَرَ بِالْحَمْدِ بَعْدَ تَنَاوُلِهِ، وَالشُّكْرِ عَلَى إِحْسَانِهِ بِهِ
Oleh karena itu, beliau memerintahkan untuk memuji Allah setelah makan dan bersyukur atas karunia-Nya.

يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ} [البقرة: 172]
Allah berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kalian, dan bersyukurlah kepada Allah jika kalian hanya menyembah-Nya.' (QS. Al-Baqarah: 172).

وَفِي الْحَدِيثِ: بَيَانُ هَدْيِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تَنَاوُلِ الطَّعَامِ
Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang tuntunan Nabi dalam makan.

وَفِيهِ: أَنَّ مِنْ هَدْيِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعْقَ الْأَصَابِعِ بَعْدَ الطَّعَامِ
Di dalamnya juga disebutkan bahwa di antara tuntunan beliau adalah menjilat jari setelah makan.

وَسَلْتَ الْقَصْعَةِ قَبْلَ الِانْتِهَاءِ مِنَ الطَّعَامِ
Dan membersihkan piring sebelum selesai makan.

وَفِيهِ: أَنَّ مِنْ هَدْيِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْلَ اللُّقْمَةِ السَّاقِطَةِ بَعْدَ مَسْحِ أَذًى يُصِيبُهَا
Di dalamnya juga disebutkan bahwa di antara tuntunan beliau adalah memakan suapan yang jatuh setelah membersihkan kotorannya.

وَفِيهِ: الْحَثُّ عَلَى كَسْرِ النَّفْسِ بِالتَّوَاضُعِ
Di dalamnya juga terdapat dorongan untuk merendahkan diri dengan sikap tawadhu'.

وَأَخْذُ اللُّقْمَةِ السَّاقِطَةِ، وَعَدَمِ تَرْكِهَا كَمَا يَفْعَلُهُ بَعْضُ الْمُتْرَفِينَ؛ اسْتِكْبَارًا
Serta mengambil suapan yang jatuh dan tidak meninggalkannya sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang sombong.

وَفِيهِ: التَّحْذِيرُ مِنَ الشَّيْطَانِ
Di dalamnya juga terdapat peringatan terhadap setan.

وَفِيهِ: ثُبُوتُ أَكْلِ الشَّيْطَانِ
Dan di dalamnya juga terdapat penegasan bahwa setan ikut makan.


Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/132408


Pelajaran dari Hadits ini


 

1. Menjilati Jari sebagai Bentuk Syukur dan Adab Makan

Dalam perkataan "أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ كانَ إذَا أَكَلَ طَعَامًا لَعِقَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ" (Sesungguhnya Rasulullah ﷺ apabila makan makanan, beliau menjilati tiga jarinya), terdapat pelajaran besar tentang rasa syukur, penghormatan terhadap nikmat, dan ketawadhu’an. 

Tindakan menjilati jari menunjukkan kesadaran penuh bahwa setiap butir makanan adalah rezeki dari Allah yang mengandung keberkahan, tidak boleh disia-siakan. Ini sekaligus menjadi menjadi teladan dalam kesederhanaan dan adab makan dan juga wujud syukur kepada Allah. 

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam QS Ibrahim:7:

  وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu."

Syukur bukan hanya dengan lisan, tetapi dengan tindakan menjaga dan menghargai nikmat itu.


2. Tidak Membiarkan Makanan Terbuang Sia-sia

Perkataan "وَقالَ: إِذَا سَقَطَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيُمِطْ عَنْهَا الأذَى وَلْيَأْكُلْهَا" (Dan beliau bersabda: Jika sesuap makanan salah seorang di antara kalian jatuh, hendaklah ia membersihkan kotoran darinya, lalu memakannya) menunjukkan bahwa Islam mengajarkan untuk tidak membuang makanan meskipun telah jatuh, selama masih bisa dibersihkan dan layak dimakan. 

Hal ini menanamkan sikap tidak boros, cinta kebersihan, serta menghormati nikmat Allah sekecil apapun bentuknya. Dalam QS Al-Isra’ (17) ayat 26–27 disebutkan:

  وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا

( dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros, Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya). 

Tindakan membersihkan dan memakan makanan yang jatuh juga menghindarkan diri dari sifat takabbur dan menjaga dari sifat gengsi yang tak berdasar.


3. Mencegah Setan Mendapat Bagian dari Rezeki

Dalam perkataan "وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ" (Dan jangan membiarkannya untuk setan), Rasulullah ﷺ memperingatkan bahwa membiarkan makanan terbuang bisa menjadi sebab setan mengambil bagian dari rezeki manusia. 

Islam memandang makanan sebagai sesuatu yang suci dan perlu dijaga, dan membuangnya tanpa sebab membuka peluang bagi setan untuk ikut dalam kehidupan manusia. 

Maka, memakan kembali makanan yang jatuh dan membersihkannya adalah bentuk pengusiran setan secara nyata dari rezeki kita.


4. Menghabiskan Makanan hingga Bersih sebagai Wujud Penghormatan

Perkataan "وَأَمَرَنَا أَنْ نَسْلُتَ القَصْعَةَ" (Dan beliau memerintahkan kami untuk membersihkan wadah makanan) adalah perintah yang menunjukkan pentingnya adab dalam makan hingga tidak menyisakan makanan di wadah. 

Ini bukan sekadar persoalan kebersihan, tetapi bentuk nyata dari penghormatan terhadap nikmat Allah. 

Membersihkan piring atau wadah makan mencerminkan sikap hemat, tawadhu’, dan menghargai berkah yang mungkin berada pada bagian terakhir dari makanan tersebut atau butir terakhir dari nasi di piring. Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits lain: 

إنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ العَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

(Sesungguhnya Allah ridha terhadap seorang hamba yang ketika makan satu suapan, ia memuji-Nya karenanya, atau meminum minuman, ia memuji-Nya karenanya) HR. Muslim (2734)

Menghabiskan makanan adalah bentuk syukur dan pujian kepada Allah yang diwujudkan dalam perbuatan.


5. Keberkahan Makanan Bisa Tersembunyi

Perkataan "وَقالَ: فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّ طَعَامِكُمُ البَرَكَةُ" (Dan beliau bersabda: Karena kalian tidak mengetahui di bagian mana dari makanan kalian terdapat keberkahan) menyampaikan pelajaran bahwa keberkahan adalah sesuatu yang tidak kasat mata dan bisa terdapat pada bagian makanan yang paling akhir atau bahkan pada remahnya. 

Karena itu, tidak boleh ada sikap meremehkan makanan sedikit pun. Keberkahan bisa berupa kepuasan hati, kesehatan, atau rezeki yang bertambah. 


6. Menanamkan Sifat Tawadhu’ dan Anti-Gengsi

Meskipun tidak disebutkan secara langsung di matan hadits, hadits ini juga mengajarkan pentingnya tawadhu’ dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam hal makan. 

Tidak merasa risih menjilati jari atau memungut makanan yang jatuh mencerminkan jiwa yang bersih dari kesombongan dan gengsi palsu. 

Rasulullah ﷺ adalah teladan dalam tawadhu’, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

  ما شَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ  مِن خُبْزِ بُرٍّ مَأْدُومٍ ثَلَاثَةَ أيَّامٍ حتَّى لَحِقَ باللَّهِ

(Keluarga Muhammad ﷺ tidak pernah kenyang dari roti gandum yang ada lauknya selama tiga hari berturut-turut hingga beliau wafatHR. Bukhari (5423)

Sifat tawadhu’ adalah dasar dari banyak akhlak mulia lainnya.


7. Pendidikan Karakter Melalui Adab Makan

Hadits ini juga menjadi pelajaran penting dalam membentuk karakter islami sejak kecil, khususnya dalam pendidikan rumah tangga. 

Dengan mengajarkan anak untuk tidak membuang makanan, menjilati jari, dan membersihkan piring, mereka diajarkan untuk memiliki rasa tanggung jawab, syukur, dan sikap menghargai.

Maka orang tua harus menjadikan adab makan ini sebagai bagian dari pembentukan karakter yang islami.

 


Penutup Kajian


Hadirin yang dirahmati Allah,

Hadis ini mengajarkan pentingnya menghormati makanan, tidak membuang-buang nikmat Allah, bersikap rendah hati, dan menjadikan makan sebagai bagian dari ibadah. Dengan mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ, seseorang dapat memperoleh keberkahan dalam rezekinya dan terhindar dari sifat sombong serta pengaruh setan.

Beliau ﷺ memiliki kebiasaan menjilat jari setelah makan sebagai bentuk penghormatan terhadap makanan, serta mencontohkan untuk mengambil kembali makanan yang jatuh ke tanah, membersihkannya, lalu memakannya agar tidak disia-siakan.

Betapa indahnya ajaran Islam! Di zaman sekarang, ketika makanan sering kali terbuang sia-sia, hadits ini menjadi pengingat bagi kita untuk lebih bersyukur atas nikmat Allah dan tidak bertindak boros. Bahkan, makanan yang kita anggap remeh bisa jadi mengandung keberkahan yang tidak kita sadari.

Melalui kajian ini, mari kita sama-sama memahami bahwa adab makan dalam Islam bukan sekadar kebiasaan, tetapi merupakan wujud syukur kepada Allah, penghormatan terhadap nikmat, serta bentuk kerendahan hati yang menjauhkan kita dari kesombongan dan sikap mubazir

Semoga ilmu yang kita dapatkan hari ini bisa menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari dan mendekatkan kita kepada Allah ﷻ. Kita tutup dengan membaca doa kafaratul majelis: 

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers