Hadits: Dzikir Pagi Doa Berlindung dari Kejahatan Diri Sendiri dan Setan

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah ﷻ, Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Setiap pagi kita memulai hari dengan berbagai aktivitas, dan setiap petang kita mengakhiri hari dengan berbagai pengalaman yang telah kita lalui. Namun, pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri: Bagaimana cara terbaik memulai dan menutup hari agar penuh dengan keberkahan dan perlindungan dari Allah?

Pertanyaan ini pernah diajukan oleh sahabat mulia, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, kepada Rasulullah ﷺ. Sebagai sahabat yang paling dekat dengan Nabi, Abu Bakar tentu memahami pentingnya doa dalam kehidupan seorang Muslim. Dan Rasulullah ﷺ tidak hanya menjawab dengan sebuah kalimat singkat, tetapi mengajarkan sebuah doa yang mencakup tauhid, perlindungan dari kejahatan diri sendiri, serta penjagaan dari godaan setan dan keburukan yang bisa menimpa diri dan orang lain.

Mari kita bacakan hadits lengkapnya:

-----

Dari Abu Rasyid al-Hibrani: Saya datang kepada Abdullah bin Amr dan berkata kepadanya: "Ceritakanlah kepada kami apa yang kamu dengar dari Rasulullah ." Maka dia memberikan sebuah lembaran kepadaku dan berkata: "Ini adalah yang ditulis untukku oleh Rasulullah ." Aku pun melihatnya, dan di dalamnya tertulis:

 Sesungguhnya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Nabi , "Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku apa yang harus aku ucapkan ketika aku pagi dan ketika aku petang." Maka Nabi  bersabda, "Wahai Abu Bakar! Ucapkanlah..."

اللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ، عَالِمَ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي، وَشَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِي سُوءًا أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ»

'Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang tampak, Rabb segala sesuatu dan Pemiliknya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku sendiri, dari kejahatan setan dan kesyirikannya, serta dari perbuatan buruk yang aku lakukan terhadap diriku sendiri atau yang aku seret kepada seorang Muslim.

HR Tirmidzi (3529), Ahmad (6597), dan Bukhari dalam "Al-Adab Al-Mufrad" (1204)


 


Arti Per Kalimat


اللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ
“Ya Allah, Pencipta langit dan bumi.”

Perkataan ini mengandung pengakuan akan keesaan Allah sebagai satu-satunya Pencipta (فاطر) seluruh alam semesta, termasuk langit yang tinggi dan bumi yang luas. Kata "فاطر" berasal dari akar kata "فطر" yang bermakna membuka, membelah, atau memulai dari ketiadaan. Ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan segalanya dari keadaan nihil. Doa ini mengajarkan tauhid rububiyah, yaitu keyakinan bahwa hanya Allah yang berhak disebut sebagai Rabb karena Dia-lah yang menciptakan, mengatur, dan menguasai alam semesta.


عَالِمَ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
“Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata.”

Allah disebut sebagai ‘Ālim al-Ghayb wa al-Shahādah, yang artinya Dia Maha Mengetahui segala yang tersembunyi maupun yang tampak oleh pancaindra manusia. "Ghaib" mencakup segala sesuatu yang tidak diketahui manusia: masa depan, niat, dan perkara-perkara metafisik. Sedangkan "syahādah" adalah hal-hal yang terlihat dan diketahui manusia. Perkataan ini menanamkan keyakinan bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu tanpa batas dan bahwa kita harus selalu merasa diawasi-Nya.


رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيكَهُ
“Tuhan segala sesuatu dan Penguasanya.”

Kata "Rabb" menunjukkan bahwa Allah adalah pemilik, pengatur, dan pemelihara setiap makhluk. Sementara "Malīk" (Penguasa) menegaskan bahwa kekuasaan-Nya tidak terbatas dan mencakup segala aspek ciptaan-Nya. Allah bukan hanya menciptakan, tetapi juga mengatur dan menguasai seluruh makhluk—baik manusia, hewan, tumbuhan, maupun makhluk halus. Maka, seorang hamba harus berserah diri hanya kepada-Nya dalam segala urusan.


أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ
“Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar selain Engkau.”

Ini adalah inti kalimat tauhid yang menyatakan syahadat, yakni pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Perkataan ini bukan hanya pengakuan lisan, tapi juga pembenaran dalam hati dan perwujudan dalam amal. Ia adalah pondasi keimanan dan kunci keselamatan di dunia dan akhirat. Dengan bersaksi seperti ini, seseorang menafikan segala bentuk kesyirikan dan menetapkan bahwa seluruh bentuk ibadah hanya kepada Allah semata.


أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي
“Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku.”

Ini adalah permohonan perlindungan kepada Allah dari kecenderungan jiwa yang buruk. Nafsu manusia memiliki potensi untuk menjerumuskannya ke dalam dosa dan maksiat. Dengan Perkataan ini, kita diajarkan untuk tidak merasa aman dari tipu daya nafsu sendiri dan senantiasa meminta pertolongan Allah agar bisa menjaga diri dari kejahatan yang timbul dari dalam diri, seperti kesombongan, iri, dengki, dan hawa nafsu.


وَشَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ
“Dan dari kejahatan setan dan kesyirikannya.”

Permohonan ini mencakup dua bentuk bahaya: kejahatan setan yang menggoda manusia agar berbuat maksiat, serta kesyirikan yang merupakan dosa paling besar. Kata "syirkih" bisa diartikan sebagai kesyirikan yang ditimbulkan oleh setan, baik syirik besar maupun kecil, termasuk riya. Ini mengajarkan pentingnya waspada terhadap tipu daya setan yang bisa menyelinap ke dalam ibadah dan niat seseorang.


وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِي سُوءًا
“Dan dari aku melakukan kejahatan terhadap diriku sendiri.”

Perkataan ini mencerminkan kesadaran akan potensi manusia untuk menyakiti dirinya sendiri melalui perbuatan dosa dan pelanggaran syariat. Kejahatan terhadap diri sendiri bisa berupa maksiat, kelalaian dalam ibadah, atau tindakan merusak akhlak dan kehormatan. Doa ini mengajarkan agar kita berlindung dari perbuatan yang pada akhirnya justru membinasakan diri sendiri di dunia maupun akhirat.


أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ
“Atau aku menyeretnya (kejahatan itu) kepada seorang Muslim.”

Bagian ini menunjukkan kepedulian sosial dalam Islam, yakni agar seorang Muslim tidak menjadi sebab kerusakan atau keburukan bagi orang lain. Menyakiti sesama Muslim, baik dengan lisan, perbuatan, atau bahkan menjadi sebab fitnah dan kerusakan, adalah perbuatan tercela. Doa ini mengajarkan sikap tanggung jawab agar kita tidak menjadi sumber mudarat bagi orang lain.


Doa ini secara keseluruhan adalah permohonan perlindungan yang sangat komprehensif, meliputi aspek tauhid, permohonan penjagaan diri, serta kepedulian terhadap keselamatan orang lain dari akibat perbuatan kita. Doa ini diajarkan oleh Nabi Muhammad sebagai salah satu dzikir penting untuk menjaga diri dari bisikan jahat, syirik, dan dosa.



Syarah Hadits


هَذَا الحَديثُ
Hadits ini

قَدْ اشْتَمَلَ عَلَى
telah mengandung

دُعَاءٍ مِنَ الأَدْعِيَةِ الجَوامِعِ
doa dari doa-doa yang mencakup (lengkap)

الَّتِي كَانَ يَدْعُو بِهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
yang Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa berdoa dengannya

فَيَرْوِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما
maka Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِأَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu

"يَا أَبَا بَكْرٍ، قُلِ: اللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ"
"Wahai Abu Bakar, ucapkanlah: Ya Allah, Pencipta langit dan bumi"

أَيْ: خَالِقَهُمَا وَمُبْدِعَهُمَا
yaitu: Pencipta keduanya dan yang menciptakannya dengan cara yang unik

"عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ"
"Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang tampak"

الغَيْبُ: مَا غَابَ عَنْ الْعِبَادِ
Ghaib: apa yang tersembunyi dari hamba-hamba-Nya

وَالشَّهَادَةِ: مَا شَاهَدُوهُ
dan Syahadah: apa yang (nampak yang) mereka saksikan

"لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنتَ"
"Tidak ada Tuhan selain Engkau"

أَيْ: أَشْهَدُ أَنَّهُ لَا مَعْبُودَ بِحَقٍّ إِلَّا اللَّهُ
yaitu: saya bersaksi bahwa tidak ada yang disembah dengan benar kecuali Allah

"رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيكَهُ"
"Tuhan dari segala sesuatu dan Pemiliknya"

أَيْ: الْمَالِكِ لِكُلِّ شَيْءٍ، ٱلْمُتَصَرِّفِ فِيهِ بِمَشِيئَتِكَ
yaitu: Pemilik segala sesuatu, yang mengatur segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya

"أَعُوذُ بِكَ مِن شَرِّ نَفْسِي"
Saya berlindung kepada-Mu dari keburukan diriku

أَيْ: أَلْتَجِئُ إِلَيْكَ وَأَحْتَمِي بِكَ مِنَ النَّفْسِ ٱلْأَمَّارَةِ بِالسُّوءِ
yaitu: saya memohon perlindungan kepada-Mu dan berlindung dari jiwa yang mendorong kejahatan

"وَمِن شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ"
dan dari kejahatan setan dan kesyirikannya

أَيْ: مِنْ إِغْوَائِهِ وَوَسْوَسَتِهِ
yaitu: dari godaannya dan bisikannya

وَشِرْكُ الشَّيْطَانِ، يَعْنِي: مَا يَدْعُو إِلَيْهِ مِنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ
dan kesyirikan setan, yaitu: apa yang dia serukan berupa kesyirikan dan kekufuran

أَوْ أَحْتَمِي بِكَ مِنْ حَبَائِلِ الشَّيْطَانِ وَمَصَائِدِهِ
atau saya berlindung kepada-Mu dari perangkap setan dan jeratannya

"وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِي سُوءًا، أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ"
dan agar saya tidak mendatangkan keburukan pada diri saya, atau menyebabkan keburukan tersebut pada seorang Muslim

أَيْ: أَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أَجُرَّ عَلَى نَفْسِي سُوءًا أَوْ أَتَسَبَّبَ بِهِ لِمُسْلِمٍ
yaitu: saya berlindung kepada-Mu dari mencelakakan diri saya atau menyebabkan keburukan itu pada seorang Muslim

لِأَنَّ النَّفْسَ أَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
karena jiwa itu selalu mendorong kepada kejahatan

مَيَّالَةٌ إِلَى الشَّهَوَاتِ وَاللَّذَّاتِ الْفَانِيَةِ
serta condong kepada syahwat dan kenikmatan duniawi yang fana (sementara)

وَاسْتَعَاذَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نَفْسِهِ مَعَ أَنَّهُ مَجْبُولٌ عَلَى الْخَيْرِ
Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun berlindung dari keburukan dirinya sendiri, meskipun beliau diciptakan dalam keadaan suci dan cenderung kepada kebaikan

وَذَلِكَ أَنَّ ٱلْمُرَادَ مِنْهُ الدُّعَاءُ بِالدَّوَامِ وَالثَّبَاتِ عَلَى مَا هِيَ عَلَيْهِ
dan itu karena yang dimaksud dari doa ini adalah untuk terus-menerus dan tetap berada dalam keadaan tersebut

وَأَيْضًا تَعْلِيمٌ لِلْأُمَّةِ وَإِرْشَادُهُمْ إِلَى طَرِيقِ الدُّعَاءِ
dan juga sebagai pengajaran untuk umat dan petunjuk mereka kepada cara berdoa.

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/113602


Pelajaran dari Hadits ini


 1. Pengakuan akan Kemahakuasaan Allah dalam Penciptaan

Perkataan اللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ (Ya Allah, Pencipta langit dan bumi) menunjukkan bahwa seorang hamba memulai doanya dengan menyebut sifat Allah sebagai pencipta segala sesuatu dari ketiadaan. Hal ini mengandung pelajaran penting bahwa setiap doa dan permohonan harus diawali dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah. Menyebut “فَاطِرَ” menandakan Allah menciptakan bukan hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam pengaturan dan tatanan langit dan bumi. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam Surah Al-An’am ayat 14: قُلْ أَغَيْرَ ٱللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيّٗا فَاطِرِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ (Katakanlah: "Apakah aku akan menjadikan pelindung selain Allah, Pencipta langit dan bumi?"). Pengakuan ini memperkuat keimanan bahwa hanya kepada Allah lah tempat kembali dan bergantung.


2. Meyakini Ilmu Allah yang Sempurna

Perkataan عَالِمَ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ (Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata) mengajarkan bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu tanpa batas ruang dan waktu. Ia mengetahui apa yang tidak diketahui oleh manusia, serta apa yang tampak di mata makhluk. Keimanan kepada sifat Allah yang Maha Mengetahui ini menanamkan rasa diawasi, sehingga mendorong keikhlasan dalam beramal dan menjauhi maksiat. Dalam Surah Al-Hashr ayat 22, Allah menegaskan: هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَالِمُ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَادَةِ (Dialah Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata). Pemahaman ini menguatkan adab seorang hamba dalam menyembunyikan maupun menampakkan amalnya.


3. Penyerahan Diri kepada Pengatur Segala Sesuatu

Perkataan رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيكَهُ (Tuhan segala sesuatu dan Penguasanya) memberikan pelajaran tentang tauhid rububiyah, yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Rabb (Pemelihara) dan Malik (Penguasa) segala yang ada. Penggabungan antara “Rabb” dan “Malik” mencakup aspek kepemilikan, pengaturan, dan penguasaan terhadap segala makhluk. Ini mendorong seorang hamba untuk berserah diri kepada kehendak-Nya dan tidak bergantung pada selain-Nya. Allah berfirman dalam Surah Al-Mu’minun ayat 86: قُلْ مَن رَّبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ ٱلسَّبْعِ وَرَبُّ ٱلْعَرْشِ ٱلْعَظِيمِ (Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit yang tujuh dan Tuhan ‘Arsy yang agung?”). Ketundukan kepada-Nya menjadi asas dari kehidupan seorang Muslim.


4. Kesaksian Tauhid sebagai Inti Iman

Perkataan أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ (Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar selain Engkau) adalah inti dari seluruh ajaran Islam. Ini adalah pengakuan akan tauhid uluhiyah, yaitu bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Kata “أَشْهَدُ” mengandung unsur ilmu, keyakinan, dan pengucapan yang membuktikan ikatan iman dalam hati dan lisan. Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda: من مات وهو يعلم أنه لا إله إلا الله دخل الجنة (Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, maka ia masuk surga). Kalimat ini adalah fondasi yang menyelamatkan seseorang di akhirat.


5. Permohonan Perlindungan dari Keburukan Diri Sendiri

Perkataan أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي (Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku) mengajarkan pentingnya mengenali potensi negatif dalam jiwa manusia. Nafsu bisa mendorong kepada kejelekan jika tidak dikendalikan dengan iman dan takwa. Seorang hamba meminta agar Allah melindunginya dari dirinya sendiri, sebagai bentuk rendah hati dan pengakuan atas kelemahan pribadi. Dalam Surah Yusuf ayat 53 disebutkan: إِنَّ ٱلنَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِٱلسُّوٓءِ (Sesungguhnya nafsu itu benar-benar menyuruh kepada kejahatan). Inilah bentuk muhasabah yang terus-menerus agar jiwa tidak melenceng dari jalan Allah.


6. Perlindungan dari Godaan dan Kesyirikan Setan

Perkataan وَشَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ (Dan dari kejahatan setan dan kesyirikannya) memperlihatkan bahaya nyata yang ditimbulkan oleh setan terhadap iman manusia. Kesyirikan adalah misi utama setan yang berusaha menjerumuskan manusia dalam dosa terbesar. Dengan doa ini, seorang Muslim membentengi dirinya dari segala tipu daya yang mengarah pada syirik, baik kecil maupun besar. Dalam Surah Fatir ayat 6 Allah berfirman: إِنَّ ٱلشَّيْطَٰنَ لَكُمْ عَدُوّٞ فَٱتَّخِذُوهُ عَدُوًّا (Sesungguhnya setan adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh). Ini adalah bentuk kewaspadaan terhadap musuh abadi umat manusia.


7. Takut Berbuat Dosa terhadap Diri Sendiri

Perkataan وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِي سُوءًا (Dan dari aku melakukan kejahatan terhadap diriku sendiri) menunjukkan rasa takut seorang hamba terhadap akibat buruk dari dosa yang ia lakukan. Setiap dosa yang diperbuat akan berdampak pada jiwa dan akhiratnya. Ia tidak ingin mencelakakan dirinya sendiri dengan perbuatan maksiat atau kelalaian. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 286, Allah mengajarkan doa: رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah). Ini menunjukkan bahwa seorang mukmin sadar bahwa dirinya tidak luput dari kesalahan.


8. Menjaga Orang Lain dari Keburukan Diri

Perkataan أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ (Atau aku menyeretnya kepada seorang Muslim) mengajarkan bahwa seorang Muslim tidak hanya memikirkan keselamatan dirinya, tetapi juga keselamatan orang lain. Ia tidak ingin perbuatannya membawa kerugian atau dosa kepada sesama Muslim. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi hak orang lain dan mencegah pelanggaran terhadap mereka. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan: المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده (Seorang Muslim adalah yang mana kaum Muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya). Nilai ini menanamkan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam bermasyarakat.


9. Pentingnya Memulai Doa dengan Tauhid dan Pengagungan

Perkataan-perkataan pembuka dalam hadits ini menunjukkan bahwa adab berdoa dimulai dengan pengagungan terhadap nama dan sifat Allah. Ini mencontohkan metode Nabi dalam berdoa, yakni menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah sebelum menyampaikan permintaan. Hal ini sejalan dengan perintah Allah dalam Surah Al-A’raf ayat 180: وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا (Dan milik Allah-lah nama-nama yang indah, maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama tersebut). Ini memperkuat ikatan hati dengan Allah dan membentuk adab dalam ibadah.


10. Urgensi Tauhid Sebagai Pelindung dari Semua Bahaya

Isi hadits ini secara keseluruhan menekankan bahwa tauhid adalah benteng yang paling kokoh dari segala macam kejahatan, baik dari luar maupun dalam. Semua permintaan perlindungan disandarkan pada pengesaan Allah dan pengakuan bahwa hanya Dia yang mampu melindungi dari setan, nafsu, dan dosa. Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits Tirmidzi: من قال لا إله إلا الله وحده لا شريك له... كان له حرزا من الشيطان (Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah... maka itu menjadi pelindung baginya dari setan). Ini menunjukkan betapa tauhid merupakan sumber kekuatan spiritual terbesar bagi seorang Muslim.


Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan bahwa perlindungan sejati hanya datang dari Allah, yang Mahakuasa, Maha Mengetahui, dan Pemilik segala sesuatu. Dengan tauhid, kesadaran terhadap kelemahan diri, serta tanggung jawab sosial, seorang hamba membentengi dirinya dari keburukan nafsu dan godaan setan. Ini adalah doa yang menyeluruh untuk membangun kesalehan pribadi dan sosial.



Penutup Kajian


Dalam doa ini, Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk mengakui kebesaran Allah sebagai Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui segala yang tampak dan tersembunyi, agar hati kita senantiasa dipenuhi dengan keimanan. Lalu, kita diajarkan untuk memohon perlindungan dari keburukan diri sendiri, karena sering kali dosa dan kesalahan berasal dari kelemahan jiwa kita. Kita juga berlindung dari setan dan segala bentuk kesyirikan, karena tipu daya setan begitu halus dan bisa menyesatkan manusia tanpa disadari. Dan terakhir, kita memohon agar dijauhkan dari perbuatan buruk yang bisa mencelakakan diri sendiri maupun orang lain, karena dosa tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga dapat membawa keburukan bagi sesama.

Hadirin sekalian,
Betapa luar biasanya doa ini! Ia bukan sekadar untaian kata, tetapi merupakan benteng perlindungan bagi seorang Muslim di pagi dan petang hari. Dengan membacanya setiap hari, kita akan semakin sadar akan ketergantungan kita kepada Allah, semakin waspada terhadap bisikan setan, dan semakin berhati-hati dalam setiap langkah yang kita ambil.

Semoga kita semua bisa mengamalkan doa ini dengan penuh keyakinan, sehingga hidup kita senantiasa dalam lindungan dan keberkahan Allah ﷻ. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers