Hadits: Doa Sayyidul Istighfar - Doa Istighfar Terbaik

 Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ﷻ yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam. Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Di antara anugerah terbesar dari Allah ﷻ kepada kita adalah pintu ampunan yang selalu terbuka. Tidak ada manusia yang luput dari dosa, namun yang membedakan hamba yang beruntung dengan yang celaka adalah kesadarannya untuk kembali kepada Allah dan memohon ampunan-Nya.

Pada kesempatan ini, kita akan membahas Sayyidul Istighfar, doa istighfar terbaik yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. Sebuah doa yang tidak hanya berisi permohonan ampun, tetapi juga pengakuan penuh seorang hamba atas kebesaran Allah, kesadarannya terhadap nikmat yang diterima, dan kejujuran dalam mengakui dosa-dosa yang telah dilakukan.

Mari kita mengkaji doa di hadits ini:

Hadits 1:

Dari  Syaddād bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَيِّدُ الِاسْتِغْفارِ أنْ تَقُولَ:
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لا إلَهَ إلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ.

Sayyidul Istighfar adalah engkau mengucapkan:

Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Engkau telah menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku berpegang pada janji dan ikatan dengan-Mu sebisa mungkin. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang telah aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu atas diriku, dan aku juga mengakui dosaku. Maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.

قالَ: وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ.

Rasulullah bersabda: "Barang siapa yang mengucapkannya di siang hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk ahli surga. Dan barang siapa yang mengucapkannya di malam hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal sebelum memasuki waktu pagi, maka ia termasuk ahli surga."Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak seperti berdusta atas nama orang lain. Maka, siapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka .

HR Al-Bukhari (6306)

Hadits 2:

Dari  Syaddād bin Aus radhiyallahu ‘anhu,, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُولَ الْعَبْدُ:

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ، لا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، أَصْبَحْتُ عَلَىٰ عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، وَأَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذُنُوبِي، فَاغْفِرْ لِي، إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ.

Sayyidul Istighfar adalah seorang hamba mengucapkan:

'Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku dan aku adalah hamba-Mu. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Engkau telah menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku memasuki pagi dalam keadaan berpegang pada janji dan ikatan dengan-Mu sebisa mungkin. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang telah aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu atas diriku, dan aku juga mengakui dosa-dosaku. Maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.'

HR Ibnu Hibban (632) dan Al-Bukhari (6323)

 


Syarah Hadits


اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung

رَحِيمٌ بِعِبَادِهِ

Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya

غَفُورٌ لِذُنُوبِهِمْ

Maha Pengampun atas dosa-dosa mereka

وَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَحْرِصَ عَلَىٰ طَلَبِ رَحْمَةِ اللَّهِ

Dan wajib bagi seorang Muslim untuk bersungguh-sungguh dalam meminta rahmat Allah

وَيُدَاوِمَ عَلَى الِاسْتِغْفَارِ

Dan terus-menerus (mendawamkan) beristighfar (memohon ampun)

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ بَيَانٌ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّىٰ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dalam hadis ini terdapat penjelasan dari Rasulullah

لِأَفْضَلِ صِيَغِ الِاسْتِغْفَارِ وَأَحَبِّهَا إِلَىٰ اللَّهِ تَعَالَىٰ

Tentang lafaz istighfar yang paling utama dan paling dicintai Allah Ta’ala

وَأَكْثَرِهَا ثَوَابًا وَأَرْجَاهَا فِي الْقَبُولِ

Yang paling besar pahalanya dan paling diharapkan diterima

فَأَخْبَرَ صَلَّىٰ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ «سَيِّدَ الِاسْتِغْفَارِ»

Maka Rasulullah mengabarkan bahwa "Sayyidul Istighfar"

أَيْ: أَفْضَلَ صِيَغِ الِاسْتِغْفَارِ وَأَكْثَرَهَا ثَوَابًا

Yakni lafaz istighfar yang paling utama dan paling besar pahalanya

وَسُمِّيَ سَيِّدًا لِأَنَّهُ جَامِعٌ لِمَعَانِي التَّوْبَةِ كُلِّهَا

Disebut sebagai "Sayyid" (pemimpin) karena mencakup seluruh makna taubat

وَهُوَ قَوْلُ الْمُسْلِمِ

Yaitu ucapan seorang Muslim

«اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي، لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي»

“Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau, Engkaulah yang menciptakanku”

فَهَذَا إِقْرَارٌ بِتَفَرُّدِ اللَّهِ تَعَالَىٰ بِالرُّبُوبِيَّةِ وَالْأُلُوهِيَّةِ وَبِالْخَلْقِ

Ini adalah pengakuan terhadap keesaan Allah dalam rububiyyah, uluhiyyah, dan penciptaan

ثُمَّ أَقَرَّ بِخُضُوعِهِ وَعُبُودِيَّتِهِ لِلَّهِ تَعَالَىٰ

Kemudian dia mengakui ketundukan dan penghambaan dirinya kepada Allah Ta’ala

فَقَالَ: «وَأَنَا عَبْدُكَ»
Maka ia berkata: “Dan aku adalah hamba-Mu”

وَمِنْ تَمَامِ الْعُبُودِيَّةِ
Dan di antara kesempurnaan penghambaan

الِالْتِزَامُ بِالْعَهْدِ الَّذِي أُخِذَ عَلَيْهِ
Adalah berpegang teguh pada perjanjian yang telah diambil darinya

بِالِالْتِزَامِ بِالتَّوْحِيدِ وَالشَّرْعِ أَمْرًا وَنَهْيًا
Dengan berpegang teguh pada tauhid dan syariat, baik dalam perintah maupun larangan

فَقَالَ: «وَأَنَا عَلَىٰ عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ»
Maka ia berkata: “Dan aku berpegang pada janji dan ketetapan-Mu”

وَمَعْنَاهُ: وَأَنَا عَلَىٰ مَا عَاهَدْتُكَ عَلَيْهِ، وَوَاعَدْتُكَ مِنَ الْإِيمَانِ بِكَ، وَإِخْلَاصِ الطَّاعَةِ لَكَ
Maknanya: Aku tetap berada di atas janji yang telah aku buat dengan-Mu, dan yang telah aku janjikan kepadamu berupa keimanan kepada-Mu serta keikhlasan dalam beribadah kepada-Mu

وَالْوَعْدُ مَا جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ عَلَىٰ لِسَانِ النَّبِيِّ صَلَّىٰ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan janji itu adalah apa yang terdapat dalam dua kitab shahih (Bukhari dan Muslim) dari lisan Nabi

«مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ»
“Barang siapa meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, maka ia masuk surga”

فَأَخْبَرَ بِأَنَّهُ مُصَدِّقٌ مُؤْمِنٌ بِوَعْدِ اللَّهِ تَعَالَىٰ بِالثَّوَابِ عَلَىٰ عَمَلِهِ
Maka dia mengabarkan bahwa dirinya benar-benar beriman dan membenarkan janji Allah Ta’ala untuk memberikan pahala atas amalnya

وَقَائِمٌ بِكُلِّ مَا كَلَّفَهُ اللَّهُ بِهِ، وَبِكُلِّ مَا وَعَدَهُ
Dan dia menjalankan segala yang Allah bebankan kepadanya serta segala yang telah dijanjikan-Nya

ثُمَّ قَيَّدَ هَذَا بِالْقُدْرَةِ، فَقَالَ: «مَا اسْتَطَعْتُ»
Kemudian ia membatasi semua ini dengan kemampuan, lalu berkata: “Sebatas yang aku mampu”

فَالِالْتِزَامُهُ بِكُلِّ هَذَا بِحَسَبِ الْقُدْرَةِ وَالِاسْتِطَاعَةِ
Maka, komitmennya terhadap semua ini adalah sebatas kemampuan dan kesanggupan

وَفِي هَذَا إِقْرَارٌ مِنْهُ بِضَعْفِهِ وَحَاجَتِهِ لِتَوْفِيقِ مَوْلَاهُ
Dan dalam hal ini terdapat pengakuan dari dirinya akan kelemahannya dan kebutuhannya terhadap taufik dari Tuhannya

وَلِهَذَا قَالَ: «أَعُوذُ بِكَ»
Oleh karena itu, dia berkata: “Aku berlindung kepada-Mu”

أَيْ: أَحْتَمِي وَأَلْجَأُ إِلَيْكَ
Yaitu: Aku mencari perlindungan dan bersandar kepada-Mu

«مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ»
“Dari keburukan apa yang telah aku perbuat”

وَالْمُرَادُ بِهِ الْعَذَابُ الْمُتَرَتِّبُ عَلَىٰ الذُّنُوبِ وَالْمَعَاصِي
Maksudnya adalah azab yang merupakan akibat dari dosa-dosa dan maksiat

الَّتِي تُؤَدِّي بِالْإِنْسَانِ إِلَىٰ الْهَلَكَةِ فِي الْآخِرَةِ
Yang menyebabkan seseorang celaka di akhirat

وَ«أَبُوءُ»، أَيْ: أَعْتَرِفُ «لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ»
Dan “Abu`u” artinya: Aku mengakui nikmat-Mu atas diriku, dan aku mengakui

أَيْ: أَعْتَرِفُ «لَكَ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ»
Yakni: Aku mengakui dosa-dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku, karena tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau

فَقَالَ: «وَأَنَا عَبْدُكَ»
Maka ia berkata: “Dan aku adalah hamba-Mu”

وَمِنْ تَمَامِ الْعُبُودِيَّةِ
Dan bagian dari kesempurnaan penghambaan

الِالْتِزَامُ بِالْعَهْدِ الَّذِي أُخِذَ عَلَيْهِ
Adalah berpegang teguh pada perjanjian yang telah diambil darinya

بِالِالْتِزَامِ بِالتَّوْحِيدِ وَالشَّرْعِ أَمْرًا وَنَهْيًا
Dengan berpegang teguh pada tauhid dan syariat dalam segala perintah dan larangannya

فَقَالَ: «وَأَنَا عَلَىٰ عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ»
Maka ia berkata: "Dan aku berada di atas janji dan perjanjian-Mu"

وَمَعْنَاهُ: وَأَنَا عَلَىٰ مَا عَاهَدْتُكَ عَلَيْهِ، وَوَاعَدْتُكَ
Maknanya: Aku berada di atas janji yang telah aku buat kepada-Mu dan perjanjian yang aku sepakati dengan-Mu

مِنَ الْإِيمَانِ بِكَ، وَإِخْلَاصِ الطَّاعَةِ لَكَ
Yaitu berupa keimanan kepada-Mu dan keikhlasan dalam ketaatan kepada-Mu

وَالْوَعْدُ مَا جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ
Dan janji itu adalah sebagaimana disebutkan dalam dua kitab hadis sahih

عَلَىٰ لِسَانِ النَّبِيِّ صَلَّىٰ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Yang diucapkan oleh Nabi

«مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ»
"Barang siapa yang meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, maka ia masuk surga"

فَأَخْبَرَ بِأَنَّهُ مُصَدِّقٌ مُؤْمِنٌ بِوَعْدِ اللَّهِ تَعَالَىٰ بِالثَّوَابِ عَلَىٰ عَمَلِهِ
Maka ia mengabarkan bahwa ia membenarkan dan beriman terhadap janji Allah Ta’ala berupa pahala atas amalnya

وَقَائِمٌ بِكُلِّ مَا كَلَّفَهُ اللَّهُ بِهِ، وَبِكُلِّ مَا وَعَدَهُ
Dan ia melaksanakan segala yang Allah wajibkan kepadanya dan semua yang telah dijanjikan kepadanya

ثُمَّ قَيَّدَ هَذَا بِالْقُدْرَةِ، فَقَالَ: «مَا اسْتَطَعْتُ»
Kemudian ia mengikat hal ini dengan kemampuannya, lalu berkata: “Sejauh yang aku mampu”

فَالِالْتِزَامُهُ بِكُلِّ هَذَا بِحَسَبِ الْقُدْرَةِ وَالِاسْتِطَاعَةِ
Maka komitmennya terhadap semua ini adalah sesuai dengan kemampuannya dan kesanggupannya

وَفِي هَذَا إِقْرَارٌ مِنْهُ بِضَعْفِهِ وَحَاجَتِهِ لِتَوْفِيقِ مَوْلَاهُ
Dan dalam hal ini terdapat pengakuan dari dirinya akan kelemahan dan kebutuhannya terhadap taufik dari Tuannya

وَلِهَذَا قَالَ: «أَعُوذُ بِكَ»
Oleh karena itu, ia berkata: “Aku berlindung kepada-Mu”

أَيْ: أَحْتَمِي وَأَلْجَأُ إِلَيْكَ
Yakni: Aku mencari perlindungan dan berlindung kepada-Mu

«مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ»
“Dari keburukan apa yang telah aku perbuat”

وَالْمُرَادُ بِهِ الْعَذَابُ الْمُتَرَتِّبُ عَلَىٰ الذُّنُوبِ وَالْمَعَاصِي
Yang dimaksud di sini adalah azab yang menjadi konsekuensi dari dosa-dosa dan maksiat

الَّتِي تُؤَدِّي بِالْإِنْسَانِ إِلَىٰ الْهَلَكَةِ فِي الْآخِرَةِ
Yang dapat membawa manusia kepada kebinasaan di akhirat

وَ«أَبُوءُ»، أَيْ: أَعْتَرِفُ «لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ
Dan “Abu’u” artinya: Aku mengakui nikmat-Mu atas diriku

وَأَبُوءُ»، أَيْ: أَعْتَرِفُ «لَكَ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي
Dan “Abu’u” artinya: Aku mengakui dosa-dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku

فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ
Karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau

وَفِي هَذَا إِقْرَارٌ بِالذَّنْبِ، وَأَنَّهُ مِنْ صُنْعِ الْمَرْءِ نَفْسِهِ
Dan dalam hal ini terdapat pengakuan atas dosa, bahwa dosa itu berasal dari perbuatan manusia itu sendiri

وَقَدْ أَقَرَّ وَاعْتَرَفَ بِأَنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ
Dan ia telah mengakui serta menyadari bahwa tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Allah

لِكَمَالِ مُلْكِهِ، وَلِذَا اسْتَعَاذَ بِهِ مِنْ شَرِّ صَنِيعِهِ
Karena kesempurnaan kekuasaan-Nya, maka ia berlindung kepada-Nya dari keburukan perbuatannya

وَبَيَّنَ بِقَوْلِهِ: «أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ»
Dan ia menjelaskan dengan ucapannya: “Aku mengakui nikmat-Mu atas diriku”

أَنَّ عِصْيَانَهُ لَمْ يَكُنْ جُحُودًا لِنِعَمِ اللَّهِ عَلَيْهِ
Bahwa kemaksiatannya bukanlah karena mengingkari nikmat Allah atas dirinya

بَلْ هُوَ مُقِرٌّ بِهَا، وَأَنَّ مَعْصِيَتَهُ كَانَتْ عَنْ هَوًى وَجَهْلٍ
Melainkan ia tetap mengakuinya, dan bahwa kemaksiatannya terjadi karena hawa nafsu dan kebodohan

ثُمَّ بَيَّنَ صَلَّىٰ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْرَ هَذَا الذِّكْرِ
Kemudian Rasulullah menjelaskan pahala dari zikir ini

فَقَالَ: «وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا»
Maka beliau bersabda: “Barang siapa yang mengucapkannya di siang hari dengan penuh keyakinan”

أَيْ: بِكُلِّ مَا تَضَمَّنَتْهُ مِنْ مَعَانٍ وَبِثَوَابِهَا
Yakni dengan meyakini seluruh maknanya dan pahalanya

فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Lalu ia meninggal pada hari itu sebelum sore, maka ia termasuk ahli surga

وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Dan barang siapa yang mengucapkannya di malam hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal sebelum pagi, maka ia termasuk ahli surga

الدَّاخِلِينَ إِلَيْهَا مَعَ السَّابِقِينَ
Yaitu orang-orang yang masuk surga bersama mereka yang lebih dahulu masuk

أَوْ مِنْ غَيْرِ سَابِقَةِ عَذَابٍ
Atau tanpa melalui siksaan terlebih dahulu

وَفِي هَذَا حَثٌّ وَتَرْغِيبٌ وَتَأْكِيدٌ عَلَىٰ قَوْلِ هَذَا الذِّكْرِ يَوْمِيًّا نَهَارًا وَلَيْلًا
Dan dalam hal ini terdapat dorongan, motivasi, serta penekanan untuk mengucapkan zikir ini setiap hari, baik siang maupun malam

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/9077


Pelajaran dari Hadits ini


  1. Pengakuan Rububiyyah dan Tauhid
    Perkataan: "اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لا إلَهَ إلَّا أَنْتَ" (Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tidak ada ilah selain Engkau) mengandung pengakuan akan rububiyyah Allah (Allah yang mengurus makhluk) dan tauhid uluhiyyah (ibadah hanya kepada-Nya). Ini adalah dasar dari seluruh ibadah dan keimanan, karena segala bentuk taubat harus diawali dengan pengakuan akan keesaan Allah. Allah berfirman dalam QS Al-Mu’minun: 116:

    فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ

    (Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia). 


  2. Pengakuan sebagai hamba yang diciptakan
    Perkataan: "خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ" (Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu) adalah pengakuan akan asal-usul manusia yang diciptakan oleh Allah, dan statusnya sebagai hamba. Kesadaran akan status ini menjadi dasar untuk tunduk sepenuhnya kepada hukum dan perintah-Nya. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah: 21:

    يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

    (Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa). 


  3. Komitmen terhadap perjanjian iman
    Perkataan: "وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ" (Dan aku berada di atas perjanjian dan janji-Mu semampuku) menunjukkan tekad seorang mukmin untuk menunaikan perjanjian dengan Allah, yaitu iman dan ketaatan, sesuai kemampuannya. Ini menggambarkan kejujuran dalam beragama dan usaha maksimal dalam memenuhi janji syahadat. Dalam QS At-Taghabun: 16, Allah berfirman:

    فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

    (Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu). 


  4. Perlindungan dari akibat dosa
    Perkataan: "أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ" (Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang telah aku perbuat) adalah bentuk pengakuan bahwa dosa membawa dampak buruk, dan hanya Allah yang mampu melindungi hamba dari akibatnya. Ini merupakan bentuk istiadzah (memohon perlindungan) kepada Allah dari akibat perbuatan buruk. Nabi bersabda dalam HR. Ahmad:

    اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي... وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي

    (Ya Allah, lindungilah aku dari depan, belakang... dan aku berlindung kepada-Mu agar tidak disergap dari bawahku). 


  5. Pengakuan atas nikmat Allah
    Perkataan: "أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ" (Aku mengakui nikmat-Mu atasku) menunjukkan bahwa seorang hamba yang berdosa tetap sadar bahwa semua nikmat berasal dari Allah, dan dosa tidak menghapus nikmat tersebut. Hal ini mencerminkan syukur meski dalam keadaan bersalah. Allah berfirman dalam QS Ibrahim: 7:

    وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

    (Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu”). 


  6. Pengakuan atas dosa pribadi
    Perkataan: "وَأَبُوءُ بِذَنْبِي" (Dan aku mengakui dosaku) adalah sikap tawadhu' dan sadar diri atas kesalahan yang diperbuat. Tidak menyalahkan takdir atau orang lain, tetapi menjadikan dosa sebagai tanggung jawab pribadi. Dalam QS Al-A'raf: 23, Nabi Adam dan Hawa berkata:

    رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا

    (Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri). 


  7. Permohonan ampun yang ikhlas
    Perkataan: "فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ" (Maka ampunilah aku, karena tidak ada yang mengampuni dosa selain Engkau) menunjukkan puncak dari istighfar, yakni permintaan ampunan yang tulus dan pengakuan bahwa hanya Allah satu-satunya Zat yang Maha Pengampun. Dalam QS Az-Zumar: 53, Allah berfirman:

    قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا

    (Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya”). 


  8. Jaminan surga bagi yang mengucapkan dengan yakin
    Perkataan Nabi: "وَمَنْ قَالَهَا... فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ" (Barangsiapa mengucapkannya... maka ia termasuk penghuni surga) adalah kabar gembira luar biasa. Syaratnya adalah mengucapkannya di pagi atau malam hari dengan penuh keyakinan. Ini menunjukkan keutamaan dzikir dan istighfar yang dilakukan dengan hati yang hadir dan yakin. Dalam HR. Bukhari, Nabi bersabda:

    إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

    (Sesungguhnya segala amal tergantung niatnya). 


  9. Menjaga waktu pagi dan petang dengan zikir
    Keterangan waktu: "مِنَ النَّهَارِ... مِنَ اللَّيْلِ" (di waktu siang... di waktu malam) menunjukkan pentingnya mengisi waktu pagi dan sore dengan doa dan dzikir yang mendekatkan diri kepada Allah. Ini adalah rutinitas dzikir harian yang sangat dianjurkan dalam Islam. Dalam QS Al-Ahzab: 41-42:

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا، وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

    (Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak, dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang). 


  10. Keutamaan istiqamah dalam dzikir
    Hadits ini juga mengajarkan pentingnya kontinuitas dalam berdoa dan berdzikir. Meskipun doa tersebut singkat, namun jika dibaca secara konsisten dan dengan penuh keyakinan, ia membawa dampak luar biasa. Nabi bersabda dalam HR. Muslim:

    أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

    (Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan terus-menerus walaupun sedikit). 


  11. Ketulusan adalah kunci diterimanya amal
    Keyakinan saat mengucapkan sayyidul istighfar menjadi syarat utama diterimanya istighfar tersebut. Dzikir yang tidak disertai dengan keikhlasan dan keyakinan akan menjadi rutinitas kosong. Dalam QS Al-Mulk: 2, Allah berfirman:

    الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

    (Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kalian siapa di antara kalian yang paling baik amalnya). Imam Fudhail bin ‘Iyadh menafsirkan: "Ahsanu ‘amalan: akhlashuhu wa ashwabuhu" (yang paling ikhlas dan paling benar). 


  12. Menjaga waktu kematian dalam keadaan husnul khatimah
    Hadits ini menekankan pentingnya menjaga akhir hidup dengan dzikir dan istighfar. Siapa yang wafat setelah membaca sayyidul istighfar dengan yakin akan mendapatkan jaminan surga. Ini mengingatkan kita untuk menjaga lisan dari kalimat baik, terutama saat pagi dan malam. Nabi bersabda dalam HR. Tirmidzi:

    إِنَّمَا يُبْعَثُ النَّاسُ عَلَى مَا مَاتُوا عَلَيْهِ

    (Sesungguhnya manusia akan dibangkitkan sesuai dengan keadaan saat ia wafat).

Secara keseluruhan, hadits sayyidul istighfar ini mengajarkan tauhid, pengakuan atas nikmat dan dosa, serta pentingnya taubat yang tulus. Ia adalah dzikir yang sempurna untuk menyempurnakan penghambaan kepada Allah dan menyucikan jiwa. Membaca dan meresapinya setiap pagi dan malam adalah sarana untuk menggapai ampunan Allah dan surga-Nya.



Penutup Kajian


Hadirin yang dirahmati Allah,

Sebagai penutup kajian ini, hadits tentang Sayyidul Istighfar memberikan pelajaran yang begitu dalam tentang hakikat penghambaan kepada Allah, pengakuan atas nikmat dan dosa, serta pentingnya istighfar sebagai kunci keselamatan dan ketenangan jiwa. Doa ini bukan sekadar rangkaian kata, tetapi mencerminkan keimanan yang hidup, kejujuran dalam mengakui kelemahan diri, dan harapan besar terhadap ampunan Allah yang Maha Luas. Rasulullah ﷺ menempatkan istighfar ini sebagai dzikir utama, hingga menjanjikan surga bagi siapa saja yang mengucapkannya dengan yakin di waktu pagi atau malam, lalu ia meninggal sebelum waktu berikutnya tiba.

Harapan kami, semoga seluruh peserta kajian ini tidak hanya menghafal dan memahami kandungan hadits ini, tetapi juga menjadikannya sebagai amalan harian yang dilakukan dengan hati yang hadir dan penuh keyakinan. Jadikanlah doa ini bagian dari rutinitas dzikir pagi dan petang, sebagai upaya menyucikan diri, mendekat kepada Allah, dan menjaga hati agar selalu bersandar kepada-Nya dalam segala keadaan. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa memperbarui taubat, mensyukuri nikmat, dan meninggal dalam keadaan husnul khatimah.

Kita tutup dengan doa kafaratul majelis:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.



Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers