Hadits: Malaikat Merendahkan Sayapnya Bagi Pencari Ilmu
Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْشٍ قَالَ: أَتَيْتُ
صَفْوَانَ بْنَ عَسَّالٍ الْمُرَادِيَّ، أَسْأَلُهُ عَنِ الْمَسْحِ عَلَى
الْخُفَّيْنِ؟ فَقَالَ: مَا جَاءَ بِكَ يَا زِرُّ؟ فَقُلْتُ: ابْتِغَاءَ
الْعِلْمِ،
Dari Zirr bin
Hubaisy, ia berkata:
Aku mendatangi Shafwan bin 'Assal al-Muradi untuk menanyakan tentang mengusap
khuf (sepatu kulit), lalu ia berkata: 'Apa yang membawamu kemari, wahai Zirr?' Aku
menjawab: 'Untuk mencari ilmu.'
فَقَالَ: إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ
أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ، رِضًا بِمَا يَطْلُبُ،
Maka ia berkata:
'Sesungguhnya para malaikat benar-benar merendahkan
sayapnya bagi penuntut ilmu sebagai ridha terhadap apa yang ia cari.'
فَقُلْتُ: إِنَّهُ حَكَّ فِي صَدْرِي
الْمَسْحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ بَعْدَ الْغَائِطِ وَالْبَوْلِ، وَكُنْتُ امْرَأً
مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجِئْتُ
أَسْأَلُكَ: هَلْ سَمِعْتَهُ يَذْكُرُ فِي ذَلِكَ شَيْئًا؟
Aku berkata: 'Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku
tentang mengusap khuf setelah buang air besar dan kecil. Dan engkau adalah
salah seorang sahabat Nabi ﷺ, maka aku datang untuk bertanya kepadamu.
Apakah engkau pernah mendengar Nabi ﷺ menyebutkan sesuatu tentang hal ini?'
قَالَ: نَعَمْ، كَانَ يَأْمُرُنَا إِذَا
كُنَّا سَفَرًا - أَوْ مُسَافِرِينَ - أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ
أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ، لَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ
وَنَوْمٍ.
Ia menjawab:
'Ya, dahulu beliau memerintahkan kami, jika sedang dalam perjalanan, agar tidak
melepaskan khuf selama tiga hari tiga malam, kecuali karena janabah (hadas
besar), tetapi jika hanya karena buang air besar, buang air kecil, atau tidur,
maka cukup mengusapnya saja.'
قَالَ: فَقُلْتُ: هَلْ سَمِعْتَهُ يَذْكُرُ
فِي الْهَوَى شَيْئًا؟
Lalu aku bertanya lagi: 'Apakah engkau pernah mendengar
Nabi ﷺ menyebutkan sesuatu tentang kecintaan (terhadap seseorang atau
suatu kaum)?'
قَالَ: نَعَمْ، كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَبَيْنَا نَحْنُ عِنْدَهُ إِذْ
نَادَاهُ أَعْرَابِيٌّ بِصَوْتٍ لَهُ جَهْوَرِيٍّ: يَا مُحَمَّدُ! فَأَجَابَهُ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوًا مِنْ صَوْتِهِ:
هَاؤُمُ،
Ia menjawab:
'Ya, kami pernah bersama Rasulullah ﷺ dalam suatu perjalanan. Ketika kami berada di dekatnya,
tiba-tiba seorang Arab Badui memanggilnya dengan suara lantang:
Wahai Muhammad!
Maka Rasulullah ﷺ menjawabnya dengan suara yang hampir sama:
Haa'umu (ini aku, ada apa)?
فَقُلْنَا لَهُ: اغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ
فَإِنَّكَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ نُهِيتَ
عَنْ هَذَا، فَقَالَ: وَاللَّهِ لَا أَغْضُضُ.
Kami berkata
kepadanya: 'Rendahkanlah suaramu, karena engkau berada di hadapan Nabi ﷺ dan
telah dilarang untuk berbicara dengan suara keras.'
Tetapi orang Arab Badui itu berkata: 'Demi Allah, aku tidak
akan merendahkan suaraku!'
قَالَ الْأَعْرَابِيُّ: الْمَرْءُ يُحِبُّ
الْقَوْمَ وَلَمَّا يَلْحَقْ بِهِمْ؟ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Kemudian ia bertanya: 'Seseorang mencintai suatu kaum,
tetapi belum bisa bergabung dengan mereka (dalam amal dan kedudukan). Bagaimana
itu?'
Maka Nabi ﷺ menjawab:
Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya
pada hari kiamat.
فَمَا زَالَ يُحَدِّثُنَا حَتَّى ذَكَرَ
بَابًا مِنْ قِبَلِ الْمَغْرِبِ، مَسِيرَةُ عَرْضِهِ - أَوْ يَسِيرُ الرَّاكِبُ
فِي عَرْضِهِ أَرْبَعِينَ أَوْ سَبْعِينَ عَامًا.
Lalu beliau
terus berbicara kepada kami hingga menyebutkan tentang sebuah pintu di arah
barat, yang lebarnya sejauh perjalanan empat puluh atau tujuh puluh tahun bagi
seorang penunggang kuda.'
قَالَ سُفْيَانُ: قِبَلَ الشَّامِ،
خَلَقَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، مَفْتُوحًا - يَعْنِي
لِلتَّوْبَةِ - لَا يُغْلَقُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْهُ.
Sufyan berkata:
'Pintu itu berada di arah Syam, Allah menciptakannya
sejak penciptaan langit dan bumi, dan pintu itu tetap terbuka untuk taubat,
tidak akan tertutup sampai matahari terbit dari arah tersebut.'
HR At-Tirmidzi (3535), An-Nasa'i (158), dan Ibnu Majah
(478).
Syarah Hadits
كان التَّابعونَ رَضيَ اللهُ عنهم يَحرِصونَ
كُلَّ الحِرْصِ على تَعلُّمِ أمورِ الدِّينِ وسُنَّةِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه
وسلَّم مِنَ الصَّحابةِ رِضوانُ اللهِ عليهم
Para tabi'in, semoga Allah meridai mereka, sangat bersemangat dalam mempelajari
perkara agama dan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ dari para sahabat,
semoga Allah meridai mereka.
فكانوا يأتونهم فيَسألونَهم ويَسْتفتونَهم
فيُفتونَهم ويُعلِّمونَهم
Mereka (para tabi'in) mendatangi para sahabat, lalu bertanya kepada mereka,
meminta fatwa kepada mereka, dan para sahabat pun memberi fatwa serta
mengajarkan mereka.
وفي هذا الحديثِ يقولُ التَّابِعيُّ الجليلُ
زِرُّ بنُ حُبيشٍ
Dalam hadits ini, seorang tabi'in yang mulia, Zir bin Hubaisy, berkata:
أَتيتُ صَفوانَ بنَ عسَّالٍ المُراديَّ،
أَسْألُهُ عَنِ المَسْحِ على الخُفَّينِ
Aku mendatangi (sahabat) Shafwan bin 'Assal al-Muradi untuk menanyakan tentang
hukum mengusap khuf (sepatu kulit).
أي: ذَهْبتُ إلى الصحابيِّ الجليلِ صَفوانَ
بنِ عسَّالٍ لكي أَسْألَه عن حُكْمِ المَسْحِ على الخُفَّينِ
Maksudnya: Aku pergi ke sahabat yang mulia, Shafwan bin 'Assal, untuk
menanyakan hukum mengusap khuf.
فقال: ما جاء بك يا زِرُّ؟
Maka ia (Shafwan) bertanya: Apa yang membawamu kemari, wahai Zir?
أي: ما سببُ مَجيئكَ يا زِرُّ؟
Maksudnya: Apa alasan kedatanganmu, wahai Zir?
فقلتُ: ابْتِغاءُ العِلْمِ
Aku menjawab: Aku datang untuk mencari ilmu.
أي: فقال زِرٌّ: جئتُ أَطْلُبُ مِنْكَ
العِلْمَ
Maksudnya: Zir berkata, Aku datang kepadamu untuk menuntut ilmu darimu.
فقال صفوانُ: إنَّ الملائكةَ لَتَضَعُ
أَجْنحتَها لطالبِ العِلْمِ رِضًا بما يَطْلُبُ
Shafwan berkata: Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayapnya untuk penuntut
ilmu sebagai tanda keridhaan terhadap apa yang ia cari.
أي: إنَّ الملائكةَ تَفْتَرِشُ أَجْنحتَها
لِمَنْ يَطْلُبُ العِلْمَ وتَجْعَلُ أَجْنحتَها فِراشًا له مِنْ شِدَّةِ رِضاهُمْ
عنهُ لطَلَبِهِ العِلْمَ
Maksudnya: Para malaikat membentangkan sayap mereka bagi penuntut ilmu dan
menjadikannya sebagai alas karena sangat ridha terhadapnya dalam mencari ilmu.
وقيل: تَفْعَلُ الملائكةُ ذلك تَواضُعًا
لطالبِ العِلْمِ، وتعظيمًا لشأنِهِ وإجلالًا له
Dikatakan juga bahwa malaikat melakukan hal itu sebagai bentuk kerendahan hati
kepada penuntut ilmu, mengagungkan kedudukannya, dan memuliakannya.
قال زِرٌّ: فقلتُ: إنَّه حَكَّ في صَدْرِي
المُسْحُ على الخُفَّينِ بَعْدَ الغائطِ والبَولِ
Zir berkata: Aku merasa ragu dalam hatiku tentang hukum mengusap khuf setelah
buang air besar dan buang air kecil.
أي: إنِّي شَككتُ في أَمْرِ المَسْحِ على
الخُفَّينِ بَعْدَ التَّبرُّزِ أو التَّبوُّلِ؛ فهَلْ هو جائزٌ بَعْدَ التَّبرُّزِ
أو التَّبوُّلِ أَمْ لا؟
Maksudnya: Aku merasa ragu tentang hukum mengusap khuf setelah buang air besar
atau kecil; apakah itu diperbolehkan atau tidak?
وكنتَ امرأً مِنْ أصحابِ النبيِّ صلَّى اللهُ
عليه وسلَّم
Dan engkau adalah seorang dari kalangan sahabat Nabi ﷺ.
أي: وكنتَ أنتَ يا صفوانُ مِنَ الذين عاصَروا
النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وتعلَّموا منه وأَخَذوا منه الدِّينَ والعِلْمَ
Maksudnya: Dan engkau, wahai Shafwan, adalah salah seorang sahabat Nabi ﷺ yang hidup di masa beliau, mempelajari agama dan ilmu dari
beliau.
فجئتُ أَسْألُكَ: هل سَمِعتَه يَذْكُرُ في ذلك
شيئًا؟
Aku datang untuk bertanya kepadamu: Apakah engkau mendengar Nabi ﷺ menyebutkan hal itu?
أي: وحضرتُ إليكَ يا صفوانُ؛ لكي أَسْألَكَ هل
سَمِعتَ مِنَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم شيئًا في المَسْحِ على الخُفَّينِ؟
Maksudnya: Aku datang kepadamu, wahai Shafwan, untuk bertanya apakah engkau
mendengar dari Nabi ﷺ tentang hukum mengusap khuf?
قال: نَعَمْ
Ia menjawab: Ya.
أي: قال صفوانُ: نَعَمْ، سَمِعتُ مِنَ النبيِّ
صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في المَسْحِ على الخُفَّينِ شيئًا
Maksudnya: Shafwan berkata, Ya, saya mendengar dari Nabi ﷺ tentang mengusap
khuf.
قال: كان يَأمُرُنا إذا كُنَّا سَفَرًا - أو
مُسافِرينَ - ألَّا نَنْزعَ خِفافَنا ثلاثةَ أيامٍ ولياليَهنَّ إلَّا مِنْ جَنابةٍ
Nabi ﷺ memerintahkan kami, jika kami dalam perjalanan (safar), untuk
tidak melepas khuf kami selama tiga hari dan malamnya kecuali jika kami junub
(hadats besar).
أي: كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم
يَأْمُرُنا إذا كُنَّا مُسافِرينَ أَنْ نَمْسَحَ على الخُفَّينِ لمُدَّةِ ثلاثةِ
أيَّامٍ بلياليهِنَّ ولا نَخْلعهما إلَّا إذا أصابتْ أَحَدَنا جَنابةٌ فأرادَ أنْ
يَغْتَسِلَ خَلَعَ خُفَّيهِ واغْتَسَلَ
Nabi ﷺ memerintahkan kami, jika kami sedang bepergian, untuk mengusap
khuf selama tiga hari dan malamnya. Kami tidak diperbolehkan melepasnya kecuali
jika kami terkena junub dan ingin mandi wajib, maka kami akan melepas khuf dan
mandi.
لكِنْ مِنْ غائطٍ وبولٍ ونومٍ
Namun, (kami tidak perlu melepasnya) jika hanya buang air besar, buang air
kecil, atau tidur.
أي: ولَمْ يأمُرْنا النبيُّ صلَّى اللهُ عليه
وسلَّم أنْ نَخْلَعَ الخُفَّينِ بَعْدَ التَّبرُّزِ أو التَّبوُّلِ أو النَّومِ،
ولكِنْ نَمْسَحُ عليهِما ولا نَخْلعُهما
Maksudnya: Nabi ﷺ tidak memerintahkan kami untuk melepas khuf setelah buang air
besar, buang air kecil, atau tidur. Kami hanya mengusapnya dan tidak
melepasnya.
قال فقُلْتُ: هَلْ سَمِعتَهُ يَذْكُرُ في
الهوى شيئًا
Zir berkata: Apakah engkau mendengar Nabi ﷺ menyebutkan sesuatu
tentang cinta (al-hawa)?
أي: قال زِرٌّ لصَفوانَ سائلًا إيَّاه: هَلْ
سَمِعتَ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يتكلَّمُ عَنِ الحُبِّ أو يَذْكُرُ فيه
شيئًا؟
Maksudnya: Zir bertanya kepada Shafwan, Apakah engkau mendengar Nabi ﷺ berbicara tentang cinta atau menyebutkannya?
قال: نَعَمْ
Shafwan menjawab: Ya.
أي: قال صفوانُ: نَعَمْ، سَمِعتُ مِنَ النبيِّ
صلَّى اللهُ عليه وسلَّم حديثًا عَنِ الحُبِّ
Maksudnya: Shafwan berkata, Ya, saya mendengar Nabi ﷺ berbicara tentang
cinta.
كُنَّا مَعَ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه
وسلَّم في سَفَرٍ
Kami bersama Rasulullah ﷺ dalam sebuah perjalanan.
فبينا نَحْنُ عِنْدَهُ
Ketika kami sedang berada di dekat beliau.
إذْ ناداهُ أعرابيٌّ بصوتٍ له جَهْوَرِيٍّ: يا
مُحمَّدُ
Tiba-tiba ada seorang Arab badui yang memanggil beliau dengan suara keras,
'Wahai Muhammad!'
أي: جاء أعرابيٌّ من البَدْوِ الذين يَسْكنونَ
الصَّحراءَ فنَادى على النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بصوتٍ عالٍ ومُرْتَفِعٍ
فقال: يا مُحمَّدُ
Maksudnya: Seorang Arab badui dari pedalaman datang dan memanggil Nabi ﷺ dengan suara keras dan tinggi, Wahai Muhammad!
فأَجابَهُ رَسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه
وسلَّم نحوًا مِنْ صوتِهِ
Rasulullah ﷺ menjawabnya dengan suara yang sebanding dengan suara si Arab
badui tersebut.
أي: فرَدَّ النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم
على الأعرابيِّ بصوتٍ عالٍ ومُرْتَفِعٍ مِثْلِ الصَّوتِ الذي ناداهُ به
Maksudnya: Rasulullah ﷺ menjawab si Arab badui dengan suara yang
sama tinggi dan kerasnya seperti suara yang dia gunakan.
هاؤُم
Datanglah!
أي: تَعالَ أنا هُنا
Maksudnya: Datanglah! Saya di sini.
فقُلْنا له: اغْضُضْ مِنْ صوتِكَ؛ فإنَّكَ
عِنْدَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وقد نُهيتَ عن هذا
Kami berkata kepadanya: Turunkanlah suaramu; karena kamu berada di hadapan Nabi
ﷺ, dan kamu telah dilarang berbuat demikian.
أي: فقال الصَّحابةُ للأعرابيِّ: اخْفِضْ
صوتَكَ؛ فإنَّكَ عِنْدَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ولا يَجوزُ رَفْعُ
الصَّوتِ عِنْدَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم
Maksudnya: Para sahabat berkata kepada si Arab badui: Rendahkanlah suaramu,
karena kamu berada di hadapan Nabi ﷺ, dan tidak boleh meninggikan suara di
hadapan Nabi ﷺ.
فإنَّ اللهَ قَدْ نَهى المؤمنينَ عن ذلك حيثُ
قال: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ
النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا له بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ
تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ} الحجرات: 2
Karena Allah telah melarang orang-orang yang beriman untuk mengangkat suara
mereka di atas suara Nabi, sebagaimana yang tercantum dalam firman-Nya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suara kamu di atas
suara Nabi dan janganlah kamu berbicara dengan suara keras seperti suara sebagian
kamu terhadap sebagian yang lain, yang bisa menyebabkan amal-amal kalian
menjadi sia-sia, sedangkan kalian tidak menyadarinya. (QS. Al-Hujurat: 2)
فقال: واللهِ لا أَغْضُضُ
Ia berkata: Demi Allah, aku tidak akan merendahkan suaraku.
أي: فقال الأعرابيُّ للصحابةِ رَضيَ اللهُ
عنهم: واللهِ لَنْ أَخْفِضَ صَوْتي
Maksudnya: Si Arab badui berkata kepada para sahabat: Demi Allah, aku tidak
akan menurunkan suaraku.
قال الأعرابيُّ: المرءُ يُحِبُّ القومَ
ولَمَّا يَلْحَقْ بِهم
Si Arab badui berkata: Seorang pria mencintai suatu kaum, tetapi tidak bisa
bergabung dengan mereka.
أي: سأل الأعرابيُّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه
وسلَّم عَنِ الرَّجُلِ يُحِبُّ أُناسًا في اللهِ ولا يَستطيعُ أنْ يَعْمَلَ
بِمِثْلِ أعمالِهم مِنْ أبوابِ الخيرِ، ويُريدُ أنْ يَكونَ مَعَهُم يومَ القيامةِ
في دَرَجتِهِمْ، ولا يُريدُ أنْ يُفرَّقَ بَيْنَه وبين أحِبَّتِهِ
Maksudnya: Si Arab badui bertanya kepada Nabi ﷺ tentang seseorang
yang mencintai suatu kaum di jalan Allah, tetapi tidak mampu beramal seperti
mereka dalam kebaikan, dan ia ingin berada bersama mereka di hari kiamat dalam
derajat mereka, serta tidak ingin terpisah dari mereka.
قال النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: المرءُ
مَعَ مَنْ أَحَبَّ يومَ القيامةِ
Nabi ﷺ berkata: Seseorang akan bersama dengan orang yang dia cintai di
hari kiamat.
أي: قال النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم
للأعرابيِّ مُجيبًا له: المرءُ يكونُ مَعَ أَحِبَّتِهِ يومَ القيامةِ وإنْ لَمْ
يَعْمَلْ بمِثْلِ أعمالِهِمْ
Maksudnya: Nabi ﷺ menjawab si Arab badui, Seseorang akan berada bersama orang
yang dia cintai di hari kiamat, meskipun ia tidak mengerjakan amal seperti
mereka.
قال زِرُّ بنُ حُبيشٍ: فما زال يُحدِّثنا
Zir bin Hubaysh berkata: Beliau terus menceritakan kepada kami.
أي: فما زال صفوانُ بنُ عسَّالٍ يُحدِّثُنا
عَنِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم
Maksudnya: Shafwan bin Assal terus menceritakan kepada kami tentang Nabi ﷺ.
حتَّى ذَكَرَ بابًا مِنَ قِبَلَ المَغْرِبِ
مَسيرةُ عَرْضِهِ، أو يَسيرُ الرَّاكِبُ في عَرْضِهِ أربعينَ أو سبعينَ عامًا
Hingga dia menyebutkan tentang sebuah pintu di arah matahari terbenam, yang
luasnya dapat dilalui oleh seorang penunggang kuda dalam waktu empat puluh atau
tujuh puluh tahun perjalanan.
أي: حتَّى ذَكَرَ صفوانُ حديثًا عَنِ النبيِّ
صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وذَكَرَ فيه أنَّ عِنْدَ مَغْرِبِ الشَّمْسِ بابًا
للتَّوبةِ عَرْضُهُ مسيرةُ أربعينَ أو سبعينَ سَنَةً
Maksudnya: Shafwan menyebutkan hadits dari Nabi ﷺ yang menyatakan bahwa
di arah matahari terbenam ada pintu untuk taubat yang lebarnya dapat dilalui
oleh penunggang kuda dalam waktu empat puluh atau tujuh puluh tahun.
قال سُفيانُ أَحَدُ رُواةِ الإسنادِ: قِبَلَ
الشَّامِ خَلَقَهُ اللهُ يومَ خَلَقَ السَّمواتِ والأرضَ مفتوحًا، يَعْني:
للتَّوبةِ لا يُغْلَقُ حتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ منه
Sufyan, salah seorang perawi hadits, berkata: Pintu itu berada di arah Syam,
yang Allah ciptakan pada hari Dia menciptakan langit dan bumi, dan pintu itu
terbuka untuk taubat dan tidak akan tertutup sampai matahari terbit dari situ.
أي: هذا البابُ مِنْ ناحيةِ الشَّامِ، وقَدْ
خَلَقَهُ اللهُ يومَ خَلَقَ السَّمواتِ والأرضِ، وجَعَله مَفْتوحًا للتَّوبةِ لا
يُغْلَقُ أبدًا حتَّى تَطْلَعَ الشَّمْسُ منه، فإذا طَلَعَتْ منه فَقَدَ ذَهَبَ
زمنُ التَّوبةِ، ولا يَقْبَلُ اللهُ تَوبةَ أَحَدٍ بَعْدَها
Maksudnya: Pintu itu berada di arah Syam, dan Allah menciptakannya pada saat
Dia menciptakan langit dan bumi. Pintu itu terbuka untuk taubat dan tidak akan
tertutup sampai matahari terbit darinya. Jika matahari terbit dari sana, maka
berakhir waktu taubat dan Allah tidak akan menerima taubat seseorang setelah
itu.
وفي الحديث: فَضلُ طلبِ العِلمِ، وعِظَمُ
منزلةِ طالبِ العِلمِ، واحتفاءُ الملائكةِ بطالبِ العلمِ
Dalam hadits ini terdapat keutamaan mencari ilmu, kedudukan tinggi bagi pencari
ilmu, dan penghormatan malaikat terhadap pencari ilmu.
وفيه: بيانُ حِرصِ التابعينَ على طَلبِ
العِلمِ مِن الصَّحابةِ رضِيَ اللهُ عنهم
Juga dalam hadits ini dijelaskan bagaimana para tabi'in sangat bersemangat
dalam mencari ilmu dari para sahabat Nabi ﷺ.
Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/138693
Pelajaran dari Hadits ini
1. Keutamaan Menjaga Adab di Hadapan Nabi ﷺ
- Hadits ini mengajarkan kita untuk selalu menjaga adab dan etika ketika berada di hadapan Nabi ﷺ atau orang yang memiliki kedudukan tinggi, baik dalam agama maupun masyarakat. Meninggikan suara di hadapan Nabi ﷺ menunjukkan ketidakhormatan dan tidak menjaga adab.
- Dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu mengingatkan diri untuk menjaga adab ketika berada di majelis ilmu atau di hadapan orang yang lebih tua atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
2. Keutamaan Rendah Hati dan Merendahkan Diri
- Ketika si Arab Badui tetap bersikeras untuk tidak merendahkan suaranya meskipun sudah diberi nasihat, ini menunjukkan pentingnya sikap rendah hati dan mendengarkan nasihat orang lain. Nabi ﷺ pun memberi contoh sikap rendah hati dalam menghadapi orang lain.
- Sebagai umat Islam, kita diingatkan untuk tidak bersikap sombong dan tetap menghormati orang lain, terlebih ketika mereka memberikan nasihat yang baik. Merendahkan hati adalah sikap yang disukai oleh Allah.
3. Mencintai Orang-Orang Shalih dan Harapan untuk Bersama Mereka
- lah satu pelajaran penting dari hadits ini adalah tentang mencintai orang-orang shalih dan keinginan untuk bersama mereka di hari kiamat, meskipun mungkin amal kita tidak sama dengan amal mereka. Cinta ini menjadi motivasi untuk meningkatkan amal ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
- Kita diajarkan untuk mencintai orang-orang yang memiliki ketakwaan kepada Allah, seperti para sahabat, ulama, dan orang-orang shalih. Cinta ini harus mendorong kita untuk mengikuti jejak mereka dalam beribadah dan beramal saleh.
4. Keutamaan Persaudaraan dalam Islam
- Dalam hadits ini, si Arab Badui menyatakan bahwa ia mencintai kaum Muslimin dan berharap untuk bersama mereka, meskipun ia tidak bisa berbuat seperti mereka. Ini menunjukkan pentingnya ukhuwah atau persaudaraan dalam Islam.
- Kita diajarkan untuk saling mencintai di jalan Allah dan berusaha menjaga hubungan persaudaraan yang penuh kasih sayang. Jika kita mencintai seseorang karena Allah, maka kita akan mendapat pahala yang besar di sisi-Nya.
5. Balasan bagi Orang yang Mencintai dengan Sungguh-Sungguh
- Pelajaran: Hadits ini mengajarkan bahwa orang yang mencintai sesuatu atau seseorang karena Allah akan bersama dengan orang yang dicintainya, terutama di hari kiamat. Ini memberi kita harapan besar untuk berkumpul bersama orang-orang shalih yang kita cintai.
- Implementasi: Cinta yang tulus karena Allah adalah amal ibadah. Sebagai contoh, kita bisa mencintai para sahabat Nabi, para ulama, dan orang-orang yang berdedikasi dalam beribadah. Harapan kita adalah bisa bersama mereka di akhirat.
6. Pintu Taubat yang Terbuka
- Hadits ini juga menyebutkan tentang pintu taubat yang dibuka oleh Allah hingga matahari terbit dari barat (tanda kiamat). Ini menunjukkan bahwa selama masih ada waktu, kita diberikan kesempatan untuk bertaubat. Namun, kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.
- Kita diajarkan untuk selalu memperbaiki diri dan tidak menunda-nunda taubat. Kesempatan untuk bertaubat akan berakhir jika matahari terbit dari barat, dan tidak ada lagi kesempatan setelah itu. Oleh karena itu, kita harus segera bertaubat dari segala dosa.
7. Pentingnya Ilmu dan Pencariannya
- Dalam hadits ini juga disebutkan bahwa para sahabat sangat menghargai ilmu, bahkan orang-orang yang mencari ilmu di masa Nabi ﷺ sangat bersemangat. Melalui hadits ini, kita belajar tentang pentingnya mencari ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu dunia yang bermanfaat.
- Kita diingatkan untuk terus belajar dan mencari ilmu, serta mengajarkannya kepada orang lain. Ilmu adalah cahaya yang menunjukkan kita pada jalan yang benar, dan mencarinya adalah salah satu ibadah yang sangat dihargai dalam Islam.
8. Tawadhu’ (Merendahkan Diri) terhadap Para Ulama
- Hadits ini juga mengajarkan kita untuk rendah hati dan menghormati para ulama. Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita pentingnya menghargai ilmu yang datang dari orang yang berilmu dan menjaga adab saat belajar.
- Sebagai umat Islam, kita seharusnya merendahkan diri ketika berada di hadapan orang yang lebih berilmu, tidak sombong, dan menerima nasihat dengan lapang dada.
9. Menghindari Ketidakhormatan dan Sikap Kasar
- Hadits ini juga menunjukkan betapa pentingnya untuk menghindari sikap kasar, berteriak, atau berbicara dengan suara keras di hadapan orang yang lebih dihormati. Ini berkaitan dengan menghargai orang lain dan menjaga keharmonisan dalam berinteraksi.
- Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus berusaha untuk berbicara dengan lemah lembut, terutama di hadapan orang tua, guru, pemimpin, atau orang yang lebih berilmu.
10. Keharusan untuk Mendengarkan dan Menerima Nasihat dengan Baik
- Ketika si Arab Badui pertama kali menanggapi nasihat para sahabat dengan keras, beliau tetap dihargai oleh Nabi ﷺ, yang menunjukkan betapa pentingnya untuk mendengarkan nasihat dengan baik.
- Sebagai umat Islam, kita seharusnya memiliki sifat mendengarkan nasihat dengan penuh perhatian dan tidak cepat membantah. Ini adalah bagian dari adab Islam yang baik.
Penutup
Kajian
Hadits ini mengajarkan kita tentang banyak nilai penting dalam kehidupan Islam, mulai dari menjaga adab dan etika, pentingnya cinta karena Allah, hingga keutamaan mencari ilmu dan bertaubat. Kita diajarkan untuk selalu rendah hati, menghargai orang lain, dan memperbaiki diri dengan terus mendekatkan diri kepada Allah dan mengikuti jejak orang-orang shalih.