Hadits: Perjalanan Ekspedisi Abu ‘Ubaidah dan Ikan Al-‘Anbar
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul pada kesempatan yang mulia ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan umatnya yang setia mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman.
Saudaraku yang terhormat, sebelum kita memulai kajian hari ini, marilah kita sejenak merenung tentang kondisi yang kita hadapi saat ini. Di tengah kehidupan yang serba modern ini, kita sering kali terjebak dalam kemewahan dan kenyamanan yang terkadang membuat kita lupa untuk bersyukur. Banyak di antara kita yang merasa tidak cukup dengan apa yang dimiliki, selalu mencari lebih banyak tanpa memperhatikan kebutuhan yang sebenarnya. Fenomena konsumerisme, keluhan tentang kekurangan rezeki, serta ketidakpuasan dalam hidup, sering kali menguasai pikiran kita. Bahkan di saat-saat sulit seperti bencana, kelaparan, atau ujian ekonomi, kita terkadang merasa putus asa dan kehilangan arah.
Namun, dalam hadits yang akan kita pelajari hari ini, kita akan menemukan sebuah pelajaran berharga yang bisa membantu kita menyelesaikan banyak permasalahan ini. Hadits ini mengisahkan bagaimana para sahabat Rasulullah ﷺ menghadapi kesulitan yang luar biasa dengan sabar, tawakal, dan qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada). Mereka menghadapi kelaparan yang parah, namun tetap bertahan dengan optimisme dan keikhlasan, bahkan dalam kondisi darurat sekalipun, mereka tetap mematuhi hukum-hukum Allah dan menerima rezeki yang diberikan-Nya.
Urgensi mempelajari hadits ini tidak hanya terletak pada kisah yang menarik, tetapi juga pada pelajaran hidup yang sangat relevan dengan kondisi masyarakat kita saat ini. Dalam hadits ini, kita akan belajar tentang pentingnya bersabar dalam menghadapi ujian hidup, bagaimana cara kita memimpin diri kita dalam keadaan sulit, serta bagaimana kita bisa memahami dan menerapkan kelonggaran yang diberikan oleh agama dalam kondisi darurat. Hadits ini juga mengajarkan kita untuk tidak cepat putus asa, bahwa dalam setiap kesulitan pasti ada jalan keluar yang telah Allah siapkan untuk hamba-Nya yang sabar.
Dengan mempelajari hadits ini, kita diharapkan bisa mengambil banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal sabar, syukur, dan bijaksana dalam menghadapi tantangan hidup. Kami berharap kajian ini dapat membuka hati dan pikiran kita untuk lebih memahami makna sebenarnya dari kehidupan yang penuh ujian ini, serta bagaimana kita bisa menjalani hidup dengan penuh ketenangan dan keyakinan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.
Semoga Allah memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkan ilmu yang akan kita pelajari bersama hari ini.
عنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: بَعَثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَمَّرَ عَلَيْنَا أَبَا عُبَيْدَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ نَتَلَقَّى
عِيرًا لِقُرَيْشٍ، وَزَوَّدَنَا جِرَابًا مِنْ تَمْرٍ لَمْ يَجِدْ لَنَا
غَيْرَهُ، فَكَانَ أَبُو عُبَيْدَةَ يُعْطِينَا تَمْرَةً تَمْرَةً، فَقِيلَ:
كَيْفَ كُنْتُمْ تَصْنَعُونَ بِهَا؟ قَالَ: نَمَصُّهَا كَمَا يَمَصُّ الصَّبِيُّ
ثُمَّ نَشْرَبُ عَلَيْهَا مِنَ الْمَاءِ، فَتَكْفِينَا يَوْمَنَا إِلَى اللَّيْلِ،
وَكُنَّا نَضْرِبُ بِعِصِيِّنَا الْخَبَطَ ثُمَّ نَبُلُّهُ بِالْمَاءِ فَنَأْكُلُهُ.
قَالَ: وَانْطَلَقْنَا عَلَى سَاحِلِ الْبَحْرِ، فَرُفِعَ لَنَا عَلَى سَاحِلِ
الْبَحْرِ كَهَيْئَةِ الْكُثْبَانِ الضَّخْمِ، فَأَتَيْنَاهُ فَإِذَا هِيَ
دَابَّةٌ تُدْعَى الْعَنْبَرَ، فَقَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: مَيْتَةٌ، ثُمَّ قَالَ:
لَا، بَلْ نَحْنُ رُسُلُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي
سَبِيلِ اللهِ وَقَدِ اضْطُرِرْتُمْ فَكُلُوا، فَأَقَمْنَا عَلَيْهَا شَهْرًا،
وَنَحْنُ ثَلَاثُمِائَةٍ حَتَّى سَمِنَّا، وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا نَغْتَرِفُ مِنْ
وَقْبِ عَيْنِهِ بِالْقِلَالِ الدُّهْنَ وَنَقْطَعُ مِنْهُ الْفِدَرَ كَالثَّوْرِ
أَوْ كَقَدْرِ الثَّوْرِ، وَلَقَدْ أَخَذَ مِنَّا أَبُو عُبَيْدَةَ ثَلَاثَةَ
عَشَرَ رَجُلًا فَأَقْعَدَهُمْ فِي وَقْبِ عَيْنِهِ وَأَخَذَ ضِلْعًا مِنْ
أَضْلَاعِهِ فَأَقَامَهَا ثُمَّ رَحَلَ أَعْظَمَ بَعِيرٍ مَعَنَا فَمَرَّ مِنْ
تَحْتِهَا وَتَزَوَّدْنَا مِنْ لَحْمِهِ وَشَائِقَ، فَلَمَّا قَدِمْنَا
الْمَدِينَةَ أَتَيْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: «هُوَ رِزْقٌ أَخْرَجَهُ اللهُ لَكُمْ فَهَلْ
مَعَكُمْ مِنْ لَحْمِهِ شَيْءٌ فَتُطْعِمُونَا؟» فَأَرْسَلْنَا إِلَى رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُ فَأَكَلَهُ. [صَحِيحٌ] - [مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ]
Dari
Abu Abdullah, Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
Rasulullah
ﷺ mengutus kami dalam sebuah ekspedisi dan mengangkat Abu
‘Ubaidah radhiyallahu ‘anhu sebagai pemimpin kami untuk menghadang kafilah
dagang Quraisy. Beliau hanya membekali kami dengan satu kantong berisi kurma,
tidak ada makanan lain selain itu. Maka Abu ‘Ubaidah memberikan kepada kami
sebutir kurma setiap hari.
Ada
yang bertanya, "Bagaimana kalian bisa bertahan dengan sebutir kurma
itu?"
Jabir menjawab, "Kami mengisapnya sebagaimana bayi mengisap (puting susu),
lalu kami minum air di atasnya. Itu cukup bagi kami sehari penuh hingga malam
tiba. Kami juga memukul dedaunan kering dengan tongkat kami, kemudian
membasahinya dengan air sebelum memakannya."
Ia
melanjutkan:
“Kemudian kami berjalan di sepanjang pantai. Tiba-tiba di tepi pantai itu
tampak bagi kami sesuatu yang menyerupai bukit pasir besar. Ketika kami
mendekatinya, ternyata itu adalah seekor hewan besar yang disebut Al-‘Anbar
(sejenis ikan paus besar). Maka Abu ‘Ubaidah berkata, ‘(Ini) bangkai!’ Namun,
kemudian ia berkata, ‘Tidak, kita adalah utusan Rasulullah ﷺ, kita sedang berada
di jalan Allah, dan kita dalam keadaan terpaksa. Maka makanlah!’
Kami
pun tinggal di sana selama sebulan dengan jumlah 300 orang hingga tubuh kami
menjadi gemuk. Aku melihat kami mengambil minyak dari rongga matanya
menggunakan wadah besar, dan kami memotong dagingnya dalam ukuran besar seperti
ukuran sapi atau lebih besar lagi. Abu ‘Ubaidah memilih tiga belas orang dari
kami, lalu mendudukkan mereka di dalam rongga matanya. Ia juga mengambil salah
satu tulang rusuknya dan mendirikannya, kemudian ia membawa seekor unta
terbesar yang kami miliki, lalu melewatkannya di bawah tulang rusuk itu, dan
unta tersebut dapat melewatinya dengan mudah.
Kami
pun membawa serta beberapa potongan dagingnya sebagai bekal. Ketika kami tiba
di Madinah, kami mendatangi Rasulullah ﷺ dan menceritakan hal
tersebut kepadanya. Maka beliau bersabda:
"Itu
adalah rezeki yang Allah keluarkan untuk kalian. Apakah kalian masih memiliki
sedikit dagingnya, agar aku dapat mencicipinya?"
Lalu
kami mengirimkan sebagian daging tersebut kepada Rasulullah ﷺ, dan beliau pun
memakannya.
(Hadits
Shahih - Muttafaqun ‘Alaih)
Sumber: https://hadeethenc.com/ar/browse/hadith/5856
Arti
dan Penjelasan Per Kalimat
بَعَثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Rasulullah ﷺ mengutus kami"
Nabi Muhammad ﷺ mengutus
sekelompok sahabat untuk menjalankan sebuah misi tertentu, yang menunjukkan
pentingnya pengiriman ekspedisi dalam Islam untuk berbagai keperluan, termasuk
dakwah, perdagangan, dan pertahanan.
وَأَمَّرَ عَلَيْنَا أَبَا عُبَيْدَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ
"Dan beliau mengangkat Abu ‘Ubaidah radhiyallahu ‘anhu sebagai pemimpin
kami"
Rasulullah ﷺ memilih
seorang pemimpin untuk misi ini, yaitu Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah, yang
menunjukkan pentingnya kepemimpinan dalam setiap kelompok atau perjalanan agar
tetap terorganisir dengan baik.
نَتَلَقَّى عِيرًا لِقُرَيْشٍ
"Untuk menghadang kafilah dagang Quraisy"
Tujuan ekspedisi ini adalah untuk menghadang kafilah
dagang Quraisy yang membawa bahan makanan. Ini menunjukkan bahwa kaum Muslim
saat itu sedang dalam kondisi sulit dan membutuhkan sumber daya untuk bertahan
hidup.
وَزَوَّدَنَا جِرَابًا مِنْ تَمْرٍ لَمْ
يَجِدْ لَنَا غَيْرَهُ
"Dan beliau membekali kami dengan sebuah kantong berisi kurma, tidak ada
lagi selain itu"
Bekal yang diberikan sangat terbatas, menunjukkan betapa
sulitnya kondisi ekonomi kaum Muslim saat itu dan bagaimana mereka tetap
berangkat meskipun dengan perbekalan yang minim.
فَكَانَ أَبُو عُبَيْدَةَ يُعْطِينَا تَمْرَةً
تَمْرَةً
"Maka Abu ‘Ubaidah memberi kami masing-masing satu butir kurma"
Pembagian kurma dilakukan dengan sangat hemat,
menunjukkan kepiawaian seorang pemimpin dalam mengelola sumber daya yang
terbatas.
فَقِيلَ: كَيْفَ كُنْتُمْ تَصْنَعُونَ بِهَا؟
"Lalu ditanyakan: 'Bagaimana kalian mempergunakan kurma itu?'"
Ini menunjukkan adanya rasa penasaran tentang bagaimana
mereka bisa bertahan hanya dengan satu butir kurma per hari.
قَالَ: نَمَصُّهَا كَمَا يَمَصُّ الصَّبِيُّ
ثُمَّ نَشْرَبُ عَلَيْهَا مِنَ الْمَاءِ
"Beliau menjawab: 'Kami mengisapnya sebagaimana bayi mengisap, lalu kami
minum air setelahnya'"
Para sahabat mengisap kurma untuk mendapatkan rasa
manisnya sebelum menelannya, lalu minum air agar rasa manis itu bertahan lebih
lama. Ini menunjukkan betapa hematnya mereka dalam mengonsumsi makanan.
فَتَكْفِينَا يَوْمَنَا إِلَى اللَّيْلِ
"Sehingga itu mencukupi kami sepanjang hari hingga malam"
Ini menunjukkan bahwa mereka benar-benar bergantung pada
satu butir kurma dan air untuk bertahan hidup selama sehari penuh.
وَكُنَّا نَضْرِبُ بِعِصِيِّنَا الْخَبَطَ
ثُمَّ نَبُلُّهُ بِالْمَاءِ فَنَأْكُلُهُ
"Kami memukul dedaunan kering dengan tongkat kami, kemudian kami
membasahinya dengan air lalu memakannya"
Mereka juga memanfaatkan dedaunan kering yang biasanya dimakan
oleh unta sebagai makanan tambahan. Ini menunjukkan ketahanan dan kecerdasan
mereka dalam bertahan hidup di kondisi sulit.
وَانْطَلَقْنَا عَلَى سَاحِلِ الْبَحْرِ
"Kemudian kami berjalan di sepanjang pantai"
Mereka meneruskan perjalanan mereka meskipun dalam
kondisi kelaparan, menunjukkan keteguhan dan kesabaran mereka dalam menjalankan
tugas.
فَرُفِعَ لَنَا عَلَى سَاحِلِ الْبَحْرِ
كَهَيْئَةِ الْكُثْبَانِ الضَّخْمِ
"Tiba-tiba di pantai terlihat sesuatu seperti bukit pasir yang besar"
Mereka menemukan sesuatu yang besar di tepi pantai yang
tampak seperti bukit. Ini menggambarkan betapa besarnya objek tersebut, yang
ternyata adalah bangkai ikan besar.
فَأَتَيْنَاهُ فَإِذَا هِيَ دَابَّةٌ تُدْعَى
الْعَنْبَرَ
"Lalu kami mendekatinya, ternyata itu adalah seekor hewan yang disebut
Al-‘Anbar"
Al-‘Anbar adalah sejenis ikan besar (kemungkinan paus),
yang terdampar di pantai dan menjadi sumber makanan bagi mereka.
فَقَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: مَيْتَةٌ، ثُمَّ
قَالَ: لَا، بَلْ نَحْنُ رُسُلُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَقَدِ اضْطُرِرْتُمْ فَكُلُوا
"Abu ‘Ubaidah berkata: 'Ini bangkai.' Kemudian beliau berkata: 'Tidak,
kita adalah utusan Rasulullah ﷺ dan sedang berada di jalan Allah. Kalian
dalam keadaan darurat, maka makanlah.'"
Awalnya, Abu ‘Ubaidah ragu untuk memakan ikan tersebut
karena merupakan bangkai. Namun, setelah mempertimbangkan kondisi darurat
mereka, ia membolehkannya karena dalam keadaan terpaksa, hukum bisa berubah.
فَأَقَمْنَا عَلَيْهَا شَهْرًا، وَنَحْنُ
ثَلَاثُمِائَةٍ حَتَّى سَمِنَّا
"Kami tinggal selama sebulan dengan ikan itu, sedangkan kami berjumlah 300
orang, hingga kami menjadi gemuk."
Ini menunjukkan betapa besarnya ikan tersebut sehingga
cukup untuk memberi makan 300 orang selama sebulan penuh.
فَلَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ أَتَيْنَا
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهُ
"Ketika kami tiba di Madinah, kami menemui Rasulullah ﷺ dan menceritakan
kejadian itu kepadanya"
Setelah kembali ke Madinah, mereka melaporkan kejadian
tersebut kepada Rasulullah ﷺ untuk
memastikan keabsahan tindakan mereka.
فَقَالَ: «هُوَ رِزْقٌ أَخْرَجَهُ اللهُ
لَكُمْ فَهَلْ مَعَكُمْ مِنْ لَحْمِهِ شَيْءٌ فَتُطْعِمُونَا؟»
"Beliau berkata: 'Itu adalah rezeki yang Allah keluarkan untuk kalian.
Apakah kalian masih memiliki sedikit dagingnya untuk kami makan?'"
Rasulullah ﷺ membenarkan
bahwa ikan itu adalah rezeki dari Allah dan meminta sebagian dagingnya sebagai
bentuk persetujuan atas kebolehan memakannya.
فَأَرْسَلْنَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُ فَأَكَلَهُ
"Maka kami mengirimkan sedikit dari daging ikan itu kepada Rasulullah ﷺ, lalu beliau memakannya."
Rasulullah ﷺ memakan
daging ikan tersebut, yang menjadi dalil bahwa bangkai hewan laut adalah halal
untuk dikonsumsi.
Hadits ini mengandung banyak pelajaran, termasuk
ketabahan dalam kesulitan, kebolehan berijtihad dalam keadaan darurat, dan
pentingnya kepemimpinan dalam perjalanan.
Syarah Hadits
Nabi ﷺ mengutus sebuah ekspedisi dan mengangkat Abu ‘Ubaidah sebagai pemimpin mereka, yaitu sebagai amir (pemimpin) yang bertugas menghadang kafilah dagang Quraisy yang membawa gandum dan makanan. Nabi ﷺ membekali mereka dengan sebuah kantong kulit yang berisi kurma. Karena bekal yang sangat terbatas, Abu ‘Ubaidah memberikan setiap orang hanya satu butir kurma per hari. Mereka mengisap kurma tersebut dan meminum air setelahnya agar dapat bertahan sepanjang hari. Selain itu, mereka memukul dedaunan kering yang biasa dimakan unta dengan tongkat, kemudian membasahinya dengan air agar lebih mudah dimakan.
Ketika mereka tiba di tepi pantai, mereka melihat sesuatu yang menyerupai bukit pasir besar. Setelah mendekatinya, ternyata itu adalah seekor ikan besar yang disebut Al-‘Anbar (sejenis ikan paus). Pada awalnya, Abu ‘Ubaidah melarang mereka memakannya karena menganggapnya sebagai bangkai, sedangkan dalam Al-Qur'an bangkai diharamkan. Namun, kemudian ia mengubah pendapatnya dan membolehkan mereka memakannya karena mereka dalam keadaan darurat, dan dalam keadaan seperti ini, memakan bangkai diperbolehkan, terlebih lagi mereka sedang dalam perjalanan untuk menaati perintah Allah ﷻ. Saat itu mereka belum menyadari bahwa bangkai hewan laut sebenarnya halal dimakan.
Mereka akhirnya memakan ikan tersebut dan membawanya sebagai bekal. Ketika kembali ke Madinah, mereka mengabarkan hal ini kepada Rasulullah ﷺ. Beliau pun membenarkan tindakan mereka dan bahkan turut memakan sebagian dari ikan tersebut.
Sumber: https://dorar.net/history/event/1
Pelajaran
Penting dari Hadits ini
Hadits ini menunjukkan bagaimana para sahabat menghadapi ujian dengan penuh kesabaran dan tawakal, serta bagaimana Allah selalu mencukupi kebutuhan mereka dengan cara yang tidak disangka. Dari sisi hukum Islam, hadits ini juga menjadi dalil utama dalam kebolehan memakan bangkai hewan laut dan penerapan kaidah fiqih dalam kondisi darurat. Dari sisi kepemimpinan, hadits ini mengajarkan kebijaksanaan dalam mengatur sumber daya dan pengambilan keputusan. Secara sosial, hadits ini mengajarkan pentingnya berbagi dan kebersamaan dalam menghadapi kesulitan.
Hadits ini adalah contoh nyata bagaimana Islam mengajarkan keseimbangan antara hukum, akhlak, dan keimanan dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut adalah beberapa poin yang dapat diambil dari hadits ini secara rinci:
1. Keimanan dan Ketakwaan
-
Keutamaan mengikuti perintah Rasulullah ﷺ
-
Para sahabat segera berangkat tanpa ragu ketika diperintahkan oleh Rasulullah ﷺ, menunjukkan kepatuhan mereka kepada pemimpin yang diangkat oleh Allah.
-
-
Keyakinan bahwa Allah akan memberi rezeki kepada hamba-Nya yang bertakwa
-
Meskipun mereka dalam kondisi kekurangan makanan, Allah tetap mencukupi kebutuhan mereka dengan cara yang tidak terduga, yaitu melalui ikan besar yang terdampar.
-
-
Kesabaran dalam menghadapi kesulitan dan ujian dalam perjuangan di jalan Allah
-
Para sahabat rela menahan lapar dengan hanya memakan satu butir kurma per hari dan tetap melanjutkan perjalanan tanpa mengeluh.
-
-
Keutamaan tawakal kepada Allah
-
Mereka tidak membawa banyak bekal tetapi tetap bertahan dengan apa yang ada, serta yakin bahwa Allah akan menolong mereka dalam keadaan sulit.
-
2. Pelajaran dalam Hukum Fiqih
-
Kebolehan berijtihad bagi pemimpin dalam kondisi tertentu
-
Awalnya, Abu ‘Ubaidah melarang mereka memakan ikan karena menganggapnya sebagai bangkai, tetapi kemudian dia mengubah keputusannya setelah mempertimbangkan keadaan darurat dan tujuan perjalanan mereka.
-
-
Kaedah fiqih: "Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang haram"
-
Dalam kondisi darurat, sesuatu yang asalnya haram dapat menjadi halal jika memang sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup, seperti dalam kasus ini memakan bangkai ikan karena kelaparan.
-
-
Bangkai hewan laut halal dimakan
-
Rasulullah ﷺ menyetujui tindakan mereka dan bahkan ikut memakan ikan tersebut, sehingga ini menjadi dalil bahwa hewan laut yang mati secara alami tetap halal dikonsumsi.
-
-
Kaedah fiqih: "Hukum asal segala sesuatu yang ada di laut adalah halal"
-
Hadits ini menjadi salah satu dasar dalam fiqih bahwa semua hewan yang hidup di laut, jika mati, tetap halal untuk dimakan.
-
3. Pelajaran dalam Kepemimpinan dan Manajemen
-
Seorang pemimpin harus bersikap bijak dalam mengelola keterbatasan sumber daya
-
Abu ‘Ubaidah mengatur distribusi makanan dengan sangat ketat (satu butir kurma per orang per hari), menunjukkan pentingnya manajemen dalam kondisi sulit.
-
-
Pemimpin harus mampu mengubah keputusan jika ada dalil atau keadaan yang lebih kuat
-
Awalnya, Abu ‘Ubaidah melarang makan ikan, tetapi kemudian ia berubah setelah mempertimbangkan keadaan darurat dan kebutuhan pasukannya.
-
Kebolehan seorang pemimpin mengambil keputusan hukum dalam kondisi darurat
-
Sebagai pemimpin ekspedisi, Abu ‘Ubaidah mengambil keputusan ijtihad tentang halal-haramnya makanan, dan keputusannya kemudian dikonfirmasi oleh Rasulullah ﷺ.
-
Pentingnya musyawarah dalam pengambilan keputusan
-
Meskipun Abu ‘Ubaidah sebagai pemimpin, ia tidak bertindak sewenang-wenang. Kemungkinan besar ia berdiskusi dengan para sahabat lainnya sebelum akhirnya memutuskan untuk memakan ikan tersebut.
4. Akhlak dan Etika Sosial
-
Kesederhanaan dan kezuhudan para sahabat
-
Mereka tidak mengeluh meskipun hanya mendapatkan satu butir kurma per hari, menunjukkan bahwa mereka tidak terlalu bergantung pada dunia dan tetap fokus pada misi dakwah.
-
Semangat gotong-royong dalam kondisi sulit
-
Para sahabat bekerja sama dalam mencari makanan alternatif dengan memanfaatkan dedaunan kering, membasahinya agar bisa dimakan.
-
Pentingnya berbagi makanan dengan sesama
-
Ketika mereka mendapatkan ikan besar, mereka makan bersama, bahkan membawanya kembali ke Madinah untuk dibagikan kepada Rasulullah ﷺ.
-
Keutamaan makan bersama
-
Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa berkumpul dalam makan akan membawa keberkahan. Para sahabat tidak makan sendiri-sendiri, tetapi makan bersama, menunjukkan kebersamaan mereka.
-
Sikap rendah hati Rasulullah ﷺ
-
Rasulullah ﷺ tidak merasa gengsi untuk meminta sedikit daging ikan yang dibawa oleh para sahabatnya. Ini menunjukkan bahwa beliau adalah pemimpin yang dekat dengan umatnya.
5. Keajaiban dan Karunia Allah
-
Allah memberi rezeki dari jalan yang tak terduga
-
Dalam kondisi hampir kehabisan makanan, Allah menghadirkan seekor ikan besar yang cukup untuk memberi makan 300 orang selama sebulan penuh.
-
Mukjizat berupa keberkahan makanan
-
Meskipun mereka hanya mendapat satu butir kurma per hari, Allah menjadikannya cukup untuk bertahan hidup dengan cara mengisapnya lalu meminum air.
-
Allah memuliakan para sahabat karena keimanan dan ketakwaan mereka
-
Allah menolong mereka dengan memberi makanan dalam keadaan darurat, menunjukkan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba yang berjuang di jalan-Nya.
Penutup
Kajian
Alhamdulillah, kita telah mempelajari hadits yang penuh hikmah ini, yang mengisahkan perjalanan para sahabat di bawah kepemimpinan Abu ‘Ubaidah radhiyallahu ‘anhu dan bagaimana mereka menghadapi ujian kelaparan dengan kesabaran dan tawakal kepada Allah.
Dari hadits ini, kita dapat mengambil beberapa faedah penting.
Pertama, hadits ini mengajarkan kepada kita tentang sifat qana’ah, yaitu merasa cukup dengan apa yang ada, serta pentingnya kesabaran dalam menghadapi kesulitan hidup. Para sahabat hanya mendapatkan satu butir kurma dalam sehari, namun mereka tetap bersyukur dan bersabar. Sikap ini menjadi pelajaran bagi kita agar tidak mudah mengeluh dalam menjalani kehidupan.
Kedua, kita belajar tentang pentingnya kepemimpinan yang bijak. Abu ‘Ubaidah sebagai pemimpin tidak hanya membagi perbekalan dengan adil, tetapi juga mengambil keputusan yang tepat dalam situasi sulit, seperti ketika ia awalnya melarang, lalu membolehkan memakan ikan besar setelah mempertimbangkan keadaan darurat. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa seorang pemimpin harus memiliki kebijaksanaan dalam mengambil keputusan yang sesuai dengan syariat dan kondisi yang dihadapi.
Ketiga, hadits ini menegaskan bahwa dalam Islam ada keringanan dalam keadaan darurat. Saat tidak ada makanan lain, memakan sesuatu yang dalam kondisi normal dilarang menjadi diperbolehkan. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh rahmat dan memberikan solusi bagi umatnya dalam berbagai keadaan.
Terakhir, hadits ini juga mengajarkan tentang keberkahan rezeki yang datang dari Allah. Ikan besar yang ditemukan oleh para sahabat adalah bukti bahwa Allah selalu mencukupi hamba-Nya yang bertakwa. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berprasangka baik kepada Allah, berusaha, dan bertawakal dalam setiap aspek kehidupan kita.
Semoga pelajaran dari hadits ini dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita menjadi pribadi yang lebih sabar, lebih bersyukur, dan lebih bijaksana dalam menghadapi setiap ujian kehidupan. Semoga Allah senantiasa memberikan kita rezeki yang halal dan berkah, serta menjadikan kita umat yang selalu berpegang teguh kepada ajaran Rasulullah ﷺ.
Wallahu a’lam bish-shawab. Semoga Allah memberi kita taufik untuk mengamalkan ilmu ini.
Kita tutup dengan doa kafaratul majelis:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ
وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ
إِلَيْكَ
وَصَلَّى اللَّهُ
عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ